Waktu berlalu begitu cepat, Calix merasa sudah saatnya bagi dirinya untuk pulang. Selain karena waktu, tatapan Reagan yang sejak beberapa saat lalu datang bergabung dengan mereka terasa sangat mengganggu baginya. Terlihat jelas pria bersurai ungu gelap itu tidak senang akan kehadiran Calix.
"Terima kasih atas jamuannya, Lady. Terima kasih juga karena sudah mengobati luka saya." Calix berujar sembari mengecup punggung tangan Cordelia sebagai salam hormat dan perpisahan.
"Tidak perlu berterima kasih, aku hanya bertanggung jawab atas apa yang sudah kulakukan," ucap gadis itu sambil mengusap lembut tengkuknya.
"Kalau begitu saya pergi—"
"Tunggu sebentar," cegat Cordelia. Gadis itu menarik lengan Calix yang baru saja hendak berbalik.
"Y-ya? A-ada apa, Lady?" Calix tiba-tiba gugup karena sentuhan dari gadis itu.
"Aku ingin memeriksa ini sebentar..."
Cordelia melangkah semakin mendekat membuat Calix refleks menahan nafasnya. Gadis bersurai ungu gelap itu mengulurkan tangannya ke arah wajah Calix, jemarinya menyingkap untaian rambut yang menutupi perban luka di dahi pria itu.
"L-lady..." Calix berujar lirih.
"Semoga saja tidak berbekas."
Setelah memastikan hal yang ingin ia pastikan, Cordelia segera menjauhkan tangannya dan melangkah mundur.
"Sudah selesai," ucap gadis itu sambil tersenyum.
"B-baiklah. Kalau begitu, s-saya pamit undur diri. Sampai jumpa lagi, Lady."
"Ya, sampai jumpa lagi. Hati-hati."
Cordelia melambaikan tangannya sebagai tanda perpisahan. Calix pun mengangguk singkat kemudian berbalik dan melangkah menuju kereta kuda yang sudah menunggunya sejak tadi. Namun sesaat sebelum ia melangkahkan kakinya untuk naik, pria itu tiba-tiba berbalik.
"Lady..." panggilnya ragu.
"Ya? Ada apa?"
"Apa saya boleh mengirim surat untuk Anda?"
Mendengar pertanyaan itu, Cordelia pun mengernyit bingung. Ia memiringkan kepalanya sembari membatin, memangnya harus minta izin untuk itu ya?
Cordelia mengembalikan ekspresi wajahnya kemudian tersenyum manis. "Tentu saja. Ayo saling bertukar surat," ujar gadis itu.
Calix tersenyum lebar. Untuk sesaat Cordelia pun terpana akan senyuman yang indah itu. Mungkin ketampanannya kalah jika dibandingkan dengan para pemeran utama, karena pada dasarnya wajah pria itu masuk tipe soft boy dengan wajah yang manis dan lembut. Tapi tentu saja itu memiliki daya tarik tersendiri.
"Terima kasih karena sudah mengizinkan saya melakukan itu. Kalau begitu sekarang saya benar-benar akan pergi. Sampai jumpa lagi, Lady Cordelia."
Kereta yang dinaiki Calix sudah pergi meninggalkan kediaman keluarga Apollyon. Kini di depan mansion itu hanya tinggal Cordelia, Marylin, dan Alex si butler.
"Nona, ada surat untuk Anda," ucap Alex sembari memberikan surat yang ia maksud.
"Surat? Dari siapa?" Gumam gadis itu bingung.
Tanpa pikir panjang, segera saja Cordelia mengambil surat itu. Stempel yang ada di surat itu terlihat tak asing di matanya.
"Stempel ini... surat dari istana?"
"Itu benar, Nona. Tak lama setelah Anda kembali, ada ksatria istana yang datang mengantarkan surat itu."
Cordelia menerka-nerka siapa anggota keluarga kekaisaran yang tiba-tiba mengiriminya surat di situasi seperti ini. Ia sudah berbicara dengan Kaisar. Lalu mustahil itu adalah surat dari Putra Mahkota jika mengingat bagaimana akhir pertemuan mereka saat di istana tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
EVELIA : Behind 'The Secret'
Fiksi Sejarah"Mari kita bertunangan, Your Grace" "Mari kita batalkan pertunangan ini, Your Highness" Kedua gadis yang berada dalam dua kondisi berbeda, membuat mereka bertindak tidak seperti 'diri' mereka sendiri. Ivana dan Adelia menyadari bahwa keduanya masuk...