Fifty One

1.3K 39 0
                                    

Sabrina membenarkan posisi duduknya tak lagi menghada Devano, dia mengambil ponselnya dan mulai mongotak-atiknya.

"Ih malah ke handphone! Udah tau yang di depan ini lagi pacaran, terus gue ngomong sama sapa? Sama piring, gelas?" Ucap Devano yang membuat Sabrina, Titha, dan Vino tertawa.

"Ah, lebay!" Sabrina menjitak jidatnya dengan keras.

***

Sabrina melemparkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Tanpa melepas sepatu terlebih dahulu dan segera menaruh tubuhnya yang terlalu lelah.

Ia mulai memejamkan matanya yang mengantuk, mengalunkan kejadian dicafe tadi. Saat Devano menatap matanya lekat, seaat wajah mereka terlalu dekat mengikis jarak. Sedikit senyum terukir manis pada bibirnya.

Gue gak lagi jatuh cinta kan, Tuhan?

Sabrina segera membuka matanya cepat, menggelengkan kepalanya berkali-kali. Dia mengusap wajahnya keras agar bayangannya cepat hilang, nihil, tak bisa ia hilangkan.

Ia bangkit dari tidurnya, bersila, menutup kedua tangannya dengan tapaknya. Merunduk dengan pening dikepalanya.

Gue salah apa? Gue punya dosa apa? Kenapa gue harus punya penyakit jantung kayak gini? Gue gak papa sakit rutin tiap bulannya, tapi gak mau check-up tiap minggunya! Kalo gue mati cepet gak papa! Daripada gue harus menderita sama sakit ini?

Gue capek..
Sekarang makin banyak orang sayang sama gue! Gue makin punya sahabat banyak! Gue gak bisa ngebiarin banyak orang sayang sama gue!

Devano!
Please! Lo jauh dari gue! Gue tau lo playboy abal-abal yang kalo udah bener sayang, lo bakal-----, NO!

Bisa matiin perasaan gue gak! Gue gak mau terikut jatuh cinta sama perasaannya!?

***

"Eh, gue denger-denger, ada anak baru ya di kelas XII IPS!?" Celutuk Vino menyamparkan Devano, Sabrina, dan Titha yang sedang berkumpul di bangku depan. "Katanya sih gitu, terus katanya, dia anak kepala BK" lanjutnya.


"Eh, buset! Anaknya pak Hari!? Cewek, cowok!?" Tanya Titha dengan ekspresi terkejutnya.

"Cewek" jawab Vino singkat.

"Uh, udah anaknya pak Hari! Cewek lagi!" Lanjut Titha.

"Lo kenapa sih Tith, kalo anaknya pak Hari? Emangnya salah?" Tanya Sabrina.

"Ih, gue sebagai ketua kelas nih yah, pasti di panggil ke ruang BK seminggu 4 kali, sampe enek gue ngeliat wajahnya! Terus, masalahnya bukan karena apa, tapi pak Hari itu, orangnya galaknya minta ampun terus mau menang sendiri, apapun pendapat dia pokoknya harus di setujuin! Apapun itu, meski itu rada menyeleweng di mata kita. Keras kepala" jawabnya.

"Gue baru inget! Si Abel ketua kelas sebelah kan tetangganya, dia bilang anak pak Hari ada satu cewek itu! Sekolah di SMA Bunga Bangsa, di jawa timur. Gak terlalu ternama sih, tapi nama anak pak Hari lebih terkenal dari sekolahnya, Irene! Yah, namanya Irene!" Lanjutnya semangat, sedang Devano Sabrina dan Vino hanya mangut-mangut menanggapi.

"Tapi Irene terkenal bukan karena pinter! Tapi, sifatnya ituloh, yang 11/12 sama bapaknya. Bahkan dulu dia pernah di grebek polisi, gara-gara nongkrong di diskotik gitu. Dan dia suka buat fitnah, sampe-sampe dulu orang yang dia fitnah pernah babak belur di hajar warga. Gara-gara fitnahnya yang katanya, orang itu ngambil kalung emasnya. Padahal, dia sendiri yang ngambil kalungnya tuh orang yang di hajar tadi. Kebalik kan!? Padahal eh padahal.. Orangnya tinggi ya enggak, putih ya enggak, cantik ya enggak! Jelek yang iya!" Julir Titha tiada habisnya.

"Hush! Ngehina orang nih!" Celutuk Sabrina padanya.

"Ya abisnya. Emang keluarga pak Hari itu terkenal songong! Istrinya pak Hari juga gak kalah songongnya sama pak Hari! Nah bayangin aja anaknya. Sifat, kelakuan, tingkah laku anak itukan tercetak dari orang tuanya!?" Titha masih terus-menerus mencerocoskan bibirnya.

"Gosip mulu! Gak semua orang busuk kali!" Celutuk Devano yang sudah lelah mendengarkan Titha.

"Eh, iya, lo ngingetin gue sih Dev!" Jawab Titha.

"Ngingetin apaan?" Tanya Devano.

"Lo kan playboy. Nah Dya itu itu playgirl! Tapi bedanya, kalo dia itu milih pacarnya yang ganteng ama berduit! Kalo lo kan gak milih-milih pacar. Main asal comot sembarangan aja kayak milih jajan di pasar! Hahaaa" Sabrina dan Vino juga tertawa keras mendengar ucapan Titha.

"Kurang ajar!" Devano melemparkan sebuah buku pada Titha dengan wajah kesalnya. Vino dan Sabrina hanya bisa menahan tawa setelahnya.

"Hahaa.. yaiya, sorry" Titha mengembalikan bukunya hati-hati pada Devano. "Eh, itu tuh anaknya!" Lanjut Titha tiba-tiba setelah menoleh kearah luar kelas. Sabrina dan Devano segera mencondongkan badan mereka untuk melihat, begitupun Vino juga menyerongkan badannya.

Berlenggok seorang gadis dengan wajah standart dan gaya kemaksimalannya. Dengan disisi kanan kirinya diiringi dua orang gadis lagi yang lebih tinggi darinya. Wajah arogan, dan sangat keras kepala sangat terlihat jelas pada saat pertama kali melihatnya.

Kalau sifat aslinya? Lihat saja nanti.

***

"Brina!!" Titha berlari keluar dari arena gedung sekolah, menghampiri Sabrina yang berjalan menuju parkiran.

"Gue nginep dirumah lo malem ini boleh?" Tanyanya kemudian yang sampai didepan Sabrina dengan nafas ngos-ngosan. "Soalnya ayah sama bunda kerumah nenek diluar kota. Masa gue sendirian dirumah" adunya.

"Iya, boleh kok! Dengan senang hati malah"

"Aduh begini dong! Sahabat gue ni---"

*bruk..

"Heh, kalo jalan pake mata!" Umpat seseorang yang tak sengaja ditabrak Sabrina dan Titha. Titha mendongakkan kepalanya.


"Aduh!" Titha mengusap sikutnya yang sakit terbentur dengan orang itu. "Lo itu yang jalan harus pake----" Titha tak mengatup mulutnya, ia masoh tercengang dengan siapa ia berhadapan saat ini.

Anjir! Umpatnya dalam hati. Mati gue!

"Heh, denger gak sih! Budek apa!?" Umpat Irene yang sudah meradang terlebih melihat wajah Titha yang ikut marah sebelumnya.

"Mm, sorry! Gue cuma mau ngajarin dikit aja sama lo, kalo jalan itu pake kaki, bukan pake mata! Kalo ngeliat itu baru pake mata. Emang dari dulu gak pernah belajar kayak gitu? Yah btw, kita dari tadi diem aja, dan lo yang nabrak kita!" Ceramah Sabrina, menarik tangan Titha dan berlalu dari hadapan seorang Irene dengan melontarkan senyum. Irene hanya bisa menganga heran.

Wow! Seumur-umur gue baru pertama kalinya di sok ajar-ajarin sama orang! Batin Irene.

Tak peduli pada Irene yang masih mengumpat. Sabrina segera masuk kedalam mobilnya disusul Titha disebelahnya.

"Brina! Duh, bangga gue punya temen kayak lu!
Berani banget sama mak lampir! Hahaa.." ucap Titha heboh.

"Ih, buat apa takut sama sesama manusia, yah kecuali orang tua kita. Kita kan emang gak boleh takut selain sama Tuhan! Lagian kita gak salah, dia yang salah" jawab Sabrina enteng dan terus melajukan mobilnya hingga keluar dari arena sekolah.

"Bener!!"

***

Because You..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang