54

10.2K 810 32
                                    

Chika terbangun dari tidur nya dan merasakan sakit diperutnya.

"Aws" ringis chika ketika ingin duduk.

"Eh sayang jangan duduk dulu" ucap shani menghampiri chika.

"Bunda ayah" ucap chika ketika melihat mertuanya.

"Iya sayang, kamu mau apa biar bunda ambilin" ucap shani.

"Haus bun" ucap chika.

Shani langsung memberi chika minum.

"Bun kenapa chika ada disini.? Kenapa perut chika sakit.?" tanya chika yg belum ingat kejadian tadi pagi.

Shani memegang tangan chika erat dia gak sanggup memberitau kebenaran yg menyakitkan ini.

"Bun anak chika a anak chika ba baik baik aja kan" ucap chika terbata, ketika mengingat kejadian tadi pagi.

Shani menggeleng pelan "yg sabar ya sayang kamu harus ikhlas" ucap shani lirih menahan tangis.

"Gak mungkin bun hiks" tangis chika pecah sambil memegang perutnya.

"Hiks bundaa ini gak beneran kan bun, gak mungkin dedek bayinya gak ada, bun hiks tolong bun hiks chika gak mau hiks chika mau dedek bayinya bun hiks" tangis chika histeris meremas perutnya.

"Chika jangan kaya gini nak" ucap cio menahan tangan chika yg meremas perutnya.

"Anak chika gak meninggal kan yah hiks ayah jawab hiks" teriak chika

"Sabar sayang jangan kaya gini hiks" ucap shani yg ikut menangis.

"Engga bun engga hiks chika mau anak chika bundaaa hiks" tangis chika.

Shani langsung memeluk chika ketika chika memaksakan untuk duduk dan ingin mencabut infusannya untung langsung ditahan sama cio.

"Lepas bundaa hiks, kenapa orang orang hiks yg chika sayang ninggalin chika hiks kenapaaa, ini gak adil tuhaaaan" teriak chika yg berontak di pelukan shani.

Gracio langsung menekan tombol darurat biar chika ditangani dokter, karna mantunya ini benar histeris.

Dokter datang dengan para suster dan melihat kegaduhan ini, mereka langsung turun tangan dan menyuntik agar chika tenang.

"Hiks kembalikan anak chika" tangis chika mulai pelan karna efek obat.

Dokter dan para suster pun membenarkan selang infus dan setelah nya keluar.

Shani yg melihat chika tertidur karna di suntik, tubuhnya runtuh dia gak sanggup melihat chika yg seperti ini, sakit pasti sakit kehilangan anak yg dinanti nantikan.

"Sayang kuat kamu harus kuat" ucap cio memeluk shani yg terkulai lemas dilantai.

"Aku hiks gak tega mas hiks, kenapa ini terjadi pada anak2 aku hiks" tangis shani.

"Udah ya ini udah takdir sayang" ucap cio mengelus punggung shani.

"Ayok duduk di sofa sayang jangan kaya gini" ucap cio membantu shani berdiri dan berjalan ke sofa.

Shani melamun dia bener2 gak mau ada di posisi seperti ini, dia gak bisa bayangin reaksi anak nya nanti ketika tau semuanya.

"Tian udah nyampe Jakarta lagi dijalan menuju kesini" ucap cio ketika mendapat pesan dari anaknya.

"Gimana reaksi dia ya mas ketika tau semua ini" ucap shani pelan.

"Kita harus kuat bun karna kalo gak kita yg menguatkan mereka siapa lagi" ucap cio memegang tangan shani.

Shani menggeleng pelan, "aku gak kuat mas" ucap shani lirih.

"Kita tunggu tian diluar yuk sayang, kita jelasin ke dia diluar biar gak ganggu chika" ajak cio dan shani cuman mengangguk.

.

"Ayah bunda, chika kenapa.?" tanya tian ngos ngosan karna dia berlari untuk menuju ke ruangan.

Shani mengalihkan pandangannya dia gak sanggup melihat wajah anaknya.

Gracio memeluk tian "yg sabar dek kamu harus ikhlas" ucap cio.

"Maksud ayah apa..?" tanya tian

"Chika keguguran, anak kamu udah gak ada" ucap cio.

Tian ngelag beberapa detik, setelahnya dia melepaskan pelukan ayahnya.

"Jangan becanda deh yah, tian gak suka becandaan ayah kali ini" ucap tian emosi.

"Ayah gak becanda dek, kamu harus sabar" ucap cio menatap anaknya dengan sendu.

Bugh tian memukul wajah ayah nya "tian bilang jangan becanda jangan becanda"ucap tian emosi.

"Dek" ucap shani kaget ketika anaknya menojok suaminya.

"Bun ayah kurang ajar bun, dia bilang anak aku udah gak ada" ucap tian dengan dada yg turun naik.

Shani langsung memeluk anaknya menenangkan anaknya yg lagi emosi.

"Ayah gak becanda sayang hiks kamu jangan kaya gini kamu harus kuat demi chika" ucap shani mengusap punggung tian.

Tian meneteskan air matanya ketika mendengar ucapan lirih dari bunda nya dan mendapat kenyataan kalo anaknya emang sudah gak ada.

Shani melepas pelukannya lalu dia menangkup pipi tian dan mengusap air mata tian.

"Kamu harus kuat ya, chika butuh kamu" ucap shani.

Tian menggeleng pelan lalu dia berlari entah kemana.

"Dek tian" teriak shani ingin mengejar anaknya tapi ditahan sama cio.

"Biarin dia tenangin diri nya dulu" ucap cio.

"Tapi aku gak mau dia kenapa2 mas, aku takut dia lakuin hal yg diluar batas" ucap shani.

"Itu gak mungkin anak kita gak mungkin lakuin hal begitu" ucap cio.

"Ck sakit banget lagi, tonjokan dia kalo lagi emosi emang gak main2" ucap cio memegang pipi nya yg lebam.

"Makanya anaknya jangan diajarin tinju2 begitu jadi gini kan" ucap shani melihat lebam di pipi cio.

"Kan untuk penjagaan diri sayang" ucap cio.

"Ck terserah deh, bentar aku minta p3k dulu" ucap shani pergi

Disisi lain tian sedang meluapkan emosinya.

Dia menonjol pohon yg ada di taman, dia gak terima kalo anak yg ia tunggu2 kelahirannya harus meninggal disaat dia gak ada disampingnya.

"Arrrrgghhhh baji**an" teriak tian sambil terus menonjol bahkan menendang pohon itu.

Tian runtuh ketanah dia menangis sambil menunduk.

"Kenapa tuhan kenapaa kau hadirkan kalo kau juga ambil secara cepat hiks" tangis tian.

Dia terus menangis di taman itu meluapkan semua yg dia rasa, dia belum mau menemui istrinya dengan keadaan yg belum ia terima ini.



TBC.
Jangan lupa vote dan komen.
Semakin banyak vote semakin cepet buat up.

Suamiku Idola Kampus!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang