Sixty

1.2K 35 0
                                    

"Oh, terus kalian itu nuduh saya toh? Nuduh saya sekamar sama bukan muhrim saya gitu toh?! Sembarangan kalian itu yo!!" Cerocos Fely dengan garangnya. Sungguh, temannya yang sedang bersembunyipun hampir tak bisa menahan tawa mereka.

"Ih, bukannya gitu mbak tompel!" Ucap Irene.

"Heh! Ngomong opo awak mu!!?"

"Eh, maksud saya mbak cantik. Saya mau liat sebentar aja, kalo emang gak ada temen-teman saya, gak papa dong saya liat-liat sebentar, kan saya cuma memastikan.. " lanjut Irene.

"Yo wes, tapi kalian tetep di sini yo, ojo' sampe ngelahkah melebbu nang jero!" Fely membukakan pintu kamar. Irene, Sisi dan Fair berebutan memasukkan kepala mereka, karena mereka tidak di perbolehkan masuk ke dalam.

Celingak-celinguk.

"Mana!?" Ucap Irene

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mana!?" Ucap Irene.
"Tapi gue liat mereka ke sini kok" Jawab Sisi.
"Lo beneran gak sih Si?!" Lanjut Fair.
"Gue yakin, tapi kenapa nih kamar sepi"
"Haccihh!!" Suara Vino bersin sangat terdengar jelas dari arah kamar mandi.

"Lah, itu sapa!?" Tanya ketiganya kompak.

"Eh--opo.. Iku, bojo-ku! Maass.... " panggil Fely yang tak kehilangan akal.

Sedang Vino masih kelagapan dan bingung hendak menjawab apa. "I--iyo, opo!?" Sahutnya dari dalam kamar mandi.

"Wes-wes, mettu!" Fely mendorong ketiganya keluar dengan segera. "Gak onok kan.. " lanjut Fely.

Irene dan teman-temannya pun mengangguk sinis.

"Yo wes, kono! Ganggu aku mau tidur!" Irene dan lainnya pun segera berlalu tanpa babibu lagi. Fely segera menutup dan mengunci pintu rapat-rapat.

"Syukur! Keluar woy!" Ucap Fely sangat pelan.

Semuanya keluar dari tempat persembunyian mereka.

Sebagian bersembunyi dibalik ranjang, sebagian masuk kelemari, dan sebagian masuk kedalam kamar mandi.

"Buset dah tuh anak!" Ucap Angga cukup keras.

"Shuttt!!" Semua menyarankan diam padanya.

"Kenapa? Mereka masih di luar?" Lanjut tanya Angga dengan nada perlahan. Fely mengintip ke jendela memastikan. Dan mengangguk tanda jawaban iya.

"Mereka nungguin didepan noh, duduk-duduk. Keknya masih curiga" jawabnya kemudian.

"Sayang, mending kamu copot dulu deh dandanan kamu, bersihin tuh make-up gak jelasnya, aku rada geli ngeliatnya.. " ucap Hito di susul dengan tawa kecil teman-temannya.

"Hehee, iya, aku mau ganti kok.. " lanjut Fely dan langsung bergegas menuju kamar mandi.

"Emang di sini gak ada pintu belakang apa?!" Tanya Angga.

"Pintu samping yang ada, itupun kalo di buka, dan itupun kalo gak ketahuan Sisi.. " jawab Kathy yang baru saja mengintip keliar jendela. "Dia lagi patroli kamar kita noh soalnya"

***

"Ih, kan sia-sia kita kalo gini, jauh-jauh ke bangka, eh, gak ketemu cowok-cowok, kan kita niatnya udah buat itu!" Celutuk Fair yang memainkan kerikil.

"Ih, gue juga kesel nih kalo gini. Gue udah ngintipin mereka diskusi liburan itu sampe kepala gue kejedot jendela. Eh, pas di susulin. Sesat!?" Lanjut Irene.

"Tapi, kok gue yakin mereka sembunyi didalem sih.. "

"Buktinya? Sisi? Udah tau Sisi rada-rada orangnya" ucap Irene. "Ih, padahal dari kemaren kita udah sembunyi-sembunyi yah, ngebuntutin mereka dari bandara sampe kesini"

"Lo sih yang nyuruh ngebuntutin" celutuk Fair.

"Ih, bukan cuma gue aja kan yang pengen ngebuntutin Devano biar gue bisa liburan sama dia! Tapi lo juga! Sisi juga. Lo pengen liburan sama bebeb Hito lo yang lo taksir itu kan!? Terus Sisi, pengan liburan bareng bebeb Geraldnya kan. Ih, pake acara nyalahin gue lo!" Jawab Irene menggebu.

***

"Yaudah kalian tidur di sini aja, di kursi noh. Jangan kemana-mana tidurnya!" Usul Titha dengan nada rendah pada semua cowok karena terlalu kasihan melihat lelah mereka.

"Hh--dikursi!?" Ucap semua cowok kompak.

"Eh, kenapa, nyolot? Gak mau? Kalo gak mau keluar!" Lanjutnya.

Tak ada yang bisa diperbuat lagi, daripada mereka harus beekejaran dengan para mak lampir itu.

"Iya, kalo sofa, itu kursi kayu! Bisa encok pinggang gue.. "ucap Angga begitu lirih.

***

"Mereka masih di depan?" Tanya Sabrina pelan menghampiri Devano yang juga belum tertidur di kursi dekat jendela yang sedang memainkan ponselnya. Jam telah menunjukkan hampir pukul 2 dini hari, tapi keduanya masih terjaga tanpa terserang kantuknya.

"Belom noh, masih betah" jawab Devano setelah mengintip. "Lo kenapa belum tidur?" Tanyanya kemudian.

Sabrina duduk di sampingnya. "Lagi gak ngantuk aja. Nah lo sendiri?"

"Sama" jawabnya singkat. "Usir mereka yuk" ajaknya kemudian. Sabrina hanya mengernyitkan dahi sebelum akhirnya membisikkan sesuatu padanya.

***

*kletek..

Suara patahan kayu terdengar dari arah samping kamar. Membuat Irene yang matanya tersisa -5 watg terjaga dengan lebarnya, begituoun Fair yang ada disampingnya.

"Irene, apaan tuh! Gue takut, balik ke kamar aja yuk, udah malem banget juga.. Ayo!!" Ajak Fair ketakutan.

"Hh-lo ngapain takut sama suara sih, tenang aja" jawab Irene yang menahan takutnya.

*ting-ting-ting..

"Irene... Suara gelasnya tukang jamu, jangan-jangan hantu jamu gendong itu ada bener!?" Lanjut Fair yang makin pucat wajahnya karena takut. Jujur, kini Irene sebenarnya lebih takut darinya.

"Mbak.... Mbak.... "

"Irene, sumpah, itu suara cewek, suara setan rene!?" Fair memeluk Irene kuat.

"Lo jangan lebay deh, gue kan jadi takut juga. Mungkin itu apaaa gitu. Atau, Sisi! Itu lo!?" Irene masih menahan rasa takutnya.

"Gue yakin itu setan beneran rene! Bukan Sisi!..
Lagian tuh! Sisi di sana!" Fair menunjuk Sisi yang tampak lesu berkeliling kamar.

*dg-dg..

"Rene, suara sepatu siapa?"

"KHAAA!?" Kaget suara orang begitu serak.

"AAAAKKKHHHHHHHHH!!!!!!!!!" Irene dan Fair langsung berlari terbirit-birit setelah melihat sesosok putih hitam dengan balutan kain besar dan kotor. "Setan!?"

***

Devano tertawa sangat puas melihat mereka terbirit-birit melihatnya yang sedang memakai gorden bermotif lumpur-lumpuran. Sungguh sangat mendukung. Sedangkan Sabrina yang berada didalam kamar juga tertawa dengan nada kecil karena takut membangunkan teman-temannya. Ia berbagi tugas dengan Devano tadi untuk mengusir para jejulit itu. Dengan Devano menyamar menjadi hantu, dan Sabrina yang menciptakan nada-nada penuh kemisterian dibaliknya.

***

"Si Irene dan cecurutnya udah gak ada?" Ucap Titha yang membuka lebar pintu kamarnya kini. Membiarkan angin pagi memasuki kamarnya yang berisi 8 orang. Sangat menyesakkan.

Sabrina baru saja membuka matanya dan menuup sebagian wajahnya dengan selimut. Begiuoun Devano yang baru terbangun dari kursi yang dibuatnya tidur.

"Mungkin pantat mereka kram nungguin kita, hahaa" Canda Hitoyang diikuti tawa semua. Devano tersenyum nakal pada Sabrina, begiupun sebaliknya. Jika mereka tak melakukan hal itu, mengkin tiga kuntilanak itu akan tetap berada disana bahkan menginap didepan kamar mereka. Sungguh, mereka teelewat nekat.

Because You..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang