Sixty Four

1.2K 46 1
                                    

Sudah 6 tahun berlalu. Bayangan Sabrina masih tak bisa hilang sedikitpun dari kepala Devano. Meski ia menjalani hidup seperti biasa, hatinya masih gundah tak tau arahnya.

Ditambah dengan pekerjaannya sebagai seorang CEO yang sudah sibuk seperri tak sempat untuk punya masalah dalam hatinya.

"Mau liburan Dev?" Tawar Angga yang sengaja mengajaknya bertemu dicafe dekat kantornya, bersama Vino juga. Maklumlah, hampir sebulan lalu mereka terakhir bertemu.

"Gak ah, kerjaan banyak" tolak Devano yang masih sibuk dengan makanannya.

"Ayolah Dev! Minggu depan kan libur panjang. Lo libur kan? Yaudah makanya!?" Lanjut Vino.

"Kita kan udah lamaaa banget gak pergi bareng! Ayolah, kapan lagi!?"

"Please Dev, ayolah! Kita bareng-bareng! Ada cewek-cewek kita juga sih, biar gak sumpek!?"

"Kemana?" Devano mendongakkan kepalanya kearah keduanya. Keduanya mengembangkan senyum lebar. Akhirnya!

***

Kaki Devano menapaki sebuah bandara yang tak berbeda jauh dari terakhir kali dia kesini. Ia benar-benar tidak tahu jika akan dibawa ketempat ini kembali. Sedari tadi ia mengumpat pada semua temannya yang sama, yang dulu berkunjung juga bersama mereka.

"Ngapain kesini lagi!?" Bentaknya tak henti-henti, namun Hito segera memaksanya untuk memasuki sebuah mobil. Ini bukan liburan lagi bagi Devano, tapi pengulangan hidup pahitnya, saat ia terpisah dengan bidadarinya.

Bangka Belitung.

Tak ada yang memberitahu Devano akan ini, dengan pemaksaan dan penghasutan sana-sini membuat Laki-laki itu pasrah dan akhirnya mau saja akan diajak kemanapun. Tapi tidak ketempat itu.

Gila!!

Umpatnya berkali-kali. Tempat yang benar-benar sama, hotel yang sama, pantai yang sama, hanya sedikit perubahan karena berjalannya tahun. Dirinya sangat ingin memarahi temannya satu-persatu tapi bibirnya seperti kaku tak bisa berkata lagi.

Malam menerpa langit parai, derih angin dingin memasuki sejuk ke badan. Sudah seharian Devano menutup mulutnya untuk para kawannya, rasa marahnya tersulurkan lewat itu. Sedang semua temannya pun tak terlihat terlalu membujuknya.

Devano berjalan dengan mata tertutup, terus berjalan, mengikuti arah angin menuntunnya. Langkahnya terhenti tiba-tiba saat angin juga berhenti mengiringnya, dimana langkah Sabrina dulu terhenti. Lagi-lagi tempat yang sama.

Dia mengembangkan separuh senyumnya, dan membuka matanya perlahan. Ia merasa saat waktu itu, saat dirinya sengaja mengikuti Sabrina berjalan kearah ini, dan ia yang tiba-tiba hadir dibelakangnya.

"Hh--gue rasa, lo itu maunya sendiri ya orangnya!? Pake ngelarang seseorang buat jatuh cinta sama lo! Lagian apa salahnya coba! Hh, emang ya, cewek itu sama aja. Meski kayaknya lo agak beda sih" Devano duduk diatas pasir melanjutkan ocehannya seorang diri.

"Gue bakal tetep nunggu lo kok, sampai kapanpun itu. Janji!? Mau gue jomblo seumur-umur juga gak papa. Karma kali, hehee. Ah, lagian juga, gue kan nerima dia apa adanya!Hh, balik dong ke sini! Lo kemana sih!? Sengaja bikin gue gila!?"

Drttt

Sebuah pesan muncul dilayarnya. Pesan yang terkirim dari nomor tidak dikenal.

Because You..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang