Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Yolanda langsung bergegas keluar kelas. Tas Sela ternyata masih ada di dalam ruang kelas mereka. Lalu muncullah keinginan Yolanda mampir ke rumah Sela untuk mengembalikkan tas gadis itu sekalian mencoba menegosiasi dengan kedua orang tua Sela.
Karena terburu-buru, Yolanda tas sengaja menginjak tali sepatunya sendiri. Membuat sedikit kegaduhan terjadi di lorong gedung IPS yang sudah mulai sepi siang ini.
"Aduh stt, ada aja sih kejadian hari ini," dengus Yolanda sambil mencoba beranjak berdiri.
Walaupun sedikit sulit untuk berdiri tegak, tetapi Yolanda masih sanggup berjalan menuju kursi terdekat. Ia berniat untuk memijit kakinya pelan. Memerah terlihat keunguan di lutut kanannya.
"UKS masih buka nggak ya?" gumam Yolanda menengok ke arah ruangan itu.
Setelah sadar akan sesuatu, Yolanda langsung menggedikkan kepalanya. Ternyata ia baru sadar kalau beberapa hari terakhir, UKS sudah menjadi tempat yang ia tinggali.
"Yuk bisa yuk, jangan kek beban gitu lah," ucap Yolanda sambil menepuk-nepuk pahanya.
Dengan sekuat tenaga, Yolanda berdiri pelan dan melangkahkan kakinya menuju ruang UKS. Berharap masih ada anak PMR yang mau mengobati lecet di lulutnya.
"Yolanda?" sapa seseorang dari belakang.
Setelah Yolanda menengok kan kepalanya, ia menemukan Septa sedang berdiri menghadap dirinya. Jangan lupakan kedua kotak risol yang sudah kosong, berada di genggaman laki-laki itu.
"Lo mau kemana?" tanya Septa seraya berjalan mendekat.
Yolanda yang berdiri dengan posisi tidak nyaman, ia langsung mendudukkan dirinya kembali. Septa turut melakukan kegiatan yang sama.
"Gue abis jatuh," sahut Yolanda jujur.
Septa langsung menyisir semua bagian tubuh Yolanda. Menatap dengan teliti, dimana letak luka akibat jatuhnya itu.
"Sakit banget nggak?" tanya Septa saat sudah menemukan luka di lutut kanan Yolanda.
"Nggak terlalu, tapi anterin gue ke UKS ya. Gue mau minta obat biar nggak sakit banget," pinta Yolanda tanpa memikirkan gengsinya.
Septa tentu saja mengiyakan permintaan Yolanda. Dengan penuh bodoamat, laki-laki itu meninggalkannya kotakan risolnya. Ia memapah Yolanda pelan menuju UKS. Ternyata ruangan sudah kosong, menyisakan ranjang kosong dan beberapa obat-obatan yang sudah tertata rapi.
"Duduk sini, gue cariin beberapa obat," ujar Septa mendudukkan Yolanda ke brankar terdekat.
Septa mengobrak-abrik kotak P3K yang ada di meja dokter. Biasanya kalau luka jatuh, cukup di bersihkan dengan alkohol lalu diberi obat merah.
"Tahan ya," ucap Septa sambil mendengarkan beberapa alkohol ke kapas.
Pelan-pelan ia membersihkan luka Yolanda. Gadis itu sedikit mendesis karena merasakan perih di lututnya. Septa dengan telaten memberikan obat merah seraya meniup luka itu.
"Udah nggak sakit 'kan?" tanya Septa sambil tersenyum kecil.
Laki-laki itu dengan cekatan membereskan kotak P3K yang ia ambil tadi. Mencucikan tangannya di wastafel dan mengeringkannya dengan alat yang tersedia. Melihat Yolanda yang hanya diam sambil menatap ke arah lututnya, Septa berjalan mendekati gadis itu.
"Kenapa? Bingung mau pulangnya gimana?" tanya Septa yang semakin banyak omong.
"Enggak juga. Gue bisa minta anterin lo 'kan?" balas Yolanda santai.
"Lo mau jalan kaki begitu sampai rumah? Mending gue telponin Davin suruh jemput lo," tolak Septa sambil mengambil ponsel di sakunya.
Yolanda tidak memberikan protesnya. Gadis itu hanya diam melamun. Masih memikirkan perjodohan temannya. Ia juga teringat kalau dirinya harus mengembalikkan tas milik Sela.

KAMU SEDANG MEMBACA
MY CUPU BOYFRIEND
Novela JuvenilYolanda Melviana. Gadis super galak nan jutek dari SMA Angkasa. Setiap harinya diisi kelakuan super bar-bar yang sudah tidak dapat dikontrol lagi olehnya. "Wehh minggir lo pada! Princess cantik mau lewat", kelakar gadis itu. "Kiw kiw cowo, cakep a...