"Assalamu'alaikum." Seru Kayla seusai mengetuk pintu hingga tiga kali.
"Sepi banget Bi, Mama sama Papa kemana ya? Akhir-akhir ini sering banget pergi." Tukas Kayla.
Sementara Hasbi memasukan motor ke dalam garasi.
"Masa iya Papa dapat tugas luar kota lagi." Tandas Kayla melewati pintu utama, masuk ke dalam rumah.
Hasbi menoleh sekilas, lalu fokus kembali pada motor di hadapannya.
"Jangan lupa nanti dicuci tuh Bi, kotor." Pesan Kayak, tanpa menoleh ke Hasbi.
Hasbi tak menyahut, ia hanya geleng-geleng kepala saja. Sigap tangannya meraih kain lap yang tergantung di dekat pintu garasi.
***
Rini sedang duduk santai di ruang tamu, bersama kedua cucu mereka dari pernikahan Arifin dan Yanti.
Arifin sendiri sedang pergi keluar bersama Alim, adik iparnya.
"Nenek, adik Nasya ikut Ayah dan Om Alim pergi ya?" Tanya anak sulung Arifin, polos.
Rini mengangguk, "Kenapa? Mau main dengan adik Nasya?" Tanyanya.
Anak sulung Arifin itu mengangguk.
"Sebentar lagi adik Nasya pulang. Kamu tunggu saja dulu ya. Sementara, Mas main dulu dengan teman-teman di depan." Tunjuk Rini pada sekumpulan anak-anak seusia cucu sulungnya yang ada di seberang jalan.
Anak sulung Arifin itu menggeleng pelan, ia memilih kembali ke kamarnya, menunggu saudari sepupunya Nasya pulang.
Tak lama, Edi masuk dan duduk di ruang tamu menemani Rini, istrinya.
"Kenapa Bu?" Tanya Edi sesaat setelah dirinya duduk bersandar di sofa.
"Itu si Mas nanyain Nasya." Jawab Rini apa adanya.
"Oh, kirain ada apa." Tukas Edi santai.
"Rizky gimana? Sudah bangun?" Tanya Edi.
Rini menggeleng.
"Kayla sudah datang kesini?" Tambah Edi.
Rini kembali menggeleng.
"Pantas saja Rizky belum mau bangun, ternyata pujaan hatinya belum datang menjenguknya." Tandas Edi.
Rini menoleh, ada sorot mata tak suka. Seolah apa yang baru saja terucap dari suaminya, Edi adalah sesuatu hal yang mengandung kesalahan.
"Assalamu'alaikum." Ucap seseorang dari ambang pintu.
Rini tiba-tiba semringah, padahal beberapa saat yang lalu ia terlihat sukar.
"Wa'alaikumussalam." Sahut Rini dan Edi secara bersamaan.
"Bu, Pak." Sapanya mencium takzim tapak tangan Rini dan Edi bergantian.
"Akhirnya kamu datang juga." Ucap Rini seraya menyentuh lembut bahu tamunya.
"Bu, Bapak masuk dulu. Mau bersih-bersih badan, lengket." Edi bangkit dari sofa, beda dengan Rini, sikap Edi seolah menunjukan ketidak-ramahan pada tamunya.
"Sudah, jangan diambil hati. Bapak memang baru pulang dari kebun. Duduk, ayo duduk." Sambut Rini dengan ramah dan hangat.
"Iya, Bu. Rizkynya mana Bu?" Tukas si tamu, celingukan mencari sosok Rizky yang tak nampak batang hidungnya.
"Ada di kamar, belum bangun dari tadi."
"Kalau kamu mau lihat kondisinya Rizky, kamu masuk saja ke kamarnya. Itu yang paling depan, sebelah pintu yang lurus dengan ruang keluarga." Ungkap Rini.
Tak ada jawaban, yang ada justru sorot mata keraguan yang terpancar dari kedua mata milik si tamu yang disambut Rini dengan sangat hangat, siapa lagi kalau bukan Yuni.
"Mau Ibu antar?" Tanya Rini lembut.
"Nggak usah, Mbak. Nggak sopan, kamu belum jadi istrinya." Cegah Andi dengan gerakan bibirnya sebagai bentuk kode pada Yuni. Namun, Yuni seolah tak peduli.
Rini tak begitu engeh, dia terlalu fokus pada Yuni, calon menantu kebanggaannya.
"Ayo!" Ajak Rini.
Yuni bangkit dari sofa, mengikuti langkah kaki Rini.
Andi menepuk jidatnya sendiri, "Astaga, Mbak Yuni, Mbak Yuni. Kebiasaan banget kamu! Ngeyelan!" Gerutu Andi geram.
"Lihat saja, dalam hitungan ketiga, saat Mas Rizky bangun dari tidurnya dan yang dia lihat bukan Kayla, tapi kamu.. ini yang akan terjadi..."
"1...... 2..... Ti....." Andi sedang menghitung mundur.
"Pergi! Aku nggak kenal siapa kamu! Jangan lancang kamu! Yang boleh masuk ke dalam kamar ini itu cuma Kayla! Calon istriku!" Pekik Rizky dengan lantang, Andi tentu tidak kaget dengan apa yang terjadi.
"Rizky! Jangan kasar begini ke Yuni!" Sentak Rini lepas kendali.
Andi hanya mendengarkan apa yang sudah ia duga sebelumnya dari ruang tamu. Andi sama sekali tidak berniat bangkit dari sofa dan membantu menengahi.
"Aku nggak mau Bu lihat dia ada di sini. Aku cuma mau Kayla! Bukan dia!!" Rizky tak mau kalah. Apa yang diucapkan oleh Rizky seolah petir di siang bolong, Yuni terkejut sekaligus sakit mendengarnya.
"Ky, yang calon istri kamu itu aku, bukan dia. Aku Ky, yang nanti akan menikah sama kamu. Aku Ky!" Ungkap Yuni, tergugu.
Rini menarik bahu Yuni ke dalam dekapannya.
"Aku nggak kenal siapa kamu! Jadi, jangan ngaku-ngaku kalau kamu calon istriku!! Pergi sana!!" Usir Rizky dengan tatapan nyalangnya.
Di tengah perdebatan ketiganya, Edi diam-diam menyimak dari arah dapur.
"Sejak awal, Bapak sudah beritahu kamu. Jangan gegabah mengambil keputusan, sekarang kamu seperti ini dan ingatan kamu hanya berhenti di Kayla, repot Rizky." Lirih Edi dari arah dapur, memandang kosong gelas belimbing berisi teh panas yang baru saja ia buat beberapa saat lalu.
Sama seperti Edi, Andi pun demikian.
"Aku sudah katakan padamu Mbak, tapi kamu sama sekali nggak mau dengerin. Sekarang, semua ketskutanku dan kecemasanku terjadi." Gumam Andi.
Toko tokk tokk.
"Assalamu'alaikum." Seseorang mengetuk pintu, suaranya begitu lembut.
Andi refleks menoleh ke asal suara.
"Wa'alaikumussalam." Andi menyahut.
"Kamu?" Ucap Kayla dan Andi berbarengan.