14. Hanya Teman

8.2K 522 29
                                    

Setelah membeli satu kembang gula untuk Bulan, Rhea berniat langsung pulang agar segera sampai di rumah. Namun Ray menolak dengan alasan ingin menikmati es krim yang sengaja dibelinya untuk mereka. Sebenarnya Rhea ingin menolak, tapi urung. Toh ia menyukai es krim, jadi tidak ada salahnya menghabiskan waktu beberapa menit untuk menikmati taman yang sudah cukup ramai.

"Rhe, aku boleh nanya?" Dan disinilah mereka, menikmati es krim masing-masing sambil duduk di sisi wadah air mancur besar yang terletak di tengah-tengah taman.

"Apaan dah. Tinggal tanya doang apa susahnya," jawab Rhea tanpa menatap Ray. Ia masih fokus menjilat es krimnya yang masih terkuras sedikit, lain halnya dengan Ray yang sudah nyaris habis.

"Kamu lagi suka sama seseorang?"

"Enggak tuh. Kenapa emang?" Rhea balik bertanya, masih dengan nada bicara yang enteng. Ia tidak menyadari kalau jawabannya justru membuat hati Ray mencelos. Itu berarti aksi pendekatannya selama ini sia-sia, bukan?

Trus selama ini lo anggep gue apa, Rhe?

"Kamu nggak berniat suka sama siapa gitu?"

Rhea menoleh menatap Ray yang memandangnya lurus-lurus penuh harapan. "Suka sama seseorang? Entahlah, masih belum ada yang benar-benar cocok di hati sih," jawabnya dengan senyum tipis, lalu kembali menoleh ke arah lain.

Miris banget nasib lo, Ray, sumpah. Kalo aja bukan karena cinta lo yang kelanjur besar buat Rhea, lo pasti udah ninggalin cewek model beginian.

"Kamu belum bisa move on dari Adnan ya?" Sebenarnya bukan ini pertanyaan yang ingin ia katakan, namun melihat Rhea yang sepertinya tidak merespon sama sekali, akhirnya pertanyaan terlarang itu yang terlontar dari mulutnya.

Bersamaan dengan itu, Rhea menghentikan aktivitasnya menjilat es krim. Dadanya terasa ditimbun sekarung beras ketika mendengar nama itu. Bagaimana Ray bisa tahu kalau dia pernah menyukai Adnan? Rhea berusaha biasa saja saat menoleh lagi ke arah cowok itu.

"Maksud lo?"

"Aku tau kamu suka sama dia. Atau lebih tepatnya, cinta."

"Lo tau darimana kalo gue pernah suka Adnan?" tanya Rhea datar.

"Itu nggak penting Rhe, kamu nggak perlu tau. Balik ke pertanyaanku tadi. Kamu masih suka Adnan?" tanya Ray lagi, kini dengan nada yang sedikit mendesak. Ia hanya butuh kepastian, ia benci merasa digantung.

"Gue nggak tau," jawab Rhea pelan. Cewek itu jelas berbohong, makanya ia tidak berani menatap mata Ray lagi. Ia memutar kepalanya ke arah lain. "Jangan bahas Adnan, bisa?"

"Kamu-"

"Gue pulang, permisi."

"Jangan, bahaya." Ray buru-buru mencekal pergelangan tangan Rhea. Sedetik kemudian ia melepasnya kembali. "Maaf." Ada segumpal perasaan bersalah setelah ia menanyakan pertanyaan tadi.

Goblok, Ray. Kontrol dikit kek mulut lo.

Rhea menghela napas pelan, kemudian kembali duduk di sebelah Ray. Setelah itu suasana hening selama beberapa saat. Tidak ada dari mereka yang membuka mulut terlebih dahulu.

"Besok jangan heran kalo wajahku nggak seperti biasanya." Lagi, Ray membuka percakapan terlebih dahulu. Tidak ada pilihan lain, ia memang harus memulai lebih dulu dengan penuh kesabaran, dengan harapan Rhea akan meresponnya suatu saat nanti.

"Maksudnya?"

"Ya, besok ada yang berbeda dari wajahku."

"Apaan?"

"Aku tambah ganteng."

"Haha jayus lo." Rhea tertawa hambar. Ia mulai terbiasa dengan kepribadian Ray yang ke-pede-an dan asal ceplos.

Senbazuru✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang