36. Be Better

5.2K 392 62
                                    

"Gimana kalo nanti kita ke bar? Mumpung maljum." Dio memberi usul dengan seringaian di sudut bibirnya.

"Wah, boleh tuh. Udah lama gue nggak kesana," sahut Zidan tak kalah antusias, membayangkan betapa bahagianya bertemu dengan cewek-cewek kinclong dan berpakaian minim di sana.

"Tapi besok kan ada ulangan kimia, mana gurunya Nenek Sihir lagi." Lain dengan teman-temannya yang menerima ajakan Dio dengan semangat kemerdekaan, Dimas justru menolak dengan tampang murung dan nada lesunya. Nenek Sihir adalah julukan mereka untuk Bu Ismi selaku guru kimia yang suka menghukum mereka.

"Yah cemen lo. Sama ulangan aja takut," ledek Rico yang sedari tadi hanya diam, namun dalam hati mengiyakan ajakan Dio. Ia mulai menyalakan rokoknya, menghisapnya dengan penuh penghayatan. Mengingat ini adalah markas mereka, jadi kemungkinan untuk ketahuan guru adalah kecil.

"Gue bukannya takut sama ulangan atau Nenek Sihir, tapi noh, emak kesayangan gue tau kalo besok ada ulangan. Kalo sampe dia tau gue keluar, dia bakal hadang gue pake sapu jagatnya."

"Goblok! Ngapain lo beritahu emak lo." Zidan meneloyor kepala Dimas.

"Gue nggak beritahu, bego! Emak gue koneksinya emang luas." Dimas menyahut tak kalah nyolot, tidak terima dengan Zidan yang baru saja mengatainya 'goblok'.

"Lo kira mata-mata koneksinya luas."

"Ya begitulah," jawab Dimas seadanya, pasrah. "Ah, gue punya ide. Tapi salah satu di antara lo harus bantuin gue."

"Apaan?"

"Salah satu dari kalian, jemput gue ke rumah dengan alasan belajar bareng. Gue yakin emak gue bakal percaya. Tapi lo-lo pada harus bisa ngeyakinin emak gue, karena kalo enggak, bukan nggak mungkin kalo lo malah disuruh belajar di rumah gue."

"Etdah, susah amat. Tapi gapapa deh, sebagai temen yang baek, gue bakal jemput lo nanti." Zidan akhirnya mengambil andil untuk menjalankan tugas yang dirasanya berat dan sangat menyiksa itu. Ia melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan. Masih menunjukkan pukul sebelas, yang artinya pelajaran masih berlangsung di semua kelas.

"Ray, tumben lo diem aja. Biasanya juga bacot," komentar Rico yang baru menyadari sahabatnya tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia menyodorkan sekotak rokok yang masih tersisa. "Lo juga belum ngerokok satu pun."

"Nggak deh, gue lagi males ngerokok. Gue juga nggak mau ikut ke bar."

"Ha?!" Semua menganga tidak percaya, cengo, dan berpikir dua kali, menganggap yang mereka dengar adalah salah. "Lo tobat?"

Ray menaikkan kedua alisnya. "Yoi. Gue tau kalo Rhea bukan tipe cewek yang suka cowok urakan."

"Wihh... Gila aja seorang Reynando mau tobat."

"Tobatnya cuma sehari doang kali, besoknya pasti kumat lagi."

"Biar gue tebak. Apa lo juga mau pake sarung, kopyah, sama tasbih waktu sholat?"

"Ini alasannya kenapa ada istilah 'love is blind'. Cinta membuat semua orang mau melakukan apa pun demi orang yang dicintainya."

Ray hanya tersenyum membalas komentar teman-temannya yang super heboh. "Mulai sekarang gue akan jauhi bar, rokok, atau apa pun itu. Jadi sori, gue nggak bisa ikut."

"Yelah, santai aja kali. Kita juga pasti dukung lo," jawab Dio dengan senyum manisnya. "Btw gue males ikut ulangannya Nenek Sihir besok." Sedetik kemudian, ia merasa telinganya seperti ditarik, semakin lama semakin perih dan menyakitkan. Sebelah pantatnya juga mulai ikut terangkat saking kerasnya jeweran di telinga kirinya. "Lo ap-" Dio yang membalikkan badan dan berniat melontarkan berbagai sumpah serapah langsung mengatupkan mulutnya kembali, tidak percaya dengan apa –atau lebih tepatnya siapa- yang menarik telinganya hingga berdengung.

Senbazuru✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang