"Mau berhenti dulu ga Nay? Mendung banget gua takut lu kehujanan" tanya Bian yang sudah memperlambat laju motornya, Nayyara mendongak kearah langit dan mengangguk. Bahkan satu persatu buliran air langit sudah mulai menerpa wajahnya.
"Berhenti ajaa" setuju Nayyara dan dengan cepat Bian memarkirkan motornya di dekat halte dan tanpa diberi intruksi keduanya langsung duduk di halte itu, menghindari hujan yang turun dengan sangat lebat dalam sekejap.
"Kalo hujannya awet gimana Nay?" Tanya Bian sebagai pembuka percakapan, Nayyara melihat jam diponselnya kemudian menggaruk alisnya bingung.
"Gapapa, tungguin aja" jawab Nayyara setelah berfikir beberapa saat "Lo juga ga bawa jas hujan kan?" kemudian Nayyara balik bertanya. Bian menggeleng.
"Biasanya ada di motor gua, tapi ini kan bukan motor gua" jelas Bian tanpa diminta.
Nayyara hanya mengangguk dan setelah itu keduanya sama-sama terdiam, entah menikmati suara hujan yang seperti irama tertentu atau termenung memikirkan banyak hal. By the way, sudah lebih dari sebulan Nayyara pulang pergi bersama Bian, kesehariannya juga seringkali bersama pria itu seperti saat latihan bulutangkis. Bian tak pernah absen menemani Nayyara bahkan meskipun sampai matahari sudah terbenam.
Mau bagaimana pun, Nayyara tetap seorang gadis biasa. Meskipun dia sudah seringkali menolak Bian, namun pria itu tak kunjung menyerah dan melakukan hal-hal yang membuat pertahanan Nayyara semakin rapuh.
"Canggung ga?" Tanya Bian tiba-tiba, Nayyara mengerutkan alisnya.
"Buat apa? Kita bukan orang yang baru kenal kan?" Nayyara menjawab pertanyaan Bian secara tidak langsung, Bian mengangguk.
"Lagian diem aja" ujar Bian yang terlihat sedikit merajuk, Nayyara menatap pria itu tak percaya. Bukannya dulu dia lebih suka diam daripada diajak berbicara? Aneh.
"Emang lagi ga ada obrolan aja Bi" sahut Nayyara jujur, hujan itu memang selalu mendukung seseorang untuk merenung entah meratapi nasib atau hanya sekedar melihat pengendara lain yang berlalu lalang mencari tempat berteduh dan yang sudah memakai jas hujan. Nayyara yakin bukan hanya Nayyara yang merasa seperti itu.
"Coba deketan Nay" pinta Bian kemudian yang sudah menepuk-nepuk tempat di sampingnya. Nayyara menggeleng tidak ingin.
Bian hanya terkekeh karena ditolak dan pada akhirnya pria itulah yang berdiri dan duduk tepat di sebelah Nayyara sambil tersenyum seperti isyarat kalau dia tetap bisa mendapatkan apa yang dia inginkan meskipun telah ditolak.
"Jangan modus ya lo!" Cetus Nayyara galak.
"Engga" jawab Bian datar, kembali ke setelan awal secara tiba-tiba.
"Lo..." perkataan Nayyara tertahan di tenggorokan karena ragu ingin mengatakannya atau tidak.
"Iya? gue kenapa?" Sahut Bian yang langsung terlihat penasaran, Nayyara spontan menghalangi tatapan Bian yang sedang menatapnya dengan tatapan yang tak bisa ditolak siapapun.
"Jangan natap gua kayak gitu yaa anjirr" seru Nayyara kesal, Bian mengerjapkan matanya kemudian tertawa.
"Lo salting kah?" Tanya Bian meledek, Nayyara memukul paha pria itu entah kenapa. Terlalu kelihatan kalau dia salah tingkah sepertinya.
"Engga!" Dalih Nayyara gemas, pipinya bersemu tanpa ia sadari.
"Haha yaudah lo mau ngomong apa tadi? Lanjutin dulu dong" tagih Bian yang masih mengingat kalau tadi Nayyara ingin mengatakan sesuatu padanya.
"Lo... lo bersikap kayak gini bukan cuma mau mempermainkan gua lagi kan? Kayak yang sebelum-sebelumnya? Lo tau kan Bi gua juga manusia? Lo ga akan...." bahkan Nayyara belum selesai bicara Bian sudah menutup mulutnya pelan, bermaksud agar Nayyara tak melanjutkan ucapannya.
"Gua tau apa yang selalu berputar di otak lo itu! Gua tau lo selalu bertanya-tanya kan? Kenapa gua tiba-tiba kayak gini setelah gua berlaku kayak bangsat ke lo." Papar Bian yang sudah sangat paham dengan keadaan ini, Bian sudah tahu moment ini pasti terjadi dan mungkin hari ini saatnya untuk melepaskan semua beban yang ada didalam kepala gadis itu.
"Nay, gua suka sama lo! Maaf kalo sebelumnya gua terlalu mementingkan ego gua yang mau memiliki lo tapi gamau merasa kalo gue bisa lo taklukin! Maaf Nay, maafin gue..." Bian menatap ke bawah saat mengatakan itu, terlihat benar-benar merasa bersalah. Nayyara mengalihkan pandangan kearah lain. Dia tidak mungkin menangis saat ini bukan?
"Jangan minta maaf terus! Gua juga udah berkali-kali bilang gue udah maafin lo cumaa..."
"Cuma lo masih kecewa! Iyaa gua mau menebus semuanya Nay, ayo sembuhin lukanya bareng sama orang yang udah buat lo luka ini" potong Bian dengan kata-kata yang cukup membuat Nayyara tak bisa berkata apa-apa.
"Waktu malem pertandingan sama Erik, gua kalah Nay! Jujur gua pun frustasi kenapa disaat gua mempertaruhkan lo gua malah kalah. Anjing emang! Mau gamau gua harus jauhin lo Nay... Maaf yaa! Lo ga bakal jatuh cinta sendirian lagi, Lihat gue sekarang? Gue udah gabisa cuek kalo hal yang bersangkutan sama lo! Gua harap lo ngerti apa yang gua maksud selama ini" Bian berhasil menjelaskan semuanya pada Nayyara, ia berharap gadis itu akan merasa sedikit lega dan mau membuka hati kembali untuk dirinya. Bian mohon.
"Kayaknya kebawa suasana banget deh" Nayyara mencoba mengalihkan perhatian, padahal tangannya sudah sangat gemetar mendengar semua penjelasan itu. Jelas sebagian diri Nayyara merasa lega, namun ada sebagian yang masih harus dipertanyakan.
"Engga Nay, coba lo liat gue dulu deh" pinta Bian yang sudah memegang wajah Nayyara dengan kedua tangannya kemudian menatapnya dalam-dalam.
"I...iyaa tapi gausah diginiin Bian!" Seru Nayyara tak suka, namun Bian tak mengindahkan seruan itu.
"Jadi pacar gue atau gue jadi pacar lo"
'Maksudnya apa itu anjirr? Gila! Dahlaa gua setress berat'
🌱
aaaaaaa yang kepoo kabarinn wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
NAYYARA
Fanfiction"Bukan anak baik" Semenjak kejadian itu Nayyara menilai dirinya sendiri sebagai anak yang tidak baik. Kalau dia anak baik, dia tidak akan mungkin di pindahkan ke Jakarta. Kalau dia anak baik, papah nya akan menganggapnya sebagai keluarga dan membiar...