Keesokan harinya, matahari pagi baru saja beranjak naik di langit, sinarnya menembus jendela-jendela besar kediaman keluarga Dalwood. Burung-burung berkicau riang, dan embun pagi masih segar di daun-daun. Tapi suasana di dalam kediaman tidak secerah itu, ada kegelisahan yang menggantung di udara.
Aeron tiba di kediaman itu lebih awal dari yang dijadwalkan, membawa sebuket bunga dan beberapa kotak hadiah yang dibawa oleh Eric, seorang ksatria yang setia mengikutinya. Sebenarnya, membawa hadiah ini adalah hasil paksaan para ksatrianya, namun Aeron tidak keberatan. Ada sesuatu dalam hatinya yang mendesak, sesuatu yang ingin segera disampaikan.
Ethan, yang tengah berdiri di teras depan, terkejut melihat Aeron datang di jam sepagi ini. Mata Ethan memicing, menatap curiga saat melihat bunga-bunga yang berada di tangan Aeron.
"Aeron, kenapa kau datang jam segini?" tanya Ethan dengan nada datar, namun terdengar jelas nada ketidaksenangan dalam suaranya. "Bukankah ini masih terlalu pagi? Kita berencana berkumpul jam tiga sore, bukan?"
Aeron, dengan tenang, menjawab, "Aku ingin bertemu dengan Eve."
Mata Ethan langsung membulat terkejut, namun kemudian beralih menatap bunga dan kotak-kotak hadiah yang dibawa Eric. "Bukankah kau sudah tahu keadaannya? Lagi pula, kau akan bertemu dengannya nanti bersama yang lain."
Aeron tetap tenang, meskipun bibirnya melengkung dengan sedikit senyuman kecil. "Ada yang ingin kubicarakan dengannya," jawabnya.
Ethan mengernyitkan dahi, ketidaksukaannya semakin jelas. "Jangan mempermainkan perasaannya, Aeron. Kau jelas tahu bahwa dia menyukaimu. Tapi bagaimana denganmu? Dia adalah adikku, dan aku takkan membiarkan kau menyakitinya."
Aeron menghela napas sejenak, lalu menatap mata Ethan dengan kesungguhan yang dalam. "Aku tahu, Ethan. Aku tak berniat mempermainkannya. Jadi biarkan aku menemuinya."
Mendengar nada tulus dalam suara Aeron, Ethan terdiam sejenak, mencoba menilai niat yang tersembunyi di balik mata sahabatnya itu. Akhirnya, ia menghela napas berat, menyerah pada permintaan Aeron. "Baiklah," katanya, suaranya sedikit lebih tenang. "Kau bisa menemuinya, tapi ingat, jika suka, katakan suka. Jika tidak, tinggalkan saja. Aku akan membujuknya agar tidak terlalu terluka. Tapi ingat ini, Aeron, kau benar-benar akan mati, tidak peduli apa statusmu, jika kau berani membuatnya menangis."
Aeron tidak menjawab, hanya tersenyum kecil, menghargai ketegasan Ethan yang sebenarnya mengingatkannya pada dirinya sendiri. Ia tahu, jika berada di posisi Ethan, ia akan melakukan hal yang sama. Aeron memahami rasa khawatir itu, dan justru ia merasa semakin mantap dengan keputusannya.
Dengan tenang, ia melangkah menuju kamar Everyl, hati berdebar di dalam dada. Ia tahu, ini bukan hanya sekadar kunjungan biasa. Ada sesuatu yang lebih besar yang ingin disampaikan, sesuatu yang lebih dalam dari sekadar perhatian. Saat ia mencapai pintu kamar Everyl, Aeron menarik napas dalam, mempersiapkan diri untuk apa yang mungkin terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
EVELIA : Behind 'The Secret'
Historyczne"Mari kita bertunangan, Your Grace" "Mari kita batalkan pertunangan ini, Your Highness" Kedua gadis yang berada dalam dua kondisi berbeda, membuat mereka bertindak tidak seperti 'diri' mereka sendiri. Ivana dan Adelia menyadari bahwa keduanya masuk...