35. Kerja Kelompok

5.4K 403 41
                                    

“Rhe, kantin nggak?”

“Nggak deh, lagi unmood.” Safira mengangguk mengerti, sebelum akhirnya melenggang keluar kelas bersama Diva dan Cinta. Rhea membuka novel barunya, bersampul merah tua dengan judul Matahari.

Kelas kini sudah sepi. Hanya ada beberapa anak yang masih menetap, seperti Tania yang sedang makan di bangkunya, juga Adam yang sibuk meminta jatah pada gadis itu. Melihat tingkah menggemaskan mereka saja sudah mampu membuat Rhea tertawa kecil.

Tetapi entah mengapa, ia mendadak teringat rahasia Ray soal musik, sekaligus teringat dengan ucapan Diva sekitar satu bulan lalu, ketika gerombolan Ray dan gerombolan Haris bertengkar hebat.

“Emang lo nggak tau? Dua gerombolan itu musuh bebuyutan, tapi banyak yang bilang Ray sama gerombolannya Haris sahabat dekat waktu SMP.”

Rhea menutup novelnya. Entahlah, tapi mendadak nafsu membacanya menguap berganti dengan rasa penasarannya yang di ujung tanduk. Ia berjalan menghampiri Adam yang tengah menyuapkan sesendok nasi berlauk ayam krispi milik Tania. “Ikut gue.” Masih dengan kondisi Adam yang belum sempat mengunyah makanan hasil 'malak'nya, Rhea menarik sebelah tangan laki-laki itu untuk duduk di bangku Diva yang kosong, bersebelahan dengannya.

Adam menatap Rhea bingung. “Lo apha-aph-haan shih,” racau Adam dengan mulutnya yang sibuk mengunyah. Ingin rasanya Rhea tertawa, tapi ia sadar kalau suasana sedang serius.

“Lo sahabatnya Ray waktu SMP?” tanya Rhea to the point. Adam bungkam, hanya mengunyah dengan tatapan yang sulit diartikan oleh Rhea sendiri.

“Kata siapa?” tanya Adam datar setelah memastikan makanan dalam mulut habis tak tersisa.

“Gue bakal jawab setelah lo jawab semua pertanyaan gue.”

Hening selama beberapa detik. Rhea perlu kesabaran yang berlipat ganda hanya untuk mendengar jawab “ya” atau “tidak” dari mulut laki-laki di depannya.

Adam menghela napas. “Ya...,” jawabnya lirih. Hanya satu kata, namun mampu membuat semangat Rhea untuk bertanya kembali membuncah.

“Lo tau sesuatu tentang Ray yang bisa nyanyi trus main gitar?”

Ekspresi Adam berubah mendengar pertanyaan kedua. Darimana gadis ini bisa tahu? Apakah Tania membocorkan rahasianya pada gadis ini? Ah, tapi tidak mungkin. Tania adalah sosok gadis yang sangat memegang janji. Tania berbeda dengan gadis-gadis lainnya.

“Dulu kita punya band,” jawab Adam akhirnya. “Tapi sekarang udah hancur gara-gara kebodohan gue yang ngebuat Lisa meninggal.”

Rhea bergeming, tidak menyangka ada masalah lain yang menyelimuti hubungan Ray dan Adam. Persamaannya adalah kedua masalah ini sama-sama menyangkut tentang Lisa. Yang pertama tentang retaknya persahabatan Ray dan Adam, yang kedua tentang hancurnya band yang mereka buat. Seberharga itukah Lisa di mata mereka?

“Bisa lo ceritain lebih jelas?”

Adam tersenyum tipis. “Tapi maaf, gue nggak bisa cerita terlalu lengkap, karena gue nggak sanggup terlalu mengingat masa lalu.” Adam memberi jeda sejenak untuk dirinya bernapas, sekaligus memberi celah pada gadis di depannya ini untuk mencerna ucapannya.

“Dulu, di SMP, kami punya band. Anggotanya gue, Ray, Zidan, sama Rico. Ada dua cewek yang selalu mendukung kami setiap kali akan tampil atau latihan.” Adam menatap ke arah lain merasakan matanya mulai panas. “Lisa sama Tania.”

Rhea menelan ludahnya sarat. Jadi, apa lagi maksudnya? Tania dan Lisa adalah teman baik ketika duduk di bangku SMP?
“Sejak Lisa meninggal gara-gara gue, Ray memecah band kami, karena dia lah leader-nya. Zidan sama Rico nggak percaya satu pun penjelasan gue. Akhirnya mereka jadi sahabat Ray sampai sekarang.” Adam tersenyum simpul, berusaha terlihat tegar meskipun sorot matanya mengatakan sebaliknya. “Gue balik dulu, laper,” lanjutnya kemudian berjalan menghampiri meja Tania, kembali meminta jatah makanan. Ekspresi laki-laki itu berubah ceria seolah tidak ada cerita apa pun di antara mereka berdua.

Senbazuru✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang