Twenty Nine

1.5K 53 3
                                    

-Author pov-

Devano segera keluar dari tenda karena mendengar suara riuh semua anak. Matanya langsung menangkap sosok Sabrina yang masih pucat nampaknya tapi ia sudah bercanda ria dengan teman-temannya yang lainnya.

"Dev! Lo ngapain keluar tenda? Lo kan belom sehat!" Evan dan Vino menghampiri Devano. Devano gak mengubris dan duduk dibatang kayu didepan tendanya.

"Iya Dev, mending lo ke dalem aja dulu!" Timpal Vino.

"Kalian lebay kayak cewek! Gue baik-baik aja kok" jawab Devano. Matanya tak terlepaskan menatap Sabrina yang masih tertawa.

"Yah, jelas baik-baik aja lah. Kan udah ada Sabrina.." goda Evan yang mendapat jitakan keras dari Devano.

"Anjir!" Devano kembali masuk ke dalam tenda, meski ia masih belum puas memperhatikan gadis itu.

***

Malam kembali tiba. Semua anak bergerumun di luar untuk menyantap makan malam mereka, Devano yang dibujuk segera oleh teman-temannya yang lain tak kunjung keluar dari tenda.

"Devano.. " Terdengar suara lembut seseorang dari balik luar tenda, Suara yang tak asing lagi, Suara Sabrina!


Devano membalikkan badannya segera bertatapan dengan Sabrina yang mulai memasuki tenda. Dia yang memakai jaket maroon dan celana jeans hitam ini pun segera duduk di hadapan Devano.

"Kenapa?" Tanya Devano. Sabrina tak bergeming, matanya masih lekat-lekat menatap Devano. "Kenapa woy!?" Devano mengeraskan suaranya, agar Sabrina tersadar. Namun kenyataannya Sabrina sadar, tapi ia memang diam.

"Heh, budi!!" Ucapnya kemudian.

"Nah kan!! " Sabrina akhirnya berbicara, ia menunjuk Devano seperti tersangka maling ayam. "Lo itu devdanendra kan! Lo bolot kan!?"

Skakmat!?

Devano hanya diam tak bergeming. Tapi disisi lain dia juga seperti maling yang tertangkap basah. "Hh--lo ngomong apaan sih?"

"Halah! Ngeles!" Balas Sabrina dengan matanya yang jengkel.

"Heh! Sabrina! Gue beneran gak ngerti lo ngomong apa?"

"Basa-basi lo!" Sabrina segera bangkit dari hadapannya. "Btw, thanks, lo udah mau peduli sama gue kemaren. And, sorry udah bikin lo jadi gak enak badan" Sabrina melemparkan kotakan berukuran sedang dan segera keluar dari tenda sebelum Devano memanggilnya. Devano segera membuka kotak tadi.

Didalamnya terdapat roti bakar keju dengan berbagai macam sayur dan buah yang dijadikan saladnya, yang dalam firasat Devano sepertinya Sabrina yang membuatnya sendiri tadi. Karena sempet ia menginti diluar tenda tadi melihat Sabrina yang sangat sibuk mengatur makanan.

Ah! Begitu PD-nya!

Devano mengukir senyumnya sangat lebar. Sangat bahagia. Ini adalah makan malam paling enak yang pernah ia makan ditempat yang juga indah.

***

Pagi mulai menyapa.

Devano keluar dari tenda dengan jaket, karena suasana pagi di sini memang sangat dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Devano keluar dari tenda dengan jaket, karena suasana pagi di sini memang sangat dingin. Tubuhnya sudah tak sakit lagi sejak semalam. Mungkin karena makanan yang diberi Sabrina.

Dia melihat seseorang berjaketkan orange menekuk lututnya, dia duduk membelakanginya menghadap air terjun, di bawah pohon yang sangat besar nan rindang. Tanpa pikir, Devano segegra menyamparkannya dan tanpa ragu duduk disampingnya.

"Lo udah sehat?" Devano dan Sabrina bertanya dengan bersamaan, saling menatap kemudian, dan saling diam.

"Mau jalan gak?" Tawar Devano.

"Entar nyasar lagi" Jawab Sabrina.

"Ih itu mah elo yang mimpin jalan tapi gak di afalin jalannya!" Devano mentoyor kepalanya.

"Ih!" Sabrina mentoyor balik dengan keras, sepertinya dia tidak pernah di toyor kepalanya. Sebut saja balas dendam.

"Eh! Gue noyornya lembut kali! Kenapa balesnya di kasarin!?"

"Suruh sapa lo mulai duluan!"

"Hh. Yaudah, lo mau jalan gak? Gue tau jalan ke arah timur sana. Sekalian sama Evan, Githa, Vino, sama Titha.. " tunjuk Devano dengan milirik pada mereka yang sedang beesiap diluar tenda.

Sabrina melihat mereka, lalu kearah Devano dan mengangguk perlahan seraya tersenyum.

"Yaudah yuk!" Devano bangkit dari duduk dan mengulurkan tangannya pada Sabrina. Sabrina membiarkan tangan itu kosong, hanya menatapnya.

"Ayok!" Ajaknya sekali lagi. Sabrina tersenyum dan menerima uluran tangannya.

***

"Aduh mamen!! Berdua mulu gak sepet pak buk!?" Devano hadir dengan menggandeng Sabrina mengejek Vino yang sedang bermesraan dengan Titha.

"Idih! Biarin!" Jawab Titha sambil memelet.

"Dev! Brin!" Githa memanggil. Keduanya menoleh. "Tangan nempel mulu gak peggel!?"
Keduanya baru menyadari jika sedang bergandengan tangan sedari tadi hingga kini. Dengan cepat mereka melepas tangannya dengan wajah memalu.

"Biri-biri.." Githa mulai menggoda Sabrina yang kini mendekat kearahnya. Sedangkan Devano mendekat pada Evan.

"Dasar bum---"

Evan, Devano dan Githa melototkan matanya pada Sabrina. Oh God! Sabrina hampir terlepas omongan tentang sahabatnya tengah hamil.

Untungnya aja gak sampe ngomong bumil!

Dan beruntung juga Evan dan Titha mengingatkan.

"Kenapa sih?" Titha dan vino keheranan.

Mereka berempat kompak menggeleng. Ini rahasia besar!

"Ih! Kebiasaan!" Omel Titha sok merajuk. Semua tersenyum kuda menanggapi.

***

Because You..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang