Hari itu Selasa, tepat satu minggu Hanan cuti dari Sunday Morning. Pukul tiga siang pintu kedai membuka dan lonceng berdenting.
"Ini dia maskot kita akhirnya pulang!" Ari berseru dari balik konter begitu melihat siapa yang datang. Evita yang sedang duduk di bangku tinggi konter tersenyum secukupnya di samping Dannisa.
Hanan muncul dalam keadaan sehat walafiat dalam balutan sweater kelabu bertudung. Senyumnya pada Dannisa--dan hanya pada Dannisa--lebar dan ceria, wajahnya berseri-seri, sorot matanya bersemangat. Tidak ada bekas sakit yang menyiksanya berhari-hari. Hanan tampak sesegar sebelumnya, dengan 'batere' ekstra malah. Itu terlihat dari langkahnya yang sedikit melonjak-lonjak seperti kelinci.
"'Kay, guys, attention, please," Dannisa mengetuk-ketuk permukaan kayu konter, meminta perhatian Ari dan Evita yang melayang dari laptop yang diletakkan di antara gelas dan cangkir mereka.
"Sebentar, gue mau mastiin dulu gue salah liat atau nggak," Ari mengulurkan lehernya tinggi-tinggi, mengikuti langkah Hanan sampai menghilang ke dapur.
"Copy yang ini masih bisa gue rewrite tapi kalo kalian udah oke begini aja gue bakal langsung post besok pagi," Dannisa menunjuk beberapa baris kalimat sebuah dokumen di monitor laptop-nya, "terus minggu depan, hmm, Senin atau Rabu, Cleo pengen feature kita untuk segmen travel di Youtube channel mereka. Mungkin mereka akan kasih kabar via telepon kira-kira lusa. Lo, Ari yang--"
"Dia beneran abis sakit?" Evita memotong.
"Atau dia izin sakit buat ganti batere gitu? Baterenya diganti sama, gatau deh, mesin diesel? Dan?"
"Kenapa tanya gue?"
"Kalian nggak ada DM-an, WA, atau apa gitu selama dia sakit?" Ari bertanya lagi.
Dannisa menghela napas, "apa yang bikin lo menyimpulkan bahwa gue nyimpen kontak Hanan dalam bentuk apapun meski gue adalah bosnya?"
"Dia pernah minta nomer lo dulu," sambar Evita. Dannisa hanya bisa memandang kedua temannya tak percaya.
Mok hitam dengan smiley kuning di atas konter mengepulkan asap tipis. Wangi teh susu menguarkan wangi yang familiar. Di balik konter Hanan mengencangkan ikatan apron di pinggangnya lalu cepat-cepat mengulur kembali lengan kemeja panjangnya yang sedikit tergulung.
"Kamu ngapain?" Dannisa bertanya datar.
Hanan menunjuk mok itu dengan dagunya, "sebentar lagi kamu mau bikin, kan?"
Dannisa mendengus tertawa, "kamu kerasukan apa lagi hari ini?"
"Hmm... setan yang biasa?"
"Terus ke mana perginya setan yang seminggu lalu marah-marah ke saya kayak orang gila?"
"Berhasil saya usir selama seminggu." Hanan meneguk segelas air putih, "akhirnya."
"Nan, tau nggak?"
"Apa?"
"Saya mulai lelah sama permainan kamu."
"Tapi kamu sebenernya tahu saya nggak main-main, kan" tangan Hanan yang bebas menjangkau puncak kepala Dannisa. Namun Dannisa lebih cepat. Ditepisnya tangan Hanan sebelum sehelai rambutpun berhasil disentuhnya.
"Cukup sekali kemarin aja kamu bertingkah."
"Maafin saya, ya." Hanan berkata singkat. Di saat yang bersamaan seorang gadis muda masuk dan menghampiri konter.
"Selamat sore, selamat datang di Sunday Morning," Hanan tersenyum ramah. Pesonanya setiap berhadapan dengan pelanggan seperti apapun tidak pernah gagal membuat Dannisa terkesan.
![](https://img.wattpad.com/cover/359763321-288-k166741.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Sunday Morning
Roman d'amour3 sahabat sepakat untuk meninggalkan hidup yang kacau dan memulai rencana ternekat dalam hidup mereka: membuka kedai kopi. Ari, gadis populer berjiwa bebas, Evita, sang hopeless romantic, dan Dannisa, si domba hitam keluarga, berjuang membangun bis...