CHAPTER 75

104 14 5
                                    

"Your Highness, kami menemukan sesuatu!"

Semua segera mengikuti ksatria itu dan di hadapan mereka, sebuah gua besar terlihat di tengah hutan. Mereka bingung, merasa seolah gua tersebut baru muncul. Ini berarti asumsi Cordelia tentang gua itu mungkin benar adanya.

Di sekitar mulut gua, sekelompok orang berjubah gelap sedang bergerak dengan terburu-buru, tampaknya bersiap untuk meninggalkan tempat itu. Tanpa ragu, pasukan pencarian Everyl segera menyerbu mereka. Suara dentingan pedang yang bertabrakan dan seruan-seruan mantra terdengar menggema di udara. Para ksatria bertarung mati-matian melawan para penyihir hitam, yang tampak bergerak lincah, seperti bayang-bayang yang hidup dalam kegelapan.

Di tengah kekacauan, Aeron memandang ke sekitar dengan cepat, mencari-cari keberadaan Everyl. Namun, matanya tidak menangkap sosok adik Ethan itu di antara para penyihir di luar gua. Tanpa berpikir panjang, ia berlari memasuki gua, kegelapan menyambutnya seperti rahang raksasa yang ingin menelan. Cordelia melihat Aeron yang masuk ke dalam gua, segera mengikutinya tanpa sedikit pun keraguan di matanya.

Gua itu dingin dan lembap, dengan dinding-dinding batu yang terasa dingin di kulit. Langkah kaki mereka menggema, suara napas mereka saling bersahutan dengan kecemasan yang terus memburu. Di dalam gua, Aeron melihat beberapa penyihir yang berjalan ke luar, salah satu dari mereka tampak menggendong seorang gadis di bahunya.

"Everyl!" gumam Aeron dengan marah, dan tanpa diberitahu pun ia tahu gadis itu adalah Everyl. Darahnya mendidih, kemarahan membara di dadanya. Dia segera menghunus pedangnya, berlari dengan kecepatan kilat menuju penyihir yang membawa gadis itu. "Lepaskan dia!" teriaknya sambil menebaskan pedang dengan kekuatan penuh.

Para penyihir berbalik, terkejut oleh serangan tiba-tiba itu. Aeron menyerang tanpa ampun, pedangnya menari dalam kegelapan, menciptakan kilatan cahaya sesaat ketika pedangnya menghantam jubah-jubah hitam mereka. Dalam beberapa detik, ia berhasil merebut Everyl dari salah satu penyihir yang terguncang, memeluknya dengan erat meskipun tubuh Everyl terkulai tak berdaya.

Sementara Aeron berjuang melawan para penyihir itu, Cordelia berlari mendekati mereka, matanya penuh ketegangan. Ia berjongkok di samping Everyl dan dengan cemas memeriksa denyut nadinya. "Eve... bangun! Tolong, sadarlah!" Cordelia berbisik, berusaha membangunkannya dengan lembut.

Di luar gua, pertarungan masih berlanjut. Para ksatria Dalwood, dengan keberanian yang membara, perlahan-lahan mendesak para penyihir ke sudut. Penyihir hitam tampak semakin tersudut, terjebak oleh barisan perisai dan pedang yang mengancam mereka. Merasa terpojok, mereka tiba-tiba merapal mantra dan melemparkan sesuatu ke tanah. Dalam sekejap, asap tebal berwarna hitam pekat mengepul, menyelimuti seluruh medan pertempuran, membuat pandangan para ksatria kabur.

Asap itu berputar-putar, menciptakan ilusi bayang-bayang dan suara-suara samar, membuat para ksatria tersesat dalam kebingungan sesaat. Ketika asap perlahan-lahan menghilang, keberadaan para penyihir pun lenyap, seolah mereka hanyalah bayangan yang memudar ke dalam malam.

Aeron keluar dari dalam gua, menggendong Everyl yang masih tak sadarkan diri. Matanya berkilat tajam dalam kegelapan, tubuhnya dilapisi keringat dan debu pertempuran. Di sampingnya, Cordelia berjalan dengan langkah cepat, menjaga jarak dengan Aeron agar tetap dekat. Ketika Ethan melihat mereka keluar, matanya segera terbelalak, wajahnya yang cemas berubah menjadi lega yang mendalam.

"Everyl!" teriak Ethan sambil berlari mendekat, tangannya terulur bermaksud mengambil alih adiknya dari Aeron. Tapi Aeron menahan, menatap Ethan dengan tajam namun penuh pengertian.

"Kau sudah terlalu lelah, Ethan," ucap Aeron, suaranya tegas namun penuh perhatian, "Biar aku saja. Kau butuh istirahat."

Ethan hendak membantah, namun melihat wajah Aeron yang penuh ketegasan dan mata adiknya yang masih tertutup rapat, ia tahu Aeron benar. Dengan napas berat, Ethan mengangguk, menekan perasaannya yang kacau balau, kemudian berkata, "Baiklah... tapi pastikan dia baik-baik saja."

EVELIA : Behind 'The Secret'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang