Fifteen

1.7K 65 0
                                    

-Sabrina pov-

Lomba telah usai, tapi masih belum bubar dikarenakan ada pengumuman pemenang setelahnya. Aku dan teman-teman kelasku yang lain memilih kembali ke kelas, menunggu pengumuman dan membiarkan beberapa anak masih arena lomba guna memberitahu kita nantinya.

"Woy! Kelas kita juara pertama!!" Evan berlari heboh kedalam kelas. Saat sudah sampai didalam ia berteriak dengan hebohnya mengumumkan kemenengan kelas kita dalam lomba yang baru ku ikuti.

"YEA!!" Semua bersorak. Aku memluk Titha yang berada disampingku.

"Selamat!" Katanya, aku hanya mengangguk dan mengembangkan senyum.

Matanya menelusur melihat semua anak yang mengucapkan selamat.

"Selamat mas bro!!" Pekik Evan pada Devano yang sedang duduk diatas bangku. Ia hanya menyunggingkan senyum dan menerima tos-an Evan.

Mataku melihatnya cukup lama sampai iapun tersadar dan akhirnya mempertemukan manik mata kita. Senyumnya terukir kearahku.

Oh God. Oke.

Aku tersenyum balik kearahnya.

***

"Yaudah yuk cabut!" Ajakku pada semua anak.

"Buru-buru banget Brin, sini aja dulu" tawar Titha.

"Ngapain emangnya?"

"Gimana Kalo----" Ucapan Devano terpotong dengan--

Brug

Suasana sunyi seketika, mendengar suara gelanyar aneh yang tiba-tiba terdengar cukup keras.

"Buset! Perut sapa tuh bunyi nyaring amat!?" Keluh Angga setelah mendengar bunyi perut yang keroncongan.

"Perut sapa tuh?" tanya Titha. Semuanya juga heboh mencari bunyi itu berasal dari perut siapa.

"Gue, sorry.." ucap Evan tiba-tiba yang membuat semuanya tertawa.

"Laper?" Tanya Devano.

"Iyalah! Cacing-cacing diperut curi semua nutrisi!... hahaa.." dengan lugunya Evan menyanyi fals seraya memegangi perutnya yang keroncongan.

"Dasar!" Semua mendemo lagi.

"Yaudah yuk, kita ke cafe dulu. Makan-makan, biar kali ini gue yang nraktir kalian" tawarku yang langsung disambut gembira semuanya.

"Bener Brin!?" ucap sebagian anak serempak.

"Yah benerlah, yuk cabut!" Aku keluar terlebih dahulu dari kelas, semua mengikuti sambil bersorak senang.

***

Titha sangat asik mengupasi kepiting baladonya. Tampak dari raut wajahnya saja bisa dibaca jika ia sedang kelaparan.

"Lo jangan serius-serius dong makan kepitingnya" ujarku yang memang lebih banyak menghabiskan waktu untuk memperhatikannya yang ada disampingku.

"Hehee, sorry. Habisnya enak sih" Dia tertawa tanpa menyadari ada sedikit sisa cabai di gigi taringnya. Yang membuatku tertawa lebih keras darinya.

Because You..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang