Suara derap langkah bersahutan di atas lantai kayu menara. Ya, Everyl akhirnya tiba di menara meski sedikit terlambat dari perkiraan akibat tadi sempat ada krisis di jalan. Namun mereka tetap sampai dengan selamat. Saat ini Everyl, Jess, dan ksatria yang menemaninya bergerak mengikuti salah seorang penyihir putih yang berjaga di lantai bawah untuk diantarkan ke tempat Arcus– Sang Penyihir Agung.
Cukup banyak yang bisa gadis itu lihat. Ternyata menara tidak seperti yang ia duga, selama ini ia kira menara tempat penyihir itu sama seperti menara tempat Rapunzel dikurung oleh penyihir jahat yang ingin memanfaatkan kekuatan rambutnya. Namun yang ia lihat saat ini, meski dari luar menara tampak kecil bulat dan tidak menarik, ternyata jika sudah berada di dalamnya, tempat ini begitu luas dan memiliki banyak ruangan. Penyihir-penyihir biasa pun begitu banyak disana melakukan pekerjaan mereka atau sekedar lewat dan belajar. Sepertinya ukuran dalam menara dibuat dengan sihir sehingga bisa lebih besar dari tampilan luar bangunan.
Semuanya sibuk masing-masing. Beberapa dari mereka ada yang menatap ke arahnya, namun setelah itu kembali pada kesibukan mereka. Entah kenapa rasanya seperti mereka sudah mengetahui siapa dirinya sehingga tidak perlu membuat reaksi bingung. Ya, Everyl mengakui ia cukup bersyukur untuk itu. Karena sesungguhnya berbagai tatapan asing sangat membuatnya tidak nyaman.
Setelah cukup lama berjalan tanpa mengeluh, akhirnya mereka sampai di ruangan Arcus. Terlihat pria itu sedang membaca sebuah buku yang sampulnya tampak kuno dan rusak sebagian. Tapi Everyl tidak terlalu memperdulikan hal itu. Ia hanya berpikir apa alasan Arcus menyuruhnya datang ke menara dan apa maksud dari perkataannya saat itu.
"Tuan Penyihir Agung, lady Dalwood telah tiba," ujar penyihir itu padanya. Orang yang berusia sudah seabad itu tidak mengatakan apapun, namun penyihir yang tadi mengantar Everyl sudah lebih dulu pamit dan pergi meninggalkannya, Jess, serta ksatria yang juga bersamanya berada diruangan ini.
"Apa yang dibaca sampai-sampai kami diabaikan gini?" Gumam gadis itu sedikit menggerutu. Karena sudah cukup lama rasanya keberadaan mereka diabaikan. Ia berpikir apakah sebenarnya pria tua itu hanya mengisenginya saja? Mereka bahkan tidak disuruh duduk atau disuguhi makanan ringan. Tapi bukankah itu sungguh kekanakan untuk seseorang yang berusia 100 tahun lebih? Bahkan beliau adalah pemimpin menara sihir.
"Perputaran waktu."
Everyl tersentak mendengar suara berat dan khas orang tua itu. Netranya segera melirik Arcus dengan bingung. Begitu pula dengan dua orang dibelakangnya.
"Ya?" Gadis itu mengernyit.
Apa kakek mendengarnya?
Arcus akhirnya menutup buku tebal kuno itu. Mata yang sudah keriput tersebut menatap tajam pada kedua orang dibelakang Everyl membuat mereka menundukkan kepala semakin dalam. Di lain sisi, Everyl yang melihat itu cukup terheran. Namun sedetik kemudian ia tersadar, lalu berbalik untuk meminta Jess dan ksatrianya keluar dari ruangan tersebut serta membiarkan dirinya bersama Arcus di ruangan ini.
"Tapi, Nona.."
"Tenanglah, Jess. Tunggulah di luar bersama sir Zachary. Percayalah padaku. Lagi pula beliau adalah kakek buyutku sendiri. Tidak mungkin akan menyakitiku," ujar Everyl pada Jess dengan lembut.
Dengan berat hati, wanita paruh baya itupun akhirnya menurut meski masih terlihat ragu. Ia juga mengajak sir Zachary untuk keluar bersamanya hingga akhirnya gadis itu benar-benar tinggal berdua saja bersama Arcus di ruangan tersebut.
Everyl berjalan mendekat dengan perlahan, lalu duduk di sofa yang ada di samping meja kerja milik Arcus. Pria tua itu juga akhirnya berjalan dengan tongkat sebagai tumpuan ke arah sofa tunggal di hadapan everyl.
KAMU SEDANG MEMBACA
EVELIA : Behind 'The Secret'
Fiction Historique"Mari kita bertunangan, Your Grace" "Mari kita batalkan pertunangan ini, Your Highness" Kedua gadis yang berada dalam dua kondisi berbeda, membuat mereka bertindak tidak seperti 'diri' mereka sendiri. Ivana dan Adelia menyadari bahwa keduanya masuk...