Bab 4

51K 4.2K 50
                                    

Kevin berada di kamar Kevan sekarang, dia menatap kagum pada kamar milik Kevan.

Setelah diperiksa oleh dokter, Kevan mungkin mengalami benturan di kepalanya, padahal dia tidak pernah terbentur.

"Gua rasa tu dokter abal-abal, masa gua dibilang amnesia gara-gara terbentur."

"Tapi nggak apa-apa lah, mungkin tu dokter nggak tahu kalo gua masuk ni novel."

"Wih, HP apel habis dimakan ulat." Mata Kevin bersinar melihat handphone yang ada di atas meja.

"Mahal ini, ni pasti kasurnya empuk." Kevin menepuk kasur yang ada di sampingnya.

"Satu, dua, tiga, hia.." Kevin melompat pada kasur, "kan apa gua bilang, orang kaya mah beda cuy!"

"Empuknya." Kevin menyamakan posisi agar nyaman.

"Berarti gua sekarang udah jadi Kevan ya?"

"Tapi bukannya ini yang gua mau, hidup kaya, punya banyak uang, dan satu lagi gua bisa punya banyak cewek cantik!" Girangnya.

"Yes, gua jadi orang kaya!"

"Oh iya, udah jam berapa ni?" Kevan mengecek jam di handphonenya. "Udah mau malem, pantes gua bau asem, mandi dulu kali ya."

"Tapi mana nih kamar mandinya?" Bingung Kevan melihat ada dua pintu yang berbeda.

"Orang kaya emang beda, gua aja dulu mandi harus pergi ke belakang kosan, udah itu antrinya bejibun lagi."

Kevan membuka pintu yang berada di sebelah kiri, matanya seketika melotot melihat ruangan berisi pakaian dan sepatu yang ada di lemari kaca.

"Banyak banget, mau buka toko apa?"

"Berarti pintu yang satu lagi nih yang bener."

Kevan kembali menutup pintu dan berjalan mendekati pintu kanan.

"Nah kan bener ini, lebih luas dari kamar kosan gua dulu."

"Banyak banget tombolnya, ni pencet yang mana nih?"

Kevan memencet asal tombol pada shower.

"Anjing!"

"Panas, panas, panas!" Dia kembali menekan tombolnya kembali.

"Aduh, melepuh kulit gua kalo mandi ni air, kenapa juga ada air panas."

Kevan sedikit menjauh dari shower, dia kembali memencet tombol yang lain.

Sedikit menyentuh air yang turun, "nah ini baru bener, aduh susah juga, kalo misalnya gua pagi-pagi mandi terus salah pencet, udah jadi udang rebus kulit gua."

Kevan mandi dengan benar kali ini.

Setelah beberapa waktu dia siap dengan handuk yang melilit pinggangnya.

Kevan mengusap rambutnya dengan kasar, "keren kan gua?" ucapnya entah pada siapa.

Sedangkan di depan pintu kamar Kevan, seseorang sedang mengetuk pintu dari tadi, tapi tidak ada sautan, dia menjadi kesal.

"Ni mana nih anak, lama banget! Udah ditungguin juga!" kesal Kenzo.

Dia datang ke kamar Kevan karena daddynya menyuruhnya memanggil Kevan untuk makan malam bersama.

"Woy, Kevan! Lama banget Lo! Cepetan! Gua udah laper mau makan!"

"Budeg apa, begimana sih?"

Kenzo memutar kenop pintu dan ternyata tidak terkunci, "lah tahu gitu gua masuk aja dari tadi."

Kenzo masuk dengan cepat, "Kev..."

"Aaaaa!"

Kevan berteriak karena belum memakai pakaian, dan handuknya terjatuh dari pinggangnya, tidak sengaja tatapannya pada pintu yang terbuka memperlihatkan Kenzo yang melihatnya melongo.

Dengan cepat Kevan mengangkat kembali handuknya, "Ngapain Lo masih liat gua! Pergi!"

Kenzo yang tersadar mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Wajahnya memerah sampai menjalar ke telinga.

"Lo kenapa masih disini sih, pergi! Gua mau ganti baju!"

"Ehm, daddy suruh turun, kita makan malam," ucapnya. "Udah, gua pergi dulu."

Wajah Kevan juga memerah, "Malu banget!"

"Tunggu."

Kenzo berhenti dan ingin membalikkan badannya.

"Eh, eh, nggak usah ngadep sini!"

Kenzo menuruti permintaan Kevan. "Apaan? Gua laper, mau makan."

"Lo, Lo tadi ngeliat nggak?" tanya Kevan dengan memicingkan matanya.

"Nggak."

Kevan sedikit tidak percaya dengan apa yang dikatakan Kenzo, "Beneran?"

"Nggak, gua nggak liat apa-apa, gua pergi dulu." Dengan cepat Kenzo keluar dari kamar Kevan.

"Malu banget! Ini sih handuk, kenapa juga sampe jatoh!" kesal Kevan.

Kevan menghela nafas, "Untung dia nggak liat."

Transmigrasi : Gua bukan Gay (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang