"Bayi hikss bayinya pergi." ucap Elea pertama kali ke Andrew. Dirinya masih berharap ini hanya mimpi, ia berharap bayinya masih ada. Ia berharap sembilan bulan kedepan masih ada bayi diperutnya yang ia tunggu tunggu.
"A- aku jahat jadi ma-ma hiks. Aku nggak tau dia ada, aku bikin dia pergi." Racaunya yang membuat Andrew meneteskan airmata lagi tanpa suara dan memeluknya semakin erat.
"Sayang.."
"Mas pasti kecewa kan sama aku? aku kecewa sama diri aku sendiri. Kenapa aku nggak kuat sihhh!" serunya sembari memukul pahanya keras.
"Heii, liat sini liat mas. Jangan pukul badan sayang sendiri, pukul mas. Biar mas tau sesakit apa walaupun pasti tak akan sesakit itu pukulan kamu. Biarkan mas tau rasa sakit kamu sekarang sayang." setelahnya Andrew mengelus bekas pukulan Elea dan meletakkan tangan istrinya kepundaknya untuk memukul.
"Hikss.. kalau aku kuat pasti bayi juga kuat." keluhnya menyalahkan diri sendiri.
"Mas juga salah. Mas nggak aware ke kamu dari awal, yang pantas disalahkan itu mas bukan sayang. Sayang sudah hebat sehat sampai sekarang walau bayi harus pergi. Itu sudah takdir yang dituliskan di atas sana." jelas Andrew lembut dan terkesan menguatkan.
Dirinya menguatkan Elea padahal ia tak bisa menguatkan dirinya sendiri. Ia hanya berharap Elea kuat dan akan membuatnya semakin kuat. Ia mau dirinya dan Elea sama sama kuat menghadapi ini.
"Tapi bayinya, bayi yang kita tunggu hiks. Mas nunggu lama, aku juga nunggu dia ada. Kenapa diambil secepat itu? apa aku nggak cocok jadi ibu? aku nggak dipercaya sama Allah?" Racauan Elea semakin membuat Andrew semakin ikut merasakan sakitnya, amat sangat.
"Sayang jangan mempertanyakan jalan Allah. Allah memberikan kita anak melihat dari kesiapan kita kan? mungkin Allah tau kita tidak siap dengan kita nggak tau sejak awal dia ada. Allah lebih tau jalan kedepan yang kita tempuh sayang. Allah tau aku pergi dan nggak akan temani kamu hamil. Mungkin itu adalah jalan terbaik yang memang untuk kita." Omongannya jelas salah dan berbanding terbalik.
Menurutnya dan menurut Elea mereka sudah sangat siap dalam memiliki anak dari segi materi dan fisik. Hanya hal terlewat dan sangat penting adalah mereka tidak terpikir konsul dokter. Mereka hanya berusaha sendirian dengan kesibukan masing masing. Padahal hanya hal sesepele konsul tapi tak mereka lakukan.
"Sakit banget, apa ini karma aku dulu hina bayi Emily." ucapan pelan sesak milik Elea membuat Andrew tercengang.
"Hush, apa bilang karma karma. Tidak ada karma yang ada hanya takdir Allah."
"Tapi hiks.. Aku kehilangan bayi, aku bikin bayi pergi." racaunya lagi. Setelah dirinya sadar memang cenderung ia merasa bersalah. Secara total dia merasa bersalah.
"Semua yang terjadi dalam kehidupan kita adalah garis dan ketetapan Allah. Mau bagaimanapun kalau Allah berkehendak kita sebagai manusia bisa apa? Allah itu memiliki jalan terbaik sayang. Allah memberi dan akan ada masanya kembali. Mungkin sekarang kita belum diberi kepercayaan untuk seorang bayi, tapi harus yakin kalau Allah pasti akan memberi lagi yang lebih daripada sekarang." ujar Andrew pelan.
Andrew jelas memiliki pengendalian diri lebih baik daripada Elea. Selain dia sebagai kepala keluarga dituntut untuk lebih siap dan sigap akan segala hal. Dirinya juga wajib lebih kuat daripada Elea, dirinya wajib menenangkan Elea. Menangis pun sama, hatinya sedih, sakit, kecewa. Tapi, sakitnya, sedihnya, kecewanya tak lebih besar atau bahkan tak ada seujung kukupun dengan yang dirasakan Elea. Elea yang memiliki badan Elea yang mengandung, Elea yang terhubung langsung, semua tak ada apa apanya.
"Hikss.. Ya Allah. Hikss.."
Elea hampir gila rasanya. Calon bayi itu memang belum terbentuk dan hanya berbentuk gumpalan. Tapi rasa sayangnya muncul seketika ketika tau didalam dirinya ada dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝓗𝓪𝓻𝓶𝓸𝓷𝔂 𝓛𝓲𝓵𝓽 ✔
Romance[COMPLETED] [IRAMA'S SERIES] Harmony Lilt memiliki arti keselarasan berirama. Bukan seperti menolak karena berbeda kasta, tidak menghakimi karena berbeda pendapat. Hubungan ini tidak serumit itu, hanya saja sedikit perbedaan dalam diri yang belum me...