Lima Puluh Tujuh

18.4K 960 35
                                    

3 Maret 20--

Istana negara dihebohkan dengan Elea yang ternyata mau melahirkan. Heboh ini karena seharusnya hplnya masih 3 hari lagi. Dan akhirnya Elea melahirkan di minggu ke 38. Tidak ada persiapan kerumah sakit h-berapa gitu karena memang mau lahiran normal, padahal ekspektasi keluarga ya sesuai hpl atau malah lebih. Ternyata lebih cepat 3 hari.

Tacenda baru akan berkumpul di istana di h-1 Elea melahirkan.

Flashback.

Pukul 4 sore kala Elea sedang berjalan berkeliling taman istana sekaligus memberikan rangsangan kepada janin. Ditemani salah satu ajudan perempuan dirinya hanya menggunakan dress selutut dan tanpa sandal. Itulah kebiasaannya kala hamil tua. Dirinya sering buang air kecil akhir akhir ini jadi tidak bisa lama lama diluar. Selesai 30 menit diluar dan jalan jalan singkat dirinya kembali ke kamar dan mandi sore sebelum duduk diteras sembari nyemil.

Tapi, baru selesai berganti baju tidur perutnya terasa tak nyaman. Kontraksi, tapi Elea mencoba tetap tenang karena akhir akhir itu dirinya sering kontraksi palsu. Dirinya sempat duduk dan mengelus perutnya konstan. Tapi lama lama kontraksi semakin kuat dan membuat Elea mengaduh. Dengan cepat dirinya menyentuh bel di meja nakas. Bel tersebut terhubung langsung keseluruh ruang istana yang ditempati Adiwilaga Tacenda. Bel ini ada 2 bulan lalu dan pertama kali digunakan. Sebelumnya hanya ada bel yang tersambung dengan ajudan. Tapi Adimas Tacenda memaksa diberi bel agar semua tau ada yang urgent.

Suara bel menggema, beruntungnya hari ini Adiwilaga Tacenda baru pulang dari luar kota siang tadi dan sedang istirahat. Sonya Tacenda sedang ada kewajiban sebagai ibu negara yang mengayomi. Dengan bergegas diusia tua nya Adiwilaga keluar kamar dan sudah ditunggu 3 sekprinya.

"Langsung ke Elea, jangan menunggu saya." serunya. Dan Satya dengan Hendri langsung berjalan cepat menuju kamar di sayap kanan. Pintu sudah terbuka dan semua ajudan sudah berkumpul.

"Siap pak. Nona Elea sepertinya akan melahirkan." lapor ajudan perempuan yang menjadi bayangan Elea selama ikut Adiwilaga.

"Siapkan mobil." ucap ajudan baru Adiwilaga Tacenda yang langsung diikuti ajudan lain menyiapkan mobil.

"Haikal hubungi Andrew, juga anak saya Adimas segera ke RS Tacenda, hubungi ibu juga, oh iya besan jangan lupa. Kita selesai dengan Elea langsung berangkat." ucap Adiwilaga sebelum masuk ke kamar. Didalam Elea sudah meringkuk dengan keringat yang muncul banyak.

"Sakit sekali sayang? pegang tangan kakek." ucap Adiwilaga yang tangannya langsung disambut dekapan erat Elea dengan dinginnya suhu tangan.

"Perlengkapan sudah siap?"

"Siap.Sudah."

"Lapor pak, mobil sudah siap." ucap Haikal. Dengan cepat Akbar maju untuk mengangkat Elea.

"Maaf Nona." bisiknya sebelum mengangkat Elea dan berjalan cepat. Mobil sudah berjajar rapi, dengan hati hati dan dijaga ajudan presiden Akbar dengan pelan mendudukkan Elea di kursi penumpang yang sudah disetting sedikit diturunkan. Setidaknya akan nyaman untuk sesaat.

"Andrew sudah menjawab belum?" tanya Adiwilaga. Dirinya panik tapi tetap tenang.

"Nomor Mayor Andrew tidak aktif pak. Saya sedang mencoba menghubungi bagian komunikasi di sana." jawab Haikal.

Siulan sirine dan rotator mulai terdengar, rombongan sudah berangkat.

"Gapapa, tenang, ambil nafas yaa El." ucap Adiwilaga. Elea hanya mengangguk dengan sesekali mengambil nafas dan membuangnya cepat. Rasanya saluran pernafasannya terdesak dan sulit bernafas.

"Sa-kit." ucapnya lirih dengan airmata yang mengalir deras.

"Iyaa.. Sabar kita kerumah sakit. Genggam tangan kakek dulu ya." ucapnya. Adiwilaga merasakan genggaman Elea ditangannya mengerat, mungkin ia sedang menahan semua rasa sakitnya.

𝓗𝓪𝓻𝓶𝓸𝓷𝔂 𝓛𝓲𝓵𝓽  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang