Dua hari setelah kepulangan Rizky di rumah keluarga besarnya. Mau tidak mau, Kayla harus sering datang berkunjung ke rumah Rizky untuk menengok keadaan Rizky.
Rini menyiapkan beberapa keperluan untuk Rizky, sebelum Kayla datang ke rumahnya.
"Bu, Bapak pergi dulu ya ke toko. Ada yang harus Bapak cek stoknya." Pamit Edi.
"Iya, Pak. Hati-hati di jalan ya." Balas Rini.
Edi mengangguk, sekilas ia menoleh ke arah kamar Rizky.
***
Mama Kayla meletakkan beberapa piring kotor, gelas, dan lainnya di tempat cucian piring.
Sementara itu, Kayla dan Hasbi bersiap untuk berangkat ke tempat kerja.
"Ma, pamit ya." Ucap Kayla seraya mencium takzim tangan Mamanya.
"Pamit ya, Ma." Ucap Hasbi, melakukan hal yang sama dengan Kayla.
"Iya, kalian hati-hati ya di jalan. Jangan ngebut, Bi. Pelan saja asal sampai di tempat tujuan kalian dengan selamat." Pesan Mama Kayla dan Hasbi.
"Iya, Ma." Sahut Kayla dan Hasbi kompak.
***
Jenita juga sedang bersiap untuk berangkat ke tempat kerjanya. Hari ini, Jenita dijemput oleh Desta.
Kebetulan, Desta ada sift siang. Jadi, dia bisa mengantar Jenita ke tempat kerjanya.
Pipppppp
Jenita gegas mengikat tali sepatunya, selepas itu tangannya meraih tas ransel mininya. Ia melirik sekilas ke arah jam dinding di kanan lemari utama.
"Sudah jam segini saja tiba-tiba." Gumam Jenita.
Jenita tinggal seorang diri, orang tuanya tinggal di desa sebelah bersama adiknya.
"Des, sorry ya lama." Ucap Jenita sesaat ia membuka pintu utama dan mendapati Desta menungguinya di teras.
Desta menoleh, "Santai, Jen."
"Ya sudah, ayo berangkat langsung saja." Ajak Jenita.
Desta bangkit dari kursi, berjalan ke arah sepeda motornya.
"Ayo naik." Titah Desta.
Jenita mengikuti perintah Desta, ia naik ke atas jok motor Desta. Tak berselang lama, Desta melajukan sepeda motornya dalam kecepatan sedang.
"Desta."
"Hem, iya. Kenapa Jen?"
"Ini lo nggak kenapa-kenapa gitu gue repotin gini pagi-pagi?"
"Ya ampun Jen, santai. Nggak apa-apa."
"Yakin? Soalnya gue nggak enak sama lo."
"Yakin Jen, nggak usah ngerasa nggak enak begitu. Santai."
***
Rian, Eza, dan Faris bersiap berangkat ke tempat kerja seperti halnya Jenita, Kayla, dan Hasbi. Rian dan Faris bekerja di tempat yang sama dengan Jenita dan Kayla. Hanya Hasbi dan Eza yang bekerja di tempat yang berbeda dari mereka.
"Buruan Eza, lama banget lo." Seru Rian.
"Sabar, heiii." Sahut Eza dari dalam rumah.
"Keburu siang anjirrr. Dandan lo ya?" Kali ini Faris turut bersuara.
Rian cekikikan mendengar ucapan Faris.
"Lama dia mah, Jenita saja kalah ku rasa Yan kalau urusan siap-siap begini." Tukas Faris.
"Berisik banget kalian dih, heran." Eza keluar dari rumahnya, membawa helmet merah dengan berbagai stiker yang tertempel di sisi belakang dan kanan kiri helmetnya.
"Ayo berangkat!" Ajak Rian.
"Iya!" Sahut Faris dan Eza kompak.
Ketiganya berjalan berurutan. Rian di urutan paling depan, diikuti Eza dan Faris di urutan paling belakang.
Butuh perjalanan kurang lebih sepuluh menitan untuk mereka bertiga sampai di tempat kerja.
"Akhirnya sampai juga." Ucap Rian lega.
"Hati-hati di jalan Za." Seru Faris.
"Yoii, okeee!" Sahut Eza.
Faris dan Rian memarkirkan sepeda motor mereka di tempat yang sudah disediakan oleh satpam PT mereka bekerja.
"Terima kasih Pak Jo!" Ucap Rian ramah.
"Sama-sama Mas Rian, Mas Faris." Balas Pak Jo, satpam di PT ADIAKSA JAYA.
Faris dan Rian berjalan memasuki gedung PT ADIAKSA JAYA, tempat mereka bekerja. Tak berselang lama, Kayla juga tiba di sana.
"Pulang jam berapa nanti?" Tanya Hasbi.
"Aku pulang sore, ashar mungkin aku sudah keluar." Ungkap Kayla.
"Oke, ba'da ashar aku otw jemput." Ujar Hasbi, tak lama ia berlalu dari hadapan Kayla. Dalam sekejap mata, Hasbi sudah lenyap dari pandangan mata Kayla.
Faris dan Rian sempat menghentikan langkah kakinya sejenak, mereka berdiri diam menunggu Kayla.
Kayla berbalik badan, berjalan memasuki area PT ADIAKSA JAYA.
"Kay, ayo masuk bareng." Ajak Faris hangat.
Kayla tersenyum ramah, ia mengangguk.
"Jarang-jarang kita bisa ketemu gini kan Kay, biasanya kita terlambat terus soalnya hhhi." Ucap Rian terkekeh.
"Ya sudah ayo, masuk." Ulang Faris.
Mereka bertiga berjalan beriringan.
"Kay, kabarnya rencana pertunangan Rizky dan Yuni ditunda. Kamu sudah tau atau...?"
"Aku sudah tau, tapi aku juga nggak tau mau sampai kapan ini ditunda. Kasihan Yuni, Ris. Dia pasti sedih sekarang."
"Bagus dong Kay, malahan." Sela Rian.
"Maksudnya?" Tanya Kayak tak mengerti.
"Ya kan kamu jadi ada kesempatan buat dekat lagi dengan Rizky. Iya kan Ris?"
Kayla menoleh ke arah Faris, terlihat Kayla seperti menunggu respon dari Faris.
"Apaan kok jadi bawa-bawa Mas Faris Alfan? Maaf ya Mas Ustadz Rian Gama, Mas Faris nggak tau apa-apa." Kilah Faris.
"Gue bejek-bejek lo ya Ris, ustadz-ustadz!" Dengus Rian.
"Hahaha." Faris tertawa puas.
"Jangan dengarkan apa kata Rian Kay, dia memang sesat sekali hahaha." Imbuh Faris.
"Sialan." Umpat Rian menoyor kepala Faris.
"Njirr masih pagi ngamuk ni bocah haha." Faris tak menanggapi berlebihan, baginya hal-hal seperti ini wajar terjadi dalam hubungan pertemanan.
Kayla tersenyum tipis melihat tingkah polah kedua temannya ini. Namun, di sisi lain juga terpikirkan oleh Kayla tentang kalimat dari Rian sebelumnya.
"Aku nggak akan gunain ini untuk itu. Aku tau sakitnya memiliki rencana yang serius lalu hancur begitu saja ditangan orang lain. Rizky dan Yuni pasti akan kembali bersatu. Aku nggak boleh gangguin hubungan Yuni dan Rizky, apapun yang terjadi." Lirih Kayla seraya berjalan mengikuti langkah kedua temannya, Faris dan Rian.
"Aku cuma akan bantu Rizky sembuh, Yun. Aku nggak akan rebut dia dari kamu. Aku harap kamu nggak salah paham denganku."