Bagian 57

17 2 0
                                    

Arifin dan Rizky duduk di sofa dengan corak bunga, di sisi sofa yang lain ada Hasbi. Rizky memperhatikan Hasbi yang sejak tadi sibuk dengan ponsel di tangannya.

"Apa dia sibuk chattingan sama Kayla?" Tanya Rizky dalam hati, ada rasa cemburu yang hinggap di hatinya perihal Hasbi dan Kayla yang memang begitu dekat.

Sesuai dengan perkiraan Hasbi di awal, ayahnya akan pulang sekitar sepuluh menitan.

"Assalamu'alaikum." Seru ayah Hasbi dari luar, setelah terdengar ketukan pintu.

"Wa'alaikumussalam." Sahut ketiga pemuda itu kompak.

Ayah Hasbi mendekati Arifin dan yang lain, ikut bergabung di ruang tamu. Sedangkan, ibu Hasbi melenggang masuk meninggalkan keempat lelaki itu di ruang tamu.

"Sebentar Pah, aku buatin kopi hitam dulu buat teman Papah ngobrol sama Mas Arifin."

Hasbi bangkit dari sofa.

"Jadi begini om, kebetulan saya sekarang mau coba ambil penawaran dari om soal pupuk yang kemarin sempat om kasih tau ke saya. Masih ada kan om stoknya?" Arifin to the point, menyampaikan tujuannya datang ke rumah Hasbi.

Rizky menyimak obrolan keduanya, enggan berkomentar. Takut salah.

"Ky, kamu sudah benar-benar pulih?" Tanya Ayah Hasbi tiba-tiba, Rizky sampai kikuk.

"I-iya, Om. Alhamdulillah, udah baikan." Sahut Rizky.

"Syukurlah, Om senang dengarnya." Balas Ayah Hasbi ramah.

Rizky mengangguk.

Hasbi kembali ke ruang tamu dengan membawa secangkir kopi hitam untuk ayahnya.

"Ini, Pah." Ucap Hasbi.

"Aku pamit mau keluar sebentar ya, Pah." Sambung Hasbi berpamitan.

"Jadi?" Tanya Ayah Hasbi.

Hasbi mengangguk, "Iya, jadi, Pah."

"Hati-hati di jalan. Nggak usah ngebut, yang penting selamat sampai tujuan." Pesan Ayah Hasbi pada putra semata wayangnya.

"Iya, Pah."

Hasbi meraih kunci motor di atas nakas. Berikut juga helm ink hitam miliknya.

"Mas Arifin, ku tinggal ya." Hasbi berpamitan pada Arifin.

"Iya, Bi." Sahut Arifin.

Ketegangan yang tercipta antara dia dan Hasbi benar-benar membuat dirinya jadi canggung dan kikuk.

Hasbi hanya melirik ke arah Rizky tanpa menegurnya sama sekali.

—————

Kayla duduk di teras samping rumahnya, ditemani secangkir kopi latte yang dia beli dari warung dekat rumah ibunya.

"Rasanya sepi banget, tapi, akward juga sekarang kalau ketemu Hasbi." Gumam Kayla.

Kayla kini tinggal seorang diri, semuanya juga dia lakukan seorang diri, tanpa ada bantuan siapapun, termasuk keluarga angkatnya.—bukan berarti mereka acuh sekarang, tapi, Kayla yang menolaknya.

"Aku kangen sama mereka. Mamah sama Papah. Tapi, aku bukan siapa-siapa mereka. Aku takut mereka nggak bisa menerima aku seperti dulu. Apalagi terakhir kali, Mamah sempat menolak keputusan yang ku ambil." Kayla bermonolog.

Kerinduan itu cukup membuat harinya terasa gelisah.

Saking fokusnya memandangi pot-pot bunga yang ditanam di teras samping rumah, Kayla sampai tidak sadar dengan kedatangan adik angkatnya, Hasbi.

"Hati-hati kesambet." Tegur Hasbi.

Kayla yang sudah hafal dengan suara Hasbi, sontak menoleh.

