Forty Four

1.3K 56 0
                                    

"Bisa cepet dikit gak!?" Devano meneriaki semua anak agar segera keluar, ia sendiri dan Sabrina memilih menunggu di luar, berdua? Yah berdua.

"Berdua aja? Yang laen mana kak?" Tanya Bryan yang tiba-tiba muncuk dibelakang keduanya bersama Audrey.

"Masih didalem" jawab Sabrina.

"Aku punya ide! Kak Sabrina tutup telinga dulu!" Usul Bryan yang mendapat kernyitan dahi dari semuanya. Sabrina tak menuruti ucapan adiknya yang sepertinya ingin membuat sebuah kejutan, tapi ia beeriap siaga menjaga telinganya agar sedikit menggubris apa yang terjadi.

Bryan mengambil ancang-ancang. Seperti pimlinan demo yang siap memimpin masanya. "LONGSORR!!!" Teriaknya histeris, Devano dan Audrey teelihat kaget berunung Sabrina sudah siap, makanya dia tak kaget akan hal itu.

Bruk!

Semua penghuni villa keluar terbirit-birit, tak peduli bik Sri yang masih membawa piring yang dicucinya, tak peduli kang Jeje yang membawa pel-pelan, Angga yang masih mengeringkan rambutnya dengan handuk, dan hana yang belum meratakan bedaknya.

"Gue gak mau mati!!" Vino dan semua anak lainnya berteriak heboh di luar, dipemandnagan lain, juga Fely dan Kathy masih menggigit gorengan mereka.

"Den, mana longsor? Mana!?" Teriak kang Jeje heboh.

Devano, Sabrina, Bryan dan Audrey pun tertawa lepas melihat kelakuan-kelakuan mereka.

"Pinter!" Devano beetos dengan Bryan yang masih tak hentinya tertawa.

"Eh-eh-eh, maksudnya apaan nih! Pake ketawa semua!?" Tanya Hito curiga yang diikuti kecurigaan semua.

"Hahaa! Sorry-sorry. Suruh sapa kalian lama amat, di panggilin juga dari tadi!" Jawab Devano.

"Jadi, gak ada longsor!?" Tanya semua kompak.

Kita berempat pun mengangguk kompak.

"SIALAN!! " Semua meneriaki keempatnya yang tertawa.

***

Semua anak sudah tampak kelelahan, sebagian masuk kedalam villa untuk mencari makan pengganjal perur yang sudah keroncongan. Jalan-jalan pagi kedaerah sekitar villa tak terasa lelah saat melihat oemandangannya, namun perut yang kosong sudah tak bisa diajak berkompromi rupanya.

Lain dengannya, Devano memilih untuk menghampiri seorang Sabrina yang duduk sendiri digardu depan villa.

"Ngapain nyamperin gue?" Tanya Sabrina tanpa menoleh.

"Kan terserah gue mau duduk di mana aja" Sabrina membuang nafas berat, mengalihkan pikirannya pada ponsel dan segala tete-bengek didalamnya. Usil. Devano segera merebut ponselnya, karena tak ingin kehadirannya seperti tak dianggap oleh Sabrina.

"Balikin Dev!?" Sabrina berusaha meraih ponselnya yang diangkat tinggi.

"Gue liat bentar!"

"Ih! Balikin Dev!?"

"Tunggu, gue kepo bentar aja, gak mungkin ngotak-ngotik yang laennya!?" Devano membuka semua app yang ingin dia ketahui. Sedangkan Sabrina masih berusaha merebutnya.

"Den Vano!? Anu kasep pisan!!" Suara teriakan seorang gadis terdengar mendekti mereka. Membuat keduanya yang masih sibuk bertengkar menjadi diam seketika dengan posisi tangan Sabrina mendekap ponselnya yang masih dalam genggaman Devano.

"Den Vano teh iraha datangna? Sudah lama teh, den Vano dah te kesini lagi!?" Lanjutnya.

Imaz!? Teriak batin Devano

Gadis itu. Namanya Imaz, ponakan bik Sri tepatnya, naksir Devano sudah dari dia kecil dulu. Pernah pacaran? ENGGAK! Devano anti sama dia. Bukan karena dia ponakan pembokat tantenya. Tapi, sikap Imaz yang keganjenan overdosis dan lagat bak orang tak habis harga tujuh turunan makin membuat Devano risih. Cantik, tapi tidak hatinya.

Ganggunin gue lagi berduan anjir! Umpat Devano dalam batinnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ganggunin gue lagi berduan anjir! Umpat Devano dalam batinnya.

Sabrina hanya melirik heran kearah Devano, lebih tepatnya tanya.

"Ngapain lo kesini!?" Tanya Devano dengan nada tak suka.

"Ih, Imaz teh mau ketemu den Bano atuh. Uh, Imaz teh, udah nunggu lama pisan, nunggu den Vano balik didieu.." manjanya seraya mendekat pada keduanya.

"Siapa Dev!?" Tanya Vino yang keluar villa sendiri tanpa suara memberi isyarat tanya, . Devano hanya menggeleng enek.

"Siapa?" Bisik Sabrina. "Mantan lo juga?" Lanjutnya.

Devano berbisik balik ke arahnya. "Amit-amit anjir gue punya mantan begitu, ngeliat muka nya aja gue ogah!" Pelototnya. "Dia Imaz, ponakan bik Sri, tapi gayanya udah gak ketulungan, padahal orang tuanya aja buat makan sehari-hari aja pas-pasan kata bik Sri. Aduh, pokoknya nih orang enggak banget deh!"

Sabrina menggelengkan kepalanya seraya tersenyum tipis.

"Eh, teteh yang satu ini siapa? Pasti bukan pacarnya den Vano kan? Ah pasti bukan lah! Selera den Vano kan kawas abdi ten.." ucap Imaz dengan manjanya.

Spesies yang beneran aneh! Umpat Sabrina dalam batinnya.

Devano dan Sabrina hanya bisa menahan tawa.

"Najis!" Ucap Devano.

"Aih teh den Vano.." rengeknya. "Yasudah, perempuan ini siapa atuh?"

Belum berkata, Devano segera merangkul Sabrina dengan eratnya. Sabrina hanya terpelongo. "Pacar gue!" Jawab Devano dengan jelasnya. Imaz lebih terpelongo lagi, tak bisa dipungkiri hatinya sangat sakit seperti tertibun jarum bertubi-tubi.

"Lo ngikut aja sama gue, biar lo selamet dari dia" bisik Devano. Tatapan sabrina semakin heran.

"Maksudnya?" Bisiknya kemudian.

"Dia agak sinting! Makanya gue gak mau lo diapa-apain, kalo lo gue akuin pacar kan mana mungkin dia bisa nyakitin orang yang gue sayang?" Ucapan Devano mengena.

"Pacar!? Ah, pasti bohong, tuh si teteh nya mukanya kaget gitu!" Rengek Imaz semakin mendekat pada Devano.

"Anjir! Jangan deket-deket sama pacar gue!?" Bentak Sabrina mengeratkan rangkulan Devano. Tak hanya Imaz, Devano sangat terpelongo atas oerlakuan Sabrina yang bagitu mengejutkannya itu.

"Ssh. Punten kalo gitu teh. Saya mau ke dalem dulu, mau bantu bik Sri! Nuhun.. " Dengan muka memelas dan nada ngambek-nya Imaz meninggalkan mereka menuju dapur villa.

***

Because You..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang