Fifty Five.

1.2K 43 0
                                    

"Titha, kamu keruangan saya, cepat!" perintah pak Hari pada Titha, dan seidikit gelagapan pun segera berdiri dan meninggalkan kelas diiringi tanya para teman-temannya.

***

Titha memasang wajah datarnya menuju kelas, berjalan lemas kebangkunya yang mendapat serubuan pertanyaan dari teman-teman kelasnya.

"Kenapa Tith?" Tanya Sabrina mewakili.

"Anjir! Irene Fair sama Sisi bakal dipindah kekelas kita" rengeknya dengan nada tinggi yang membuat seliruh orang tercengang.

"Lo gak bercanda, beneran?" Tanya Angga.

"Ngapain juga gue bercanda! Ah, kiamat nasib gue jadi ketua kelas harus ngurus anak itu! Cobaan gue terlalu berat!"

"Terus?" Tanya Gerald. "Bisa semudah itu dari kelas ips 7 pindah ke kelas Excelent!?"

"Good morning!!" Belum sempat Titha menjawab, Irene saraswati dan dua buntutnya pun masuk kedalam kelas. Semua pandangan tertuju pada mereka.

"Lo pindah!" Irene menunjuk Sabrina dengan jijiknya, memerintah agar ia pindah dan membiarkan dirinya yang duduk disana. "Gue mau duduk sama Devano!" Perintahnya. Sabrina bergeming hanya menatap Irene datar.

"Lo budeg atau gimana sih? Denger kan gue ngomong apa!?" Lanjutnya dengan nada tinggi. "Mending sekarang lo GO! Atau, apa perlu gue aduin ke bokap gue, biar lo sekalian di keluarin dari sekolah ini!?" Ancamnya.

Apa hak lo? Celutuk Sabrina pada hatinya.

"Kalian duduk dibelakang gue!" Perintahnya kemudian pada Fair dan Sisi yang menggusur barang-barang Vino dan Titha disana dengan paksa. Tak bisa dihelak, Titha hanya membuang muka dan segera berpindah bangku bersama pacarnya itu.

"Brin.." panggil Devano.

"Bagus ganteng! Suruh dia pindah dari situ, aku mau duduk sama kamu!" Lanjut Irene.

"Apaan?" Tanya Sabrina menggubris ucapan Irene. Devano segera mengambil tas Sabrina dan juga tasnya sendiri. Menggenggam tangan Sabrina dan mengajaknya segera untuk pindah melangkah ke bangku tengah depan.

"Gue mau sama lo terus!" Ucap Devano yang kini menempati bangku barunya, yang sebelumnya menjadi bangku operan para anak yang ingin rajin tiba-tiba.

"Oh, gue kira lo mau ngusir gue dari kelas" canda Sabrina dengan senyum yang ditahannya--lalu duduk disamping Devano.

"Ya kali gue rela kehilangan bidadari dan ngedapetin mak lampir!? Bisa gila gue!?"

"Anjir! Hahaa"

Irene masih tak mengatup mulutnya yang terbuka, tak menyangka Devano akan meninggalkannya sendiri.

"Lo mau duduk di sana kan? Udah duduk sana aja, gue gak masalah!" Ucap Devano dengan tawa anak kelasnya yang sengaja ditahan.

"Tapi aku kan--" Irene melangkah menuju bangku Devano dan Sabrina yang baru, namun Titha mencegah langkahnya dengan cepat.

"Mau lo apa? Mau bangku ini kan? Ni udah di kasih! Sekarang mau apa lagi? Serakah amat jadi orang! Tau gak serakah itu sifat siapa? Sifat setan!" Ucapnya tegas membuat wajah Irene memanas.

Baru saja Irene mengangkat tangannya ingin menampar Titha.

"Berhenti!" Suara kepala sekolah terdengar dari luar pintu kelas. Irene berbalik dengan cepat karena kaget.
"Pak.. Pak.. "

"Kamu berani melakukan kekerasan, saya tidak segan-segan mengeluarkan kamu dari sekolah ini! Seharusnya kamu sebagai murid mutasi harus bersikap baik pada sesama! Kelas kamu bukan disini kan? Kenapa disini sekarang!?" Tegasnya yang makin membuat Irene kikuk.

"Haduh, bapak sama anak kok gak ada bedanya!" Lanjut bu Sinyo dengan logat jawa medoknya yang berdiri di samping kepsek. Irene hanya tertunduk dengan lama.

"Kalian jangan mau di perintah sama dia, yang berhak memerintah hanya kamu Titha sebagai ketua kelas. Dan perintah itupun harus benar! Jangan nurut sama ancaman dia dan Hari ayahnya. Mereka bertindak, kalian semua wajib lapor ke saya bahkan kepala sekolah langsung!" Lanjut bu Sinyo dengan bangganya. Senyum sumringah muncul dari seisi kelas, kecuali Irene yanga masih tertunduk lesu.

"Terima kasih pak, bu!" Ucap semua kompak. Kepsek dan bu Sinyopun meninggalkan kelas. Entah angin darimana, tiba-tiba saja keduanya lewat didepan kelas mereka saat sedang melihat keadaan/situasi sekolah.

"Syukur!" Titha segera tersenyum mengejek di depan Irene, diapun mengambil tasnya dan mengajak Vino untuk pindah di bangku di belakang Devano dan Sabrina. Seisi kelas pun menyoraki dan kembali dengan senyum mereka lagi.

***

Sabrina memainkan jarinya, pandangannya kosong mengarah keluar jendela kamarnya. Terduduk melamun, entah apa yang dilamunkannya.

Titha yang masih menginap dirumahnya pun segera menyamparkan usai keluar dari kamar mandi seraya mengeringkan rambutnya dengan handuk. Sabrina tersadar akan kehadiran Titha disampingnya, dan hanya melirik kearahnya.

"Ngelamunin apa sih lo, udah sore tau! Kesambet entar" celutuknya pada Sabrina.

"Enak aja lu!" Sabrina membenarkan posisinya agar bersejajar dengan Titha.

"Lagian lo sih! Kenapa cuy, cuy--kenapa?" Tanyanya bernada manja.

"Gue rasa. Semenjak Irene pindah ke kelas kita Devano makin ngedeket sama gue, ya karena kalau dia deket sama gue Irene gak bakal ngedeket! Gimana sih, caranya bikin tuh orang ngejauh. Akhh!! Devano rese'!" Umpatnya.

"Udahlah, biarin semuanya di jalanin aja"

"Ngejalaninnya sih enak! Prinsip gue sendiripun, dulu. Sebelum gue sakit, gue cuma mau ada 1 orang aja yang yang gue cintai, yang bakal ngemilikin cinta gue! Tapi entar, siapa tau gue makin deket nih sama dia. Uh, rasanya gak adil deh, gue dapet dia yang sempurna!? Sedang dia, dapet cewek penyakitan kayak gue?"

"Hush! Lo bakal sembuh, Brina!"

"Dengan cara apa? Pasang ring?"

Titha tau istilah itu kemarin setelah ia berkonsultasi dengan dokter Ririn. Jadi ia hanya mengangguk menanggapi.

"Shh Titha.. Pemasangan Stent juga ada resikonya, kalau saat di lakukan kateter dan pelebaran pembuluh darah jantung dengan balon untuk dapat meletakkan ringnya itu pecah karena penyumbatan yang keras, harus secepatnya (emergency) dilakukan operasi Jantung ByPass untuk dapat menyelamatkan jiwa pasien. Hh. Operasi Jantung / Bypass bila di lakukan dengan mengambil material untuk pembuluh darah pengganti dari arteri yang terdapat di tangan dan di bawah dinding dada. Kebayang gak kalo operasinya gagal!? Gue mati--"

"Gak gitu Brina! Atau, kasih tau Devano aja!"

"Ya janganlah, gila! Selama ini gue mati-matian ngerahasiain ini semua. Bukannya apa, tapi kalo entar tuh berita nyebar. Orang-orang kalo ngejauh sih mungkin, tapi mereka pasti ngasihanin gue, dan gue gak mau di kasihanin! Gue bisa berjuang sendiri sama jantung gue ini!"

***

Because You..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang