Empat Puluh Tujuh

12.5K 668 41
                                    

Malam hari dikediaman Umar.

"Kak." panggil salah satu sepupu remaja Andrew. Yang memang Elea suruh panggil dirinya Kak, bukan tante dan lainnya.

"Iyaa?"

"Aku beli seblak, ayo makan."

Elea yang mendengar nama makanan terkenal itu tentu excited. Apalagi kalau sampai dia mencoba, ini akan menjadi kali pertamanya mencoba makanan itu.

"Ayoo."

"Jangan sayang." ingat Andrew yang entah darimana muncul.

"Dikit."

"Jangan, nggak usah Bel. Kak El abis sakit perut, nggak boleh makan yang pedes pedes dulu." tuh kan boong alesannya.

"Okee Om."

"Ahh kesel, aku mau coba dikit aja rasanya kaya apa?" seru Elea tak terima. Dirinya ini hanya ingin mencoba loh kok ya ujiannya.

"Sabar dulu ya, kamu kan tau untuk dapat target kita harus banyak yang dikorbankan. Kamu nggak mau kan sia sia? kita pulihkan semua lebih dulu. Setelahnya baru aku izinkan semua mau kamu asal dalam batas wajar ya?" ucap Andrew melembut.

Mereka memang langsung program hamil setelah Elea dinyatakan bersih. Elea tak trauma karena pada dasarnya ia perempuan kuat untuk semua situasi dan kondisi.

"Iya maaf."

"Its okay, gimana harinya? menyenangkan?" tanya Andrew mengalihkan perhatian. Dirinya sebisa mungkin harus mengubah hal yang awalnya mengesalkan menjadi hal yang mengasikkan. Seperti inilah contohnya.

"Senang banget. Aku jadi rasain gimana rumah nggak pernah sepi pengunjung. Banyak anak anak bahkan sampai dewasa datang, kalau di Tacenda tidak ada. Pasti hanya ada acara bukan yang kita open house siapa saja bisa masuk." penjelasan Elea membuat Andrew tertawa geli.

"Ya iya, kalau bapak open house yang ada rusuh. Semuanya mau masuk ke Tacenda 1, udah paling benar memang bapak hanya buat acara kecil kecilan dan tak memaksakan kondisi."

"Bener, aku juga kayanya gempor kalau kakek open house yang ada nggak duduk dan nggak makan."

"Terus gimana pengalaman barunya?" tanya Andrew lagi, Elea kemudian tertarik. Dengan tangan sibuk bermain plastik bekas makan coklatnya ia mainkan acak.

"Terus, anak anak tuh aku denger mereka sesekali ngintip isi amplopnya tau mas. Mereka pada bilang banyak sekali, padahal cuma 30ribu." ucap Elea bingung tapi senang. Pokoknya dia banyak mendapat pelajaran baru disini.

"30 ribu untuk ukuran anak anak dan orang asing itu memang sudah banyak sayang. Apalagi kesini mereka dapat amplop dari kakung, dari mama juga, pasti makin banyak kan?" tanya Andrew yang tentu disetujui oleh Elea.

Elea jadi banyak bersyukur karena dirinya dulu sampai sekarang paling tidak mau mendapatkan uang pecah dibawah 100 untuk isian amplop. Pokoknya kalau bisa yang warna merah.

"Iya, ngeliat ekspresi mereka dah kebayang aku gimana excitednya pas ngitung. Aku dulu gitu soalnya."

"Kamu ngitung pasti merah semua itu."

"Ehe ada dollarnya pula." Andrew total menggelengkan kepalanya takjub dan tentu teringat. Istrinya bukan kalangan biasa, dia itu Tacenda.

"Coba apalagi?"

Yang menjadi kebiasaan baru Andrew adalah dirinya suka ketika mendengarkan Elea bercerita. Kebiasaan Adiwilaga satu itu diturunkan dengan sangat sangat sama persis ke Andrew. Selalu memancing Elea untuk bercerita dan bercerita kalau bisa jangan berhenti. Karena baginya suara Elea bercerita adalah suara paling merdu dan paling nyaman didengar.

𝓗𝓪𝓻𝓶𝓸𝓷𝔂 𝓛𝓲𝓵𝓽  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang