Four

2.3K 78 0
                                    

Sabrina Safira :
Harus gitu ngesanjung diri sendiri haha

Sabrina meloloskan tawanya, yang segera ditahannya dengan menutup mulut. Ia sampai lupa jika sekarang sedang berada ditempat umum.

Devano spontan menoleh kearah tawa renyah yang berasal dari wanita bersweeter abu-abu disebelahnya. Gadis yang begitu anggun menyembunyikan tawanya yang masih sedikit terdengar, juga rambutnya melambai membuka tutup wajahnya.

Mata Devano membulat sempurna, bahkan tangannya yang ingin bertumpu guna menahan tubuh pada bar stool menjadi gagal karena kursi penuh akan pantatnya.

Sabrina menoleh dengan segera merasa sesuatu yang aneh disebelahnya. Devano hanya berdecak, begitu cerobohnya dia, beruntung ia tak sampai jatuh kelantai. Bisa mati harga dirinya.

Sabrina memutar bola matanya, sudah jenuh ia bertemu laki-laki itu disekolah—tepat selalu disebelahnya lagi, dan kini diluar sekolahpun mereka harus kembali bertemu.

"Dunia gue kok jadi tiba-tiba sesempit biji kacang ijo gini sih" celutuk Devano setelah menelan ludah susah payah guna mencairkan suasana.

Emosi Sabrina tersulut, jelas ia merasa tersindir oleh buaya disebelahnya itu. Memutar bola matanya pada Devano, membuat laki-laki yang baru mendapat pesanannya pun meliriknya sekilas sebelum kembali fokus pada segelas kopinya.

"Apa?" Tanya Devano.

"Gausah nyindir deh!"

"Siapa yang nyindir?"

"Lo!"

"Gue bukan nyindir, gue Devano kalo lo lupa" jelas Devano membuat Sabrina menahan kaki untuk segera menendangnya terbang kearah jalanan. Memarik nafas dalam membuatnya kembali fokus pada sebuah novel disamping ponselnya yang akhirnya ia buka.

Tak membiarkan gadis itu tenang cukup lama, Devano menyunggingkan satu garis senyumnya sebelum kembali memanggil.

"Brina"

"Hm" jawabnya seraya masih membaca novel dan memasukkan potongan roti isi kedalam mulutnya.

"Ck cuek banget sih"

Kembali, garpu diletakkan Sabrina tanpa santai sebelum menghadapkan tubuhnya kehadapan Devano, dengan kaki bersilang dan kedua manik matanya menatap tajam pada laki-laki itu.

"Kenapa?" Jawabnya kemudian disertai senyum manis nan meneduhkan.

Tunggu—Devano perlu ruang untuk mengambil nafas yang bahkan lebih dari kata panjang.

"Lo cantik"

***

Dada yang berdebar bukan tanda palpitasi yang bisa terjadi pada diri Sabrina, ini berbeda dengan biasanya—bukan sakit—ini berbeda. Ritmenya menyamai palpitasi yang biasa terjadi padanya, melebihi 100 bpm detak jantung normal bagi seorang manusia dewasa.

Saat tubuhnya mulai membutuhkan lebih banyak oksigen dan aliran darah yang dipompa jantung lebih cepat. Tidak, tubuhnya tidak terasa lemah, tidak juga sesak nafas, ia tak berkeringat lebih seperti biasa, kepalanya tidak pusing, dadanya tidak nyeri.

Ini jelas bukan penyakit jantungnya yang sedang kambuh.

"Basi kulit kacang" ucap Sabrina menghilangkan segala pikiran kalang kabutnya, seraya menarik buku dan ponselnya ia segera beranjak dan meninggalakn Devano yang masih menyunggingkan senyumnya.

Entah karena apa, ia tiba-tiba saja bahagia melihat kedua pipi Sabrina tiba-tiba memerah seperti tomat matang.

Mengambil nafas dari hidung dan membuangnya dari mulut, segera ia masuk kedalam mobilnya sendiri dan bersandar lega pada joknya.

Because You..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang