Part 116

2.8K 219 9
                                    

Dimas ingin beranjak dari tempat tidur rumah sakit, ia berdiri lalu ia membawa infusnya berjalan ketika pintu terbuka. Dimas menoleh dan terkejut melihat Briana berdiri di sana sambil membawa bingkisan.

Briana berjalan masuk dengan cepat "Mau kemana, mas?"

" Ma-mau ke toilet kok." Jawab Dimas gugup saat tangan Briana tidak sengaja menyentuh tangannya.

" Mari aku bantu, mas."

Briana membantu Dimas ke toilet, ia mendorong tiang infusnya pelan pelan berjaga jaga supaya darah Dimas tidak naik ke infus.

" Mas bisa lepas celana sendiri?" tanyanya sedikit malu. " Atau aku bantu lepas? Mas udah bisa menunduk? Kan mas habis operasi usus buntu."

" Bisa tapi pelan pelan, dek."

" Aku bantu ya boleh?"

Dimas bingung mau jawab apa dan tangan Briana yang lentik itu sudah membantu menarik karet celana Dimas dan menurunkannya sehingga keperkasaan Dimas terlihat.

Glek!!

Briana sempat terpaku sebentar melihat urat gemuk itu sedikit membesar walau tidak sebesar saat masuk ke dalam miliknya.

Briana buru buru mengalihkan pandangan ke arah lain tapi wajahnya merah padam. Tentu saja hal ini tidak luput dari mata Dimas yang sedari tadi memandanginya dari atas. Dimas hanya tersenyum tipis melihat tingkah Briana yang kikuk melihat miliknya.

"Apakah dia ingat peristiwa malam itu?" tanya Dimas dalam hati. " Saat aku dan Briana menyatu dengan begitu luar biasa, apakah ia mengingatnya?"

" Aku tinggal di luar dulu ya, mas, nanti kalau sudah selesai panggil saja aku." Ucap Briana sambil buru buru keluar dari kamar mandi.

Setelah Dimas selesai buang air kecil, Briana kembali membantu menaikkan celananya dan membantunya kembali ke tempat tidur.

Briana menata bantal, menumpuknya sedemikian rupa supaya Dimas merasa nyaman.

" Nah sekarang berbaringlah, mas."

Briana membantu Dimas untuk merebahkan kepalanya dengan nyaman.

" Mas mau makan buah? Aku kupaskan ya. Mau?"

Dimas memandangi wajah Briana sambil mengangguk . " Boleh kalau tidak merepotkan dirimu, dek."

Briana tersenyum " mengupas buah mana bisa repot sih, mas?" Sahutnya sambil tersenyum manis sekali membuat hati Dimas berdebar.

" Mas berangkat ke rumah sakit jam berapa tadi?"

" Subuh, dek."

" Di antar sopir atau mengendarai mobil sendiri?"

" Di antar sopir, dek. Jangan kan untuk menyetir , untuk jalan aja mas nggak kuat banget tadi."

" Jadi mas sendirian operasinya?"

" Iya, mau sama siapa lagi? Mas kan jomblo menahun." Sahut Dimas sambil tertawa getir menertawakan dirinya sendiri.

Briana tersenyum sambil mengupas buah apel untuk Dimas. " Makanya mas cari pasangan dong yang pantas bersanding di samping mas."

Dimas memandang Briana lalu berucap dengan tulus, ucapan yang keluar dari lubuk hatinya yang terdalam.

" Mas mencintai seorang wanita tapi wanita ini belum yakin kepada Mas. Mungkin mas bukan laki laki yang pantas untuk berada di sampingnya, mungkin mas belum mampu melindungi dan menyayanginya dengan tulus."

Briana terdiam mendengar ucapan Dimas, gerakannya mengupas buah terhenti. Ia mengangkat wajahnya dan menatap Dimas yang saat itu juga sedang menatapnya.

Mendadak KawinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang