6. Sebungkus Rahasia

10.9K 749 57
                                    

Sedari tadi, mulut Rhea terus berkomat-kamit menggumamkan kosa kata bahasa Inggris yang setiap hari dia hafalkan. Cewek itu memiliki rutinitas menghafalkan sepuluh kosa kata bahasa Inggris untuk sekadar menambah wawasannya.

"Arrrgghh ini apaan sih!" Rhea menyambar ponselnya yang berdering menandakan seseorang menelepon. Dahinya berkerut samar melihat nomor tak dikenal tertera di layar ponselnya. Dengan ragu ia menggeser tombol hijau. "Halo?"

"Lagi ngapain?" Bola mata Rhea membulat mendengar suara itu. Bukan hanya matanya, mulut cewek itu juga menganga. Ini Ray! Rhea sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga dan bergumam tidak jelas.

"Hei, kok diem?"

"Darimana lo tau nomor gue? Dan ngapain lo nelepon gue?" Alih-alih menjawab pertanyaan Ray, Rhea justru melontarkan pertanyaan lain.

Rhea dapat mendengar suara diseberang sana tertawa kecil. "Kamu itu lucu, Rhe. Aku nelepon aja udah kayak wartawan. Nggak penting aku dapet nomor kamu dari mana." Jeda sejenak. "Kamu tadi nggak papa?"

Ada sedikit rasa heran di dalam benak Rhea mendengar Ray berbicara dengan bahasa 'aku-kamu'. Sebenarnya ia ingin bertanya, tapi yang keluar dari mulutnya malah pertanyaan, "Nggak papa apanya?"

"Yah, Haris itu bahaya."

"Gue nggak kenal sama cowok itu." Rhea berdecak kesal. "Tau ah, gue tutup."

"Eh, jangan dulu."

"Apa lagi?"

"Save nomorku ya. Ray ganteng, gitu. Jangan lupa embel-embel gantengnya."

"Iya iya. Udah kan? Gue mau tidur."

"Yaudah, nice dream. Kalo kamu kangen, aku bakal temuin kamu malam ini, di mimpi."

"Jijik." Rhea segera memutuskan telepon secara sepihak. Tanpa sadar bibir cewek itu melengkung membentuk seulas senyuman tipis.

Sepertinya Ray benar. Mereka benar-benar mengobrol hari ini.

°°°

Ray memasukkan ponselnya ke dalam saku, merasakan dadanya sesak. Oh tidak, jangan lagi. Ia berjalan dengan langkah tertatih mendekati nakas di samping tempat tidurnya. Mengambil obat disana, lalu meminumnya. Ia mengerang pelan merasakan dadanya semakin sakit.

Ray mendengar suara pintu kamarnya diketuk bersamaan dengan suara ibunya yang ingin masuk. Cowok itu berjalan pelan mendekati pintu, masih dengan meremas dadanya dan meringis menahan sakit. Saat tangannya menggapai pintu, dia mengurungkan niat untuk memutar kenop. Ibunya tidak boleh tahu kalau dia sedang kambuh. Ia ingin ibunya juga sembuh tanpa memikirkan kondisinya. Setelah beberapa detik Ray hanya berdiri di balik pintu, ketukan itu tak lagi terdengar, mungkin ibunya mengira dirinya sudah tidur. Ray kembali duduk di tepi ranjang dan menyalakan ponsel, lebih tepatnya membuka aplikasi BBM. Ia mencari kontak Rico, lalu mengirim pesan pada sahabatnya itu.

Reynando: Lo belum tidur kan? Gue ke rumah lo sekarang

Tanpa menunggu balasan, Ray mengenakan jaket dan mengambil helm serta kunci motornya. Ia membuka pintu sepelan mungkin, berusaha tidak terdengar suara deritan. Dengan menahan sakit di dada, Ray berjalan mengendap-endap, sesekali dia berlari dengan kondisi kaki berjinjit, berusaha tidak menimbulkan suara supaya keluarganya tidak mengetahui kepergiannya di waktu selarut ini. Setelah berhasil keluar rumah dengan selamat, laki-laki itu mengendarai motornya membelah jalan raya yang gelap. Cahaya yang berpendar dari gedung-gedung dan kendaraan membuat jalan itu tidak segelap yang seharusnya. Ray mempertinggi kecepatan laju motornya, mengabaikan rasa sakit di dada yang semakin menyiksa. Motornya masuk ke dalam gang di dalam sebuah pasar, sebelum akhirnya berhenti di depan sebuah rumah.

Senbazuru✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang