Thirty Two

1.5K 61 0
                                    

-Sabrinaa pov-

Suasana sudah mulai sepi, banyak anak yang kembali ke tenda, namun sebagian lainnya tetap berada di luar menghabiskan waktu sambil bercanda.

Aku masih di tempat yang sama dengan orang yang sama, Devano.

Petikan gitarnya mengantarkan pada alunan lagu lama milik the junas monkey-jadian.

"Bagus kan?" Tanyanya usai lagu yang ia mainkan telah selesai.

"Biasa aja" jawabku datar meski hatiku menganggukan kata iya.

"Hh--makanya hayatin lagunya dong!" Dia meletakkan gitar. "Kalo di hayati takut baper?" Tanyanya dengan senyum jailnya.

"Kepedean!" Aku menjitak kepalanya.

Cukup lama, Devano semakin sering melontarkan ucapan-ucapan yang selalu membuat ku kesal, namun.... Ah, tau ah!

"Gue heran, kenapa cewek itu seneng di bilang mirip bulan? Padahal kan bulan bolong-bolong!" Ucap ku seraya menatap ke atas. Ada bintang yang menghiasi menarik perhatianku.

"Kan maksudnya bukan begitu.." jawab Devano.

"Kata-kata basi playboy!"

"Sembarangan!" Dia menjitak kepalaku, aku hanya tertawa. "Maksudnya kata-kata itu kan, sinarnya. Sinar bulan itu kan indah. Coba kalo malem gak ada sinar bulan ataupun bintang yang ngehiasin? Gelap kan? Suram! Nakutin"

"Tapi sinar bulan gak secerah matahari tuh" belaku.

"Sinar matahari itu panas, masa wajahnya panas, panas identik sama penuh emosi, amarah. Kalo bulan lain, kayak yang gue bilang tadi. Intinya kan, jangan ngeliat dari fisik nya! Lihat dari apa yang di berikannya pada bumi ini, pada kita ini.."

Dia melihat ku serius, aku membuang pandangan ke arah rembulan yang memang sangat indah jika di perhatikan.

Devano merebahkan tubuhnya di atas batu yang memang besar ini.

"Enough with a simplicity" ucapnya lirih taoi aku masih mendengar samar-samar. Aku melirik kearahnya menunjukkan raut tanya. "Cukup dengan sebuah kesederhanaan. Sangat sederhana. Bahagia kan sederhana.. seperti saat ini, gue bahagia! cukup berdua sama lo"

Aku terdiam dan kembali melihat kearah langit. Anggap saja aku tak mendengar kata-kata Devano tadi.

"Gak jelas lo!" Celutukku yang membuat ia duduk kembali.

"Tapi gue tetep ganteng!" Dengan pdnya.

"Idihh!" Aku menunjukkan ekspresi jijik padanya.

"Ngaku aja kali!" Aku menjulurkan lidahku lalu pergi meninggalkannya segera. Sungguh bisa membuatku gila jika terus bersamanya.

***

"Devanooooo!!!"

Semua anak bergerombol keluar dari tenda mereka masing-masing setelah mendengar suara teriakanku yang menggema disunyinya pagi.

Aku terus mengejar Devano yang berlari semakin kencang. Sungguh lelaki yang sangat menyebalkan dia!

Flashback

Because You..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang