48. Berubahnya Sebuah Situasi

4.4K 361 28
                                    

Ada yang aneh dengan sikap Cinta setelah sekian lama izin pada Rizqi untuk mengambil surat Amir di ruang TU. Gadis itu lama tidak kembali, membuat Rhea mulai resah dan gelisah, khawatir Cinta benar-benar menyaksikan kejadian di depan kelas tadi. Tapi sepertinya percuma saja Rhea khawatir, toh kabar hubungannya dengan Adnan akan segera menyebar di grup media sosial sekolah.

Sampai Bu Endah –guru bahasa Inggris yang cukup menyebalkan- memulai kegiatan mengajarnya, Diva, Cinta, dan Safira baru datang. Anehnya lagi, mata Cinta sembab, kantung matanya menebal, seperti habis menangis parah. Hidungnya pun memerah, seperti orang terkena flu.

Tidak salah lagi. Cinta memang menyaksikan kejadian itu.

"Dari mana saja?" tanya Bu Endah setelah tiga siswi itu mencium tangannya.

"Kamar mandi, Bu. Cinta lagi ada masalah, tapi sekarang udah nggak papa," jawab Safira jujur.

"Oh, ya sudah, kalian boleh duduk." Diva, Cinta, dan Safira menganggukkan kepala patuh, lantas berjalan menuju bangku masing-masing. Tatanan bangku di kelas ini sudah berubah menjadi dua meja setiap bangku. Kebetulan Rhea duduk bersama Cinta, sementara Diva dan Safira duduk di depan mereka.

Manik Rhea tak henti-hentinya tertuju pada Cinta yang belum duduk di bangkunya. Alih-alih duduk, gadis itu mengambil buku-bukunya dalam diam, dalam keadaan berdiri. "Cin, lo kenap-" Belum sempat Rhea menyelesaikan pertanyaannya, Cinta buru-buru berlalu dari hadapannya, duduk di bangku Amir yang kosong bersama Akbar.

Merasa terabaikan, Rhea mengatupkan mulutnya kembali. Pasokan udara di sekitarnya mendadak habis melihat Cinta sama sekali tidak meresponnya, walaupun ia yakin seratus persen kalau sahabatnya itu memang mendengarkan pertanyaannya. Dadanya terasa begitu berbeban melihat bangku di sebelahnya kosong. Matanya mulai perih melihat dua temannya sama sekali tidak bicara apa pun padanya.

Melihat gadisnya tidak dalam keadaan baik-baik saja, Adnan membereskan buku-bukunya, membawanya duduk di bangku Cinta. Rhea menoleh merasakan ada seseorang yang duduk di bangkunya.

Oh tidak, mengapa malah laki-laki ini?

"Hei, kok murung?" tanya Adnan lembut. "Sakit?"

"Nggak kok, cuma agak ngantuk aja," jawab Rhea sedikit memaksakan senyum.

"Yaudah, jangan ngelamun. Entar kesambet."

Rhea kembali tersenyum tipis. "Kamu kok tiba-tiba duduk sini?"

"Emang nggak boleh? Kan aku pacar kamu." Lihatlah, bahkan gaya bahasa dua insan ini sudah berubah menjadi lebih lembut. Baiklah, Adnan memang pacarnya, tapi entah mengapa Rhea merasa tidak nyaman dengan perlakuan lelaki itu.

Seperti ada sesuatu yang mengganjal.

°°°

Mereka berpelukan.

"Argh!" Ray membanting ponselnya ke atas meja. Atas emosi dan amarah yang tidak dapat dibendung, tangannya yang terkepal menghantam dinding di dekatnya kuat-kuat.

Hingga akhirnya tangan itu berdarah untuk kedua kali.

"Ray, kendaliin emosi lo!" Rico berdiri dari posisi duduknya, menarik tangan kanan Ray supaya sahabatnya itu tidak lagi melukai diri sendiri. Ray mengerang, tubuhnya memberontak berusaha melepaskan tangannya dari Rico. Tangan berdarahnya seperti mati rasa berganti dengan amarahnya yang di ujung tanduk. "Gue bilang berhenti, bangsat! Lo bisa gila kalo gini terus!"

Layaknya anjing yang tunduk pada majikannya, Ray menghentikan tubuhnya yang sempat bergerak-gerak tidak karuan. Kembali terduduk lemas dengan kepala menyandar pada tembok.

Senbazuru✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang