Twenty One

1.7K 70 0
                                    

Waktu terus berjalan. Sabrina yang baru menyadari, segera mendorong dirinya menjauh dengan menindih dada Devano.

"Akh" Devano meringis karena dadanya ditekan Sabrina guna menopong tubuh untuk bangun. "Eh, udah untung lo jatuh ke gue!  Daripada lo jatuh ke lantai? Bilang makasih gitu! Sakit nih dada gue buat tindihan lo tadi!" Pekiknya.

"Makanya mana hape gue!" Pinta Sabrina yang langsung merampas ponselnya ditangan Devano. "Ngeribetin!" Akhirnya, sebelum ia berlalu meninggalkan Devano dan menyamparkan teman-teman cewek-nya.

***

Cahaya matahari mulai masuk lewat celah jendela, sinarnya tepat mengenai wajah Sabrina yang ia segera membuka mata karena silaunya.

Teman-temannya yang lain masih tidur tengkurap karena kedinginan, masih belum ada yang terbangun. Ini hari sabtu, untungnya. Makanya sekolah dipagi ini sepi, bahkan tukang sapunya pun memilih datang kesiangan untuk membersihkan daerah sekolah.

Sabrina mengusap atas kepala Audrey, gadis itu sedang tidur memeluk Sabrina yang kini telah duduk.

"Drey, bangun yuk. Udah siang" Ajak Sabrina pada Audrey yang dengan sangat perlahan membuka matanya yang begitu berat.

"Lah, udah siang?" celetuk Audrey dengan mengucek matanya berkali-kali sebelum akhirnya bangun. Mendengar suara Audrey membuat Titha Hana dan Raya pun terikut terbangun dari tidur mereka.

"Buset pada tidur kebo" Ejek Sabrina dengan tawa kecilnya.

"Ngantuk banget, semalem kan acara selesai dini hari" Jawab Raya yang meregangkan otot-ototnya.

Tampak juga griduh dibagian belakang kelas, muncul 5 cowok dari sana. Mereka juga baru bangun.

"Cabut yok! Tidur dikelas semalem bikin badan gue remuk! Pengen dikasur" Celutuk Evan dengan mata yang masih terbuka setengah dan masih menguap beberapa kali.

"Yaudah ayo, capek banget. Gak enak istirahat ditempat kayak gini" Sambut Hana yang berjalan menuju pintu untuk membukanya.

Pagi yang cerah tapi masih ada beberapa tetesan bekas air hujan. Hujan memang baru saja benar-benar berhenti setelah semalam mengguyur dengan lebatnya. Udara segar begitu terasa dirindangnya halaman sekolah, seperti bukan dijakarta rasanya.

Beberapa siswa-siswi yang semalam bermalam disekolah mulai beemunculan dari kelas masing-masing dan segera menuju keluar sekolah dan sebagiannya mengambil kendaraan diparkiran dan segera pulang. Malam yang melelahkan semalam.

"Bang, jangan pulang dulu ya" pinta Audrey dengan menarik lengan kaos Devano. Devano yang akan membuka pintu mobil mengurungkan niatnya tersebut.

"Ngapain?" Tanyanya.

"Makan, laper. Sepagi ini masih gak ada masakan dirumah" Keluhnya seraya memegangi perut. Devano melihat langit yang tak terlalu petang namun sudah ada matahari yang menyinari.

"Kak, gue laper" Cegah Bryan pada Sabrina yang akan melangkah menuju mobilnya. "Dirumah kan gak ada bi Irah, gak ada Mama. Gak ada yang masak, masa makan roti, aku laper nasi kak dari kemaren" Wajah Bryan sangat memelas membuat Sabrina sendiri tak tega.

"Emang ada yang jual pagi-pagi gini?" Tanya Sabrina.

"Ada kak Brin! Warung dipasar, aku sama Bryan pernah makan disana pas perkemahan kemaren. Disana subuh-subuh udah buka kok!" Jawab Audrey semangat mendengar pertanyaan Sabrina.

Jangan sampe aja ni anak berdua sengaja! Batin Sabrina.

"Yakin lo mau makan dipasar?" Tanya Devano meyakinkan mengingat Audrey termasuk anak tukang jijik-an.

Mengenai ke enam temannya yang lain. Mereka sudah pulang terlebih dahulu dengan terburunya karena masih lelah.

"Yaudah ayo!" Ajak Devano yang segera masuk kedalam mobilnya. Audrey pun senang, begitupun Bryan yang buru-buru membukakan pintu mobil untuk Sabrina dan iapun segera ikut memasuki mobil dengan antengnya.

***

"Kak! Kakak hebat deh!" Ucap Bryan yang duduk di sebelah Devano. Yah, kini mereka berada disalah satu warung makan dipinggiran salah satu pasar. Tempatnya cukup bersih, dan makannya sangat enak tak bisa dipungkiri.

"Hebat apanya?" Tanya Devano seraya menyuap sesondok nasi.

"Kakak bisa tampil sekeren itu diacara semalem. Sumpeh sampe cewek-cewek pada histeris ngeliatnya, hahahaa, seru! Boleh juga tuh"

"Yaelah, apaan coba. Biasa. Yang hebat juga bukan gue kok"

"Terus yang hebat sapa?" Devano melirik ke arah Bryan. Bryan mengangkat sebelah alisnya tanda tanya.

"Dia mungkin" ucap Devano lirih pada gadis yang sedang sibuk melahap nasinya. Sabrina tak mendengar lirihan Devano tadi, ia hanya sibuk melahap dan mengobrol dengan Audrey yang duduk disebelahnya. Bryan tertawa tanpa suara agar tak diperhatikan Sabrina.

"Hahaa? Kok bisa kak Brina? Mm, jangan-jangan kak Devano naks---"

"Yah, hebatlah" potong Devano sebelum Bryan melanjutkan omongannya yang sudah ia tau. "Dia sakit aja rela latian buat lomba, rela capek, sampe' gak mentingin kesehatannya. Dia selalu berusaha memberi yang terbaik buat kelas gue. Yah, gue jadi---"

"Naksir sama kak Sabrina?" Tebak Bryan yang benar-benar tepat. Untungnya ia berbisik jadi tak ada yang mendengar selain Devano.

"Eh, apaan coba!" Devano menyumbat mulut Bryan dengan peyek udang.

"Hahahaa.. bener kan?" Lirihnya dengan tawa dan dengan mulut masih mengunyah.

"Kalo ngomong habisin makannya dulu napa coba!" Celutuk Audrey yang menimpuk Bryan dengan bola tishu buatannya sendiri. Bryan hanya memberi tanda peace.

"Gue cuma kagum" bisik Devano sebagai jawaban pada Bryan.

"Sama aja kali kak"

"Beda lah!"

"Sama!"

"Beda!"

"Sama!"

"Beda!"

Semakin lama suara keduanya makin mengeras membuat Sabrina dan Audrey memperhatikan mereka.

"Heh, jangan rame! Banyak orang makan!" Celutuk Sabrina pada keduanya yang mendapat respon anggukan dari keduanya.

Memang sepagi ini sudah banyak beberapa bapak-bapak dan ibu-ibu yang sudah sarapan. Warungnya cukup ramai.

"Itu kak Devano bilang kalo dia---" belum selesai Bryan berbicara. Devano menarik tubuhnya dan langsung membisikinya.

"Iya sama! Udah gue ngalah. Diem sekarang!" Cegah Devano.

"Nah kan! Berarti aku bener!" Bryan menunjuk ke arah wajah Devano yang disertai wajah memelet.

"Enggak gitu juga"

"Loh! Yaudah aku bilang sekarang SEMUANYA!"

"Heh! Iya deh oke. Terserah lo! Tapi jangan bilang! Titik! Gue traktir deh entar-entar" bujuk Devano dengan bisikannya. Seperti menggoda anak sd jajan.

"Hahaaa. Okedeh"

"Hey! Ngapain bisik-bisik? Kan gue yang nanya? Gue di sini?" Kata Sabrina.

"Eh, enggak kak! Kita cuma debat soal nasinya kak Devano sama nasi aku. Karena menu kita beda jadi aku bilang kalo rasanya beda, tapi kata kak Devano sama. Yaudah deh"

Pinter nyari alesan!

"Iya kan kak dev?" Tanya Bryan.

"Hh? Iya-iya" jawab Devano dengan cepat.

"Oh" Sabrina dan Audreypun hanya mengangguk paham.

***

Because You..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang