Tok tok
Suara ketukan di pintu kamarnya, membuat Cordelia tersadar dari lamunannya. Tak berapa lama setelah ia menyuruh seseorang yang ada di balik pintu itu untuk masuk, muncul Marilyn dari sana. Pelayan muda itu segera menutup pintu dengan rapat, kemudian berjalan menghampiri nona mudanya yang sedang duduk di meja kerjanya itu.
"Nona, saya sudah memata-matai nona Helene seperti yang Anda perintahkan," ucap Marilyn dengan suara rendah.
Cordelia mengangguk, memandang Marilyn dengan sorot mata penuh kewaspadaan. Sejak ingatannya tentang kehidupan pertama mulai kembali, rasa curiganya terhadap Helene semakin menguat, terutama setelah ingatan terakhir yang muncul.
Di sudut gelap penjara bawah tanah, seorang gadis berambut ungu gelap, duduk meringkuk di salah satu sel yang lembab dan berbau busuk. Tubuhnya yang kurus penuh dengan luka dan memar. Cahaya kehidupan seakan telah hilang dari matanya yang kosong dan hampa.
Tiba-tiba, suara langkah kaki bergema di koridor sempit. Cordelia mengangkat kepalanya perlahan, memperhatikan bayangan yang semakin mendekat. Ternyata itu adalah Helene, gadis berambut pirang yang selalu tampil anggun, ditemani oleh dua penjaga yang bersenjata.
Cordelia hanya menatap dingin pada Helene yang baru datang itu. Tanpa emosi, dia mengawasi setiap gerakan gadis tersebut. Helene memberikan isyarat pada penjaga untuk meninggalkannya berdua dengan Cordelia.
"Aku ingin bicara berdua saja," kata Helene dengan suara lembut yang tak bisa menyembunyikan nada sinis.
Penjaga itu saling bertukar pandang dengan ragu, sebelum akhirnya salah satu dari mereka memberi peringatan, "Hati-hati, My Lady. Dia bisa saja menyerangmu."
Helene tersenyum tipis, "Jangan khawatir, aku tahu apa yang kulakukan."
Dengan enggan, kedua penjaga itu pergi, meninggalkan Helene dan Cordelia di tempat itu. Hening sejenak menyelimuti ruangan sebelum Cordelia akhirnya berbicara.
"Apa yang kau inginkan?" suara Cordelia serak, penuh kemarahan yang terpendam.
Helene melangkah mendekat, setiap gerakannya terukur dan angkuh. "Aku hanya ingin mengucapkan selamat tinggal untuk yang terakhir kalinya," jawabnya, senyum sinis menghiasi wajahnya yang cantik.
Cordelia menatap nyalang ke arah Helene, rasa benci dan frustasi memancar dari matanya. Namun, tiba-tiba matanya membelalak kaget ketika melihat warna mata Helene yang berubah menjadi biru cerah.
"Kau... apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba..." Cordelia berusaha memahami perubahan yang aneh ini.
Helene tertawa dengan nada yang dingin dan penuh kebencian. "Ah, seru sekali melihat kalian semua tertipu olehku. Apa kau benar-benar berpikir aku adalah adik tirimu?"
Rasa marah dan penghianatan menyelimuti Cordelia. "Berani-beraninya kau!" teriaknya dengan penuh emosi. Tanpa bisa menahan diri, dia menyerbu ke arah Helene, berharap bisa menjambak rambut pirang itu. Namun, sel penjara yang menghalangi membuatnya hanya bisa meraih udara kosong.
Helene memandang Cordelia dengan rasa puas. "Lihat dirimu sekarang, Cordelia. Terjebak dan tak berdaya. Sedangkan aku, bebas untuk menjalankan rencanaku."
Cordelia menggertakkan giginya, air mata kemarahan mengalir di pipinya. "Kau tidak akan bisa lolos dari ini, Helene. Aku bersumpah akan membalas dendam."
Helene mendekatkan wajahnya ke jeruji sel, memperlihatkan senyum yang penuh ejekan. "Kau ingin membalas dendam?" tanyanya dengan nada mengejek, sambil mengangkat alis.
KAMU SEDANG MEMBACA
EVELIA : Behind 'The Secret'
Fiksi Sejarah"Mari kita bertunangan, Your Grace" "Mari kita batalkan pertunangan ini, Your Highness" Kedua gadis yang berada dalam dua kondisi berbeda, membuat mereka bertindak tidak seperti 'diri' mereka sendiri. Ivana dan Adelia menyadari bahwa keduanya masuk...