Pasien No. 66

2.1K 285 42
                                    

Kalau sudah penasaran akan sesuatu, Rona akan berkutat sampai pertanyaannya terjawab. Tidak peduli berapa jam, hari, atau minggu. Selama jawabannya belum ada, wanita itu tidak kenal yang namanya istirahat.

Sudah dua hari—memang belum genap 48 jam, tetapi estimasinya sekitar 2 hari—Rona menghabiskan waktunya mempelajari semua dokumen yang diberikan oleh Rahma di kamarnya. Seluruh isi map itu dikeluarkan dan dipisahkan menurut kategori-kategori terpisah setelah dibaca ulang hingga tersebar di seluruh penjuru kamar. Ada yang di lantai, di meja, dipangku di paha, dan sampai memenuhi kasur.

Kalau bukan karena Beka yang secara rutin datang untuk mengingatkan istirahat serta makan atau minum, Rona pasti sudah tenggelam di bersama lembaran kertas itu.

Seperti sekarang ini.

Selasa malam, sepulang Beka dari jaga klinik, kekasihnya itu rupanya sudah mengurung diri di kamar kos bersama kertas-kertas yang tidak ada habisnya. Tas jaga tergeletak di dekat pintu, baju belum diganti, dan makanan yang katanya 'Tadi udah beli makanan sebelum pulang.' ternyata sama sekali tidak disentuh. Bahkan botol minuman yang Beka sengaja siapkan sebagai bekal, hanya diminum setengahnya.

"Alright, it's about time to stop everything," ujar Beka sambil menghampiri Rona yang duduk di lantai. Dengan hati-hati pria itu berjinjit demi menghindari kertas usang yang tersebar di lantai. Begitu dia berdiri di belakang Rona—dan kekasihnya itu masih belum 'sadar' akan kehadirannya—dipegangnya tubuh Rona di bawah ketiak, lalu diangkatnya agar wanita itu berdiri.

"Oh, you're back," sapa Rona yang sepertinya baru 'kembali' dari alam pikirannya sendiri. Ia menatap Beka dengan tatapan lugu lalu mengedarkan pandangan pada sekitar kamarnya. "Sekarang jam berapa?"

"Hampir jam 9 malam and you're still wearing your scrubs." Selembar kertas yang sedang Rona baca diambil oleh Beka lalu diletakan di tumpukan yang tadi tergeletak di hadapan kekasihnya. "Mandi terus ganti baju. Gue siapin makanan—"

"Gue udah makan tadi."

Satu alis Beka terangkat. Pria itu menatap lurus pada mata Rona lalu melirik pada makanan di atas meja. "Itu? Roti bakar sama es teh manis yang baru diminum setengah? Lo sebut itu 'makan'?"

Saat melihat Rona buka mulut, Beka berdecak sambil menggerakan jari telunjuknya. "Mandi, ganti baju, makan."

Dengan bibir mengerucut sebagai bentuk protes, Rona bergegas ke kamar mandi setelah menyambar handuk yang digantung di lemari.

Beka menghelakan napas sambil memandangi hamparan kertas di seluruh penjuru kamar. Kemarin, sewaktu menjemput Rona dan melihat kekasihnya membawa pulang sebuah map besar, dia sempat bingung. Waktu ditanya, Rona bilang itu adalah berkas milik Rahma dan diberikan padanya untuk dipelajari. Katanya semua bukti transaksi ada di sana dan diharapkan dengan semua itu, Rona bisa terbantu menghadapi keluarga ayahnya kelak.

Yah, semoga saja memang bisa.

Minimal, kalo mereka masih ngeyel, satu map itu bisa dipakai untuk memukul kepala mereka. Begitu pikir Beka sebelum memutuskan keluar kamar untuk menyiapkan makan malam.


✿✿✿


Keterbatasan waktu membuat Beka tidak bisa menyiapkan banyak hal. Dalam setengah jam, yang bisa dia siapkan hanya mie goreng dengan topping bakso ditambah telur mata sapi. Seharusnya itu cukup. Mengenal Rona, di saat sedang 'sibuk' seperti ini pasti napsu makannya berkurang dan jadi malas makan berat.

Setelah masakan jadi, Beka masih sempat membereskan dapur sembari menunggu Rona selesai mandi. Namun, kekasihnya tidak kunjung datang. Begitu disusul ke kamar, rupanya Rona tertidur meringkuk di atas kasur.

When The Room Gets Too HotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang