Everyl menyilangkan tangan di depan dada, tatapannya tajam namun datar. Di hadapannya, Allerick berdiri dengan senyum sinis yang menghiasi wajahnya. "Tak kusangka, kau bisa bersikap setenang ini di hadapanku," ucapnya dengan nada yang penuh ejekan.
Everyl tak tergoyahkan. Suaranya tenang, meski dingin, "Maaf, Your Highness. Mungkin efek dari penyekapan kemarin, kepalaku sedikit sakit. Jadi, harap maklumi jika sikapku yang sedikit kurang ajar." gadis itu menyeringai sinis. Jelas sekali ia tak benar-benar menyesal.
Allerick terkekeh, suara tawanya tipis dan menusuk. "Sepertinya penyekapan itu juga membuatmu lupa pada tata krama, ya? Tapi kali ini, akan kubiarkan."
Dengan sikap tak acuh, Everyl hanya mengedikkan bahu, tak peduli pada tatapan tajam di depannya. "Apa yang sebenarnya ingin Anda bicarakan?" tanyanya tanpa basa-basi, seolah waktu yang berlalu hanya mempertebal rasa jengkelnya.
Allerick terdiam sejenak, seperti ragu untuk melanjutkan. Keheningan itu membuat Everyl menghela napas berat, sebelum akhirnya ia berdecak. "Mengapa Anda begitu lama berpikir? Malam sudah semakin larut, dan saya membutuhkan istirahat. Jangan lupa, saya ini baru saja menjadi korban penyekapan," katanya dengan nada sinis yang menggantung di udara.
Tatapan Allerick berubah menjadi lebih serius. "Apa yang terjadi dengan Cordelia?" tanya pria itu, suaranya rendah namun penuh tuntutan.
Pertanyaan itu menghantam Everyl seperti badai yang tiba-tiba datang. Tangannya yang semula terlipat di depan dada perlahan turun, dan tubuhnya menegang tanpa ia sadari. Allerick melihat perubahan itu-tanda bahwa gadis di depannya mengetahui lebih dari yang ia katakan. Rasa curiga melintas di matanya.
Namun, Everyl berusaha menguasai diri. Wajahnya berbalik menjauh dari tatapan Allerick. "Apa maksud Anda menanyakan hal ini pada saya? Bagaimana mungkin saya tahu soal itu? Lagi pula, hubungan Anda dan Cordelia tidak sedekat itu, bukan?" jawabnya berusaha mengelak, meski nada suaranya sedikit bergetar.
Allerick mengerutkan kening, wajahnya tiba-tiba gelap, serupa bayang-bayang yang menelan cahaya. "Benar, hubungan kami tidak begitu baik. Tapi kali ini berbeda. Aku tahu kau tahu sesuatu. Jangan berusaha mengelak," ucapnya dengan tekanan yang tak bisa diabaikan.
Detak jantung Everyl semakin cepat. Ia menelan ludah, gugup. "Saya tidak tahu apa-apa. Jika Anda penasaran, tanyakan saja langsung pada Cordelia. Jangan menekanku seperti ini, Your Highness. Hanya karena Anda Putra Mahkota, bukan berarti Anda bisa bertindak sewenang-wenang kepada saya," katanya, mencoba menyembunyikan kegugupannya di balik nada suara yang tampak tak acuh.
"Dan sekalipun saya tahu, itu bukan ranah saya untuk mengatakannya. Meski Cordelia adalah sahabat saya, ini bukan sesuatu yang bisa saya campuri. Jadi sebaiknya, Anda kembali ke istana. Saya benar-benar lelah sekarang, dan saya tidak ingin terkesan kurang sopan dengan mengusir Anda, tapi saya rasa Anda perlu mempertimbangkan keadaan saya."
Everyl membungkukkan badan sedikit, memberikan salam perpisahan. Namun sebelum ia sempat melangkah pergi, suara tenang namun menggugah dari Allerick menghentikannya. "Apakah alasan ini juga yang membuatmu menghindari Aeron?"
Everyl berbalik dengan cepat, matanya bertemu dengan tatapan dingin dan menusuk milik Allerick. "Kau pikir aku tidak memperhatikan? Lady yang biasanya ceria itu, mendekati Duke Haverford, tiba-tiba saja menjauh. Di saat yang sama dengan bagaimana Cordelia menjauh dariku. Apa kau masih ingin berkelit lagi? Aku hanya diam selama ini, tapi bukan berarti aku tidak tahu."
Setiap kata yang keluar dari mulut Allerick membuat darah di wajah Everyl terasa dingin. Namun, dengan sekuat tenaga, ia mempertahankan ekspresi datarnya. "Saya tidak punya banyak hal untuk dikatakan, Yang Mulia. Hubungan saya dengan Duke Aeron bukan urusan Anda, begitu pula dengan hal lainnya. Namun, agar Anda berhenti mengungkit omong kosong ini... ya, kami memiliki alasan yang sama. Sekarang, bisakah Anda pergi? Saya benar-benar lelah."
KAMU SEDANG MEMBACA
EVELIA : Behind 'The Secret'
Historical Fiction"Mari kita bertunangan, Your Grace" "Mari kita batalkan pertunangan ini, Your Highness" Kedua gadis yang berada dalam dua kondisi berbeda, membuat mereka bertindak tidak seperti 'diri' mereka sendiri. Ivana dan Adelia menyadari bahwa keduanya masuk...