"Hasbi?" Ekspresi wajahnya kaget.

Hasbi tersenyum, tanpa menunggu perintah dari Kayla, Hasbi duduk di kursi yang sama dengan Kayla. —kursi panjang dengan ukiran khas Jepara.

"Kamu dari kapan di situ?" Tanya Kayla yang masih kaget melihat kedatangan dari Hasbi di rumahnya.

"Dari tiga menitan yang lalu kayaknya. Kenapa?" Hasbi balik bertanya.

"Oh, enggak. Nggak apa-apa, nanya aja."

Hasbi menaruh dua cup es rasa kacang dan Oreo di atas meja kecil di depan kursi yang dia dan Kayla duduki saat ini.

"Satu cup es Oreo kesukaan kamu. Tanpa cincau dan dengan sedikit gula." Ujar Hasbi.

Kayla tersenyum simpul, ternyata Hasbi sepaham itu dengan seleranya.

"Thanks, Bi." Ucap Kayla berterima kasih.

"Sama-sama, Kay." Balas Hasbi dengan suara dia yang lembut.

Kayla sedikit canggung bicara berdua dengan Hasbi, walau mereka sudah biasa melakukan apa-apa berdua. Kenyataan kalau Hasbi bukan adik kandungnya, membuat Kayla sedikit merasa harus memberi jarak pada Hasbi.

Kayla takut ada sesuatu yang akan tercipta andai keduanya terus berdekatan.

"Kay." Decit Hasbi.

Kayla menoleh, "Iya?"

"Aku mau bicara penting sama kamu."

Hasbi menatap intens mata Kayla.

"Entah aku kegeeran atau apa, tapi, tolong Bi, jangan bilang apapun sekarang ke aku. Apalagi kalau itu urusan hati." Kayla bermonolog.

Hasbi mengubah posisinya duduk, kini dia benar-benar menghadap Kayla. Apa yang dilakukan Hasbi saat ini benar-benar membuat Kayla semakin gugup dan gelisah.

"Kay, aku mau jujur sama kamu. Aku harus setelah aku bilang tentang ini ke kamu, kita nggak akan jadi jauh."

Kalimat yang diucapkan oleh Hasbi semakin membuat hati Kayla tidak karuan.

"Please Bi, jangan sekarang. Jangan!" Kayla terus berharap dalam hatinya semoga apa yang akan Hasbi ucapkan bukan sesuatu yang berkaitan dengan perasaan dan percintaan.

"Kay, sebenernya dari lama aku udah mau bilang soal ini ke kamu. Aku nggak tau cara buat bilangnya. Tapi, semakin aku coba membantah itu, aku justru semakin mau kamu tau. Aku ngerasain sesuatu yang aneh dari terakhir kali aku suka nganterin kamu ketemu sama Rizky, Kay." Ungkap Hasbi.

Sorot matanya menandakan sesuatu yang Kayla tangkap sesuai dengan prediksinya.

"Bi, aku..."

"Aku suka sama kamu, Kay!"

Hasbi memotong kalimat yang hendak diucapkan oleh Kayla.

Nafas Kayla seolah tercekat, sesak. Prediksi Kayla tepat! Hasbi benar-benar datang ke rumah Ibu Kayla untuk mengutarakan isi hatinya.

"Bi, tapi..."

Sekali lagi Hasbi memotong kalimat Kayla.

"Jangan jawab sekarang, Kay. Aku balik." Pamit Hasbi mencegah Kayla membalas ucapannya beberapa detik yang lalu.

Kayla bengong, Hasbi berlalu begitu saja dengan meninggalkan beberapa camilan kesukaan Kayla di tas meja kecil di depan dirinya duduk saat ini.

"Bi, aku nggak tau harus jawab apa. Aku sendiri masih bingung sama perasaan aku ke Rizky." Lirih Kayla menatap kepergian Hasbi dari rumahnya menggunakan motor yang biasa mereka pakai boncengan dulu.

"Rizky, dia masih sulit aku lepas dari ingatan aku, Bi. Dan kamu...."

BACKGROUND BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang