CHAPTER 60

72 8 3
                                    

Ethan mengetuk pintu kamar berwarna putih dengan pola-pola ringan yang menghiasi tepiannya. Pria itu menunggu jawaban dari dalam, namun tak terdengar sahutan apapun. Tak lama kemudian, keluar wanita paruh baya dengan memegang lilin dalam lampu yang terbuat dari kaca dari sebalik pintu.

"Nona sudah tidur, Tuan."

Ethan mengusap tengkuknya. Perasaannya masih tidak enak ketika mengingat hal yang baru saja terjadi. Lantas ia melihat Jess yang tersenyum lembut penuh keibuan balik menatapnya. Wanita paruh baya itu sudah seperti ibu kedua baginya dan Everyl sehingga ia sangat menghormatinya.

"Apa aku boleh masuk sebentar?"

Jess mengangguk pelan, "Tetapi tolong jangan membangunkannya. Beberapa hari ini nona sedang tidak baik-baik saja."

Ethan terdiam, lalu membiarkan Jess melangkah pergi meninggalkannya yang tercenung di depan pintu. Ah, kini ia semakin merasa bersalah. Lalu dengan langkah pelan, ia masuk dan mendekati ranjang besar itu. Dengan cahaya remang, Ethan masih bisa melihat dengan jelas bagaimana tubuh mungil yang terbungkus selimut saat ini sedang memunggunginya. Nafas gadis itu terdengar teratur sehingga Ethan yakin kalau ia benar-benar sudah tertidur.

Dengan hati-hati Ethan mendudukkan bokongnya ditepian kasur lalu menunduk menatap punggung sang adik dengan mata sayu.

"Maafkan aku..." Ia bergumam kecil.

"Maafkan aku, Eve. Aku gagal menjadi kakak yang baik untukmu. Seharusnya aku lebih memikirkanmu. Maafkan aku."

Ia menggumamkan hal itu berkali-kali. Tentu saja Ethan tau betapa pengecutnya dirinya karena mengatakan ini saat sang adik sedang tertidur. Namun rasa gengsinya cukup besar sehingga ia butuh waktu mengumpulkan keberanian untuk benar-benar meminta maaf secara benar.

Ethan mengusap kasar wajahnya, lalu dengan ragu ia meraih pucuk kepala sang adik yang sedang tertidur lalu mengusapnya dengan lembut sehingga tidak akan mengganggu tidurnya.

"Kuharap kau tidak membenciku, adik kecilku."

Setelah mendengar langkah yang menjauh dan menghilang, Everyl segera membuka matanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah mendengar langkah yang menjauh dan menghilang, Everyl segera membuka matanya. Ia meremas pelan selimut yang menutupi tubuhnya dengan air yang menetes di ujung mata dan membasahi bantalnya. Ia masih marah dan kesal pada Ethan. Karena kakaknya itu terlihat tak acuh padanya. Meski tak mengatakannya secara gamblang, Sejujurnya Everyl cemburu akan perhatian Ethan pada Cordelia. Ia ingin memiliki Ethan sendiri meski pria itu menyebalkan. Tapi tentu saja ia tak bisa egois. Faktanya sang kakak menyukai sahabatnya. Seharusnya ia senang atau bahkan membantunya. Tapi karena hatinya merasa tak ikhlas, itulah yang membuatnya tak peduli pada tindakan sang kakak yang mendekati Cordelia. Sama sekali tak terbesit keinginan untuk membantu mendekatkan.

Setelah mendengarkan permintaan maaf dan penuturan Ethan barusan, ia tidak bisa mengatakan apapun dan merasa ikut sedih. Ia tahu bahwa Ethan juga menyayanginya. Tapi ia tidak ingin kasih sayang itu terbagi dengan yang lain. Jadi ia memutuskan untuk egois dan tetap mendiamkan sang kakak. Terlebih setelah semua hal yang sudah terjadi. Ia bahkan tidak sempat benar-benar menghabiskan waktu dengannya. Everyl terlalu terlambat menyadari bahwa sang kakak begitu berharga.

EVELIA : Behind 'The Secret'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang