Fifty Three

1.1K 45 0
                                    

"Brin, kok gue kepikiran si Irene ya?" Bisik Yitha dari arah bangku di belakang Sabrina. Tempat Evan yang sudah ditempatinya dan Vino.

"Tentang?" Tanggap Sabrina dengan masih menulis sesuatu dibukunya.

"Kemaren, yang lo ngelawan omongan dia"

"Hh--" Sabrina meletakkan penanya, dan menghadap kearah Titha. "Kalau pun bales dendam ya tunggu aja, mau gimana lagi" cueknya.

Tak lama usai bergunjing. Tiba-tiba Irene dan kedua temannya yang nampak seperti pengawalnya--Fair dan Sisi--masuk ke dalam kelas mereka. Irene berdiri tegak di depan pintu.
Semua pandangan tertuju ke arahnya.

"Gue pake ngomongin, Brin! Dateng dah mereka" bisik Titha dengan menggaruk kepalnya yang tak gatal sebagai pengalihan.

Mata Irene menjelajah mencari seseorang, sampai akhirnya teehenti pada seorang gadis yang ternyata ada dibangku depan dihadapannya. Eh salah! Bukan! Tapi----

"Hey! Gue Irene, lo Devano kan?" Irene menjulurkan tangannya pada Devano yang memang duduk di bangku paling depan--pojok--bersama Sabrina. Ia memasang senyum dibibirnya yang membuat semua anak mulai berkicau dengan gosipnya.

Devano hanya memperhatikan tangannya dan mengalihkan pandangannya segera pada layar ponsel yang sedang ia mainkan.

"Oh, oke!" Irene menarik tangannya kembali, rautnya sedikit menahan kesal--malu--emosi. "Mm--nanti kan jadwal musik di ekskul fashion, gue baru masuk sana, entar lo ajarin gue ya!" Ucap Irene kemudian.

"Sok kenal?" Celutuk Devano kemudian tanpa beepaling dari ponselnya.

"No! Kan tadi aku udah kenalin nama aku ke kamu, nama aku Irene!" Devano membalikkan badannya ke arah Sabrina, menghiraukan irene yang ada di depannya.

"Devano, katanya kamu playboy? Ternyata gak juga, karena lo udah nyuekin cewek kayak gue! Cowok di atas rata-rata aja ngerebutin gue? Dan lo? Nyia-nyiain!" Umpatnya.

Urat malunya putus? Batin Sabrina tercengang.

Bisikan tetangga semua anak pun makin menggema, berisi sama dengan ucapan batin Sabrina. PD parah anjir!

"Atau, gara-gara cewek dekil ini? Hello! Jauh dibawah gue!" Umpatnya berlanjut dengan menggidikkan bahu setelah menunjuk Sabrina.

"Anjir, waks! Lo sama dia ibarat sapi dan tai-nya, Brin" bisik Titha dengan manahan tawanya.

"Udah ngomongnya?" Lirik Devano sekilas. "Kalo udah mending lo pergi aja dari kelas gue, panas!" Lanjut Devano dengan mencomot kipar portable mini milik Titha untuk dianginkan pada wajahnya. Semua anak menahan tawa, termasuk Fair dan Sisi yang langsung mendapat cubitan dipinggang mereka oleh Irene.

Dengan wajahnya memerah kesal. Ia segera menghentakkan kainya untuk segera pergi dari kelas itu. Diikuti Fair dan Sisi yang sedikit terbirit dibelakangnya.

"Anjir cewek gila!" Gerutu beberapa anak dengan tawa mereka yang kini pecah.

"Kayaknya, urusan lo sama dia nambah deh, Brin!" Ucap Titha. Membuat Sabrina Devano dan Vino menoleh kearahnya.

"Ada apa? Kenapa? Urusan apa?" Tanya Devano lebar. Titha memberi kode pada Sabrina agar ia menjawab, tapi ia menggeleng membuat Titha lah yang harus menjawab.

"Jadi kemaren, gue sama Sabrina kan ngomong dijalan, dan kjta posisinya diem! Gak jalan! Tiba-tiba aja si mak lampir jalan main nabrak aja terus nyalahin kita berdua lagi!" Titha menarik nafasnya. "Udah nyerocos ngatain kita kayak gini nih!---Heh, kalo jalan pake mata, kalo blablabla blablabla blablabla--" Titha meniru gaya bicara Irene dengan dibumbui kelebayan. Devano Vino dan Sabrinapun bahkan teetawa geli. "Terus, si Sabrina ngejawab, kalo jalan itu pake kaki, kalo ngeliat baru make mata! Nah bener kan!?"

Because You..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang