CHAPTER 8

183 21 3
                                    


Ternyata seperti ini bentuknya. Sebongkah batu dengan ukuran seperti bola kristal yang ada di tempat-tempat penyihir di film yang biasa kutonton. Bedanya batu ini berwarna merah.

"Kau akan menggunakan batu itu untuk menghubungi lady Apollyon?"

Ethan berdiri diambang pintu dengan bersidekap santai, melihat dari jauh.

"Bagaimana kakak tau?"

Aku berbalik melihatnya, dia perlahan berjalan mendekat dan dengan sengaja mengacak rambutku sebelum akhirnya berdiri disamping meja tempat batu itu diletakkan membuatku berdecak kesal padanya. Hampir saja aku menendang tulang keringnya.

"Itu yang selalu kau lakukan. Bahkan kau adalah orang yang paling sering menggunakan benda aneh ini."

Sembari memperbaiki anak rambutku yang kusut karena ulahnya tadi, aku sedikit mendorong tubuhnya agar menjauh.

"Bukan aneh, tapi menakjubkan!"

"Yayaya."

Aku kembali berdecak dan memutar bola mata dengan malas menunggu inisiatif pria yang 5 tahun lebih tua dariku itu untuk segera keluar memberiku privasi.

"Kakak tidak berencana keluar?"

"Haruskah?"

Tidak menjawab, tapi aku memelototinya tajam. ia tertawa keras, lalu mulai beranjak, dan ingin mengacak lagi rambutku namun segera kutepis keras.

"Dasar adikku yang galak tapi pemalu di luar," ejeknya.

Ia sudah pergi, aku mulai menghubungi Cordelia sesuai dengan instruksi yang tadi sudah diberikan kepala pelayan sebelum ia meninggalkanku tadi. Tentu saja aku mengatakan bahwa aku lupa cara menggunakannya dibanding mengatakan tidak tahu cara menggunakannya.

Bola merah itu memancarkan cahaya memutar seperti cincin. Hingga orang di seberang sana menerima panggilan dan bisa kulihat Cordelia berdiri dengan wajah terheran miliknya. Aku tertawa melihat itu, lalu melambai padanya.

"Jadi ada telepon berbentuk batu di dunia ini?" tanyanya dengan nada sarkas.

"Anggap saja seperti itu, setidaknya kita jadi lebih mudah berkomunikasi."

"Jadi... Ada apa?"

Cordelia membuatku tersadar akan maksudku menghubunginya. Setelah menarik dan menghembuskan nafas perlahan, aku menatap dirinya.

"Lo bilang Cordelia di novel berakhir di bakar hidup-hidup, kan?"

"Lo cuma mau nanyain hal yang udah gue kasih tau berkali-kali? Ya, Cordelia di bakar hidup-hidup. Dan sekarang gue Cordelia. Puas lo?" Jawabnya sambil bersedekap. Nada sinis itu bisa kupahami karena aku tahu pasti bagaimana perasaannya.

Ada jeda hening sejenak, aku tidak mencoba memulai pembicaraan.

"Serius deh, lo cuma mau diem-dieman gini? Apa sih yang mau lo bicarain sebenarnya?"

Cordelia berujar dengan nada menuntut membuatku tersentak kaget, lalu dengan nada ragu aku berucap padanya.

"Bagaimana dengan Everyl? Apa yang terjadi dengan Everyl di novel? Lo kan udah baca novel sampai habis."

"Hm... di novel nggak dijelasin secara detail. Di sana cuma ditulis kalo Cordelia dan seluruh anggota keluarganya di eksekusi. Lalu pengikutnya juga, bahkan keluarga pengikutnya itu juga terseret."

"Kalo gitu berarti Everyl juga mati, kan?"

"Hmm... Mungkin?"

Tanpa sadar aku menghela nafas berat. Entah mengapa sudut hatiku merasa ada yang mengganjal. Aku merasa ada hal yang tidak dijelaskan di novel. Jelas-jelas di mimpi itu Everyl masih hidup.

EVELIA : Behind 'The Secret'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang