Five

2.2K 85 1
                                    

Semua terburu-buru menuju rumah sakit.

Papa Sabrina bahkan dengan cepat melesat datang dari luar kota bersama Mamanya, tampak Adrian bingung bermondar-mandir di depan ruangan. Tampak di kursi panjang ruang tunggu, mama Sabrina menangis tanpa suara, jangan sampai hal buruk terjadi lagi.

Titha menggigiti bibirnya, tangannya dengan lembut mengusapi pundak Tania berusaha menenangkan Tante itu.

"Om, tante. Maafin aku ya. Aku gak tau kalau bakal kayak gini" ucapnya kemudian dengan sangat merasa bersalah. Tania meraih tangannya, menggenggamnya erat.

"Kamu gak salah kok sayang" ucap mama Sabrina seraya tersenyum dan langsung memeluk Titha.

"Maaf tante.."

Sudah cukup lama mereka menunggu bahkan sampai dua Perawat membuka pintu ruangan, lalu muncul beberapa perawat lainnya yang mendorong intensive care bed yang di atasnya terdapat Sabrina yang terkapar tak berdaya.

Di buntuti oleh dokter Ririn di belakangnya.

"Gimana Sabrina?" Tanya Tania dengan mata nanar menatap pada putri sulungnya yang kembali terbaring usai beberapa bulan lalu.

Dokter Ririn sedikit berbincang dengannya, menenangkannya sebelum kembali menyusul para perawat memasuki ruangan lain.

Titha semakin merasa bersalah di situ. Dan sekaligus tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

"Sabrina kenapa tante?" tanya Titha, yang disambu rangkulan oleh Tania.

"Gapapa" jawab Tania dengan senyum yang Titha tau itu dipaksa. "Oh ya, jangan bilang ketemen sekolah kamu kalo Sabrina dirawat ya, tante tau dia gak bakal suka kalo musti temennya tau"

***

Pagi yang sama dengan biasanya. Cuma terdapat perbedaan dengan tirai dikamarnya tiba-tiba sudah terbuka dikala pagi. Dugaannya mulai aktif. Siapa lagi yang biasa membuka tirai dan pintu kaca menuju balkon dipagi buta selain Mamanya.

"Devano.." sebuah suara membuat Devano menoleh kearah sumber suara, tepat diruang makan. Terdapat wanita yang selama seminggu ini tak pernah dilihatnya dirumah sudah kembali ada. Juga sudah ada Audrey yang lahap dengan sarapannya.

"Udah pulang, Ma?" Tanyanya seraya menghampiri meja makan yang mana Ririn sedang menyiapkan roti untuknya dan Audrey—lagi.

"Iya, syukur pasien mama udah bisa pulang hari ini, kesehatannya udah mendingan. Kamu sendiri sama Audrey disini baik-baik aja'kan?" Tanyanya bersamaan dengan menaruh roti diatas piring Devano. Senyumnya merekah, tidak biasanya Devano mau menyantap sarapan bersama-sama.

"Tenang aja ma, kita berduakan bukan anak manja" jawab Audrey, membuat senyum Ririn makin merekah.

"Yaudah mah, Devano mau berangkat sekolah dulu" ia bersalam dan segera keluar rumah dengan mencomot roti berselai kacangnya dan juga milik Audrey yang akan dilahapnya.

"Hati-hati, Dev!" Ingat Mamanya.

"Jahat lu Devano!" Teriak audrey, yang langsung di sumbat mulutnya oleh Ririn memggunakan roti lain.

"Heh! Itu Abang kamu, kamu gak sopan ah kalo manggil nama gitu! Ini mama buatin rotinya lagi"

***

Devano memarkirkan mobil seperti biasa, berjalan ke kelas seperti biasa, dan masuk kelas seperti b—

"Sabrina?" Ucapnya, lolos dari bibir yang sedari tadi hanya terkatup.

Because You..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang