17. Pertanyaan Mendesak

6.8K 511 31
                                    

Pak Salim, Pak Roni, Pak Ghassan, beserta satpam dan beberapa tukang kebun yang masih di sekolah menggiring sepuluh anak didik mereka masuk ke halaman tengah yang terletak di dalam gedung sekolah. Mereka berbaris berjajar, dihadapkan dengan Pak Roni dan Pak Salim yang sudah siap memarahi mereka. Tidak hanya Pak Salim dan Pak Roni, di sana juga ada Pak Ghassan, Bu Ratih, dan Bu Surti. Jika ada Pak Seno sang guru BK, mungkin sepuluh anak bebal itu akan mendapat ceramahan yang luar biasa membosankan dan bikin ngantuk.

Pak Salim berjalan menelusuri semua muridnya, mulai dari Dio yang berdiri di ujung kiri sampai Ray yang berdiri di ujung kanan. Semua terlihat kacau, terlebih Ray dan Haris yang babak belur di sana sini. "Kenapa kalian berkelahi!? Mau jadi jagoan, hah?! Kalau mau jadi jagoan bukan di sekolah, ada tempatnya!!" Pak Salim mulai mengeluarkan amarahnya yang menjadi-jadi.

"Keluarkan mereka dari sekolah Pak, biar kapok." Suara Bu Surti menyahut memecah keheningan karena tidak ada satupun yang menjawab pertanyaan Pak Salim.

"Kalau kalian minta dikeluarkan, tidak apa-apa, dengan senang hati Bapak akan mengeluarkan kalian," lanjut Pak Salim seakan mengiyakan ancaman Bu Surti. Intonasi pria paruh baya itu berubah lebih enteng dari sebelumnya. Ia menunjuk Adam dan Hamdi dengan rotannya. "Terutama kalian yang mencuri." Rotan Pak Salim terhenti di depan tubuh Adam, seolah mengingat sesuatu. "Oh ya, dan kau juga, berandalan kelas kakap." Rotannya kembali bergerak, kali ini menunjuk Ray yang berdiri di sebelah Haris.

Pak Roni yang semula berdiri di belakang Pak Salim melangkahkan kakinya, sepertinya guru itu juga ingin memarahi anak-anak ini. Langkahnya terhenti di hadapan Ray dan Haris. "Aku tidak tahu mengapa anak-anak jaman sekarang suka berkelahi dan susah diatur." gumamnya lebih pada diri sendiri. Tanpa disangka-sangka, guru berkumis tebal itu menampar wajah Ray dan Haris, membuat keduanya meringis. Tulang pipi mereka terasa remuk sekarang.

"Mau jadi apa kalian kalau kerjanya melanggar peraturan sekolah?!" Suara Pak Roni menggelegar sampai menggema di halaman tengah yang tidak terlalu luas. Masih tidak ada yang berani menjawab. Semua menunduk, termasuk Ray yang terkenal suka membangkang guru. Bukan takut, hanya saja cowok itu ingin mengikuti teman-temannya yang menunduk.

"Untuk apa kalian masuk ke sekolah bergengsi ini kalau akhirnya kalian hanya bisa mempermalukan sekolah." Pak Ghassan membuka suara dengan ekspresi dan intonasi yang tenang, tapi sorot matanya menampilkan kekecewaan yang mendalam.

"Langsung beri mereka poin sama hukuman saja, Pak," usul Bu Ratih yang duduk di bangku kayu bersama Bu Surti.

Pak Salim memukul pelan perut Ray dan Haris dengan rotannya. "Besok bawa orang tua kalian, bilang kalau kalian di skors empat hari." Tatapan tajam Pak Salim beralih ke delapan siswanya yang lain. "Untuk kalian tidak perlu panggilan orang tua, tapi kalian tetap di skors tiga hari karena terlibat perkelahian. Dan untuk kalian berdua, karena kalian dituduh mencuri, tetap bawa orang tua kalian. Hukuman skors bertambah empat hari. Mengerti?"

"Mengerti, Pak," jawab mereka serempak. Pak Salim mempersilahkan mereka pulang. Guru-guru sengaja tidak terlalu memarahi mereka, karena mereka tahu, memarahi anak didik bebal seperti mereka hanya akan menguras waktu dan tenaga.

°°°

Rhea, Diva, Safira, dan Keisha bersembunyi di balik pintu gedung sekolah, mengintip sepuluh siswa yang sedang berdiri di hadapan guru-guru di halaman tengah. Cinta, Sari, dan Rina sudah pulang lebih dulu, tidak mau tahu dan tidak kepo dengan apa yang terjadi dengan para pelaku perkelahian.

"Aduuh my baby honey Rico, yang sabar ya sayang, aku disini menunggumu," oceh Diva tidak jelas, tentunya dengan berbisik. Dia berdiri di balik pintu sebelah kanan bersama Keisha sembari menggigit bibir bawahnya dengan resah.

Senbazuru✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang