Ray mengetuk pintu ruang VIP 02, yang kemudian dibuka oleh seorang perawat. Perawat itu sedikit membungkukkan badan. "Ray kan? Saya perawat pribadi Nyonya Linda." Ray hanya mengangguk untuk membalas perkenalan singkat itu, lantas segera