55. Satu Kata Tiga Huruf (END)

6.1K 472 91
                                    

Rhea berharap bahwa hari pertamanya di kelas XII akan berujung menyenangkan. Setelah berusaha merelakan kepergian Ray ke Singapura yang tak kunjung kembali serta berjuang keras membanggakan orang tua dengan merebut ranking pertama, gadis itu kembali menginjakkan kaki di sekolah yang akan menjadi alumninya satu tahun lagi.

Sambil berjalan menyusuri koridor, jari-jari mungilnya tidak berhenti menari di atas layar benda pipih yang dipegangnya. Terus bergerak membentuk rangkaian kata untuk seseorang yang dirindukannya.

Hari ini aku masuk hari pertama di kelas XII. Aku harap aku satu kelas dengan Diva, Cinta, Safira, Dina, atau Jesslyn. Bagaimana kabarmu disana? Apa hari ini adalah hari pertamamu sekolah juga?

Send.

Tahap selanjutnya yang harus Rhea lakukan adalah menunggu. Mungkin bagi hampir semua orang menunggu adalah hal yang membosankan. Tapi setidaknya bagi gadis itu, menunggu tidak sejenuh kelihatannya. Ada kalanya menunggu itu menyenangkan walau berakhir menyakitkan.

Jemarinya kembali bergerak menggulir layar, membaca satu per satu rentetan pesan yang –sayangnya- belum pernah dibalas atau pun dibaca. Inilah sisi menyakitkan dari menunggu balasan. Tapi tidak masalah, karena Rhea tulus mengetik pesan-pesan tidak penting itu. Karena yang tulus tidak akan meminta balasan. Kalaupun mendapat balasan, itu adalah sebuah keberuntungan.

Ini sudah seminggu sejak kamu ke Singapura kan? Bagaimana kabarmu?

Singapura adalah salah satu negara impian yang ingin kukunjungi. Aku ingin foto bersama patung Merlion, mengunjungi Universal Studios, belanja di Orchard Road, pokoknya banyak deh. Kamu beruntung bisa kesana ya 😂

Aku harap setelah kamu menyelesaikan terapimu, kamu tidak lagi menyentuh barang haram itu ya :)

Pada malam hari, aku berdiri di balkon kamar. Menghirup udara malam dengan tamak. Berdiri sendiri ditemani dinginnya angin malam yang menusuk kulit. Aku ingin bertanya pada bintang yang selalu menemani bulan, bagaimana kabarmu? Apa kamu baik-baik saja? Mengapa kamu tidak pernah membalas pesanku? Apa perasaanmu terhadapku masih sama? Sayangnya, malam itu tidak ada bintang. Bintang pergi meninggalkan bulan yang bersinar sendiri. Sama seperti kamu yang meninggalkanku tanpa kabar yang pasti.

"Rhe!" Mendengar sebuah suaramemanggil namanya, Rhea menengadah. Melihat kepala Diva menyembul dari kelas XI-3 saja sudah mampu membuat Rhea tersenyum sumringah. Dipeluknya tubuh sahabatnya itu seerat mungkin, mencoba melepas rindu.

"Ih, Div, gue rinduuu! Gue rindu sama lo, Cinta, Safira, Rizqi, Raihan, Adnan, Adam, pokoknya semuanya. Gue kangen sama semuanyaaa!" pekik Rhea antusias setelah melepas pelukannya pada Diva. Sedetik kemudian, senyumnya memudar karena mengingat satu nama yang belum disebutnya. "Gue juga kangen Ray...."

Senyum Diva ikut memudar seolah mengikuti air muka Rhea. Dielusnya kedua bahu sahabatnya itu untuk menenangkannya. "Yang sabar aja. Gue yakin dia akan balik suatu saat nanti."

Rhea mengubah ekspresinya menjadi sedia kala, ceria. "Nggak apa kok. Gue juga nggak terlalu mikirin itu. Kan sekarang waktunya kita fokus UN, hehe."

"Songong ah lo. Yaudah cepet taruh tas lo. Bentar lagi kita ke lapangan buat pembagian kelas."

Rhea mengangguk antusias. Baru saja akan meletakkan tas, ponselnya bergetar dari dalam saku blazer seragamnya. Diambilnya benda pipih itu untuk mengecek notifikasi yang muncul.

Reynando Prasraya: Iya

"Div, Ray bales pesan gue! Ya ampun gue seneng banget aaa!" Rhea berjingkrak sekenanyaseperti seseorang yang baru memenangkan jackpot. Mendengar kabar bahagia itu, Diva ikut bersorak. Dua gadis itu berteriak histeris, beruntunglah tidak menimbulkan kecurigaan siswa lainnya tentang masalah kejiwaan mereka. Hanya balasan satu kata tiga huruf, namun mampu membuat Rhea hampir menangis karena terharu.

Senbazuru✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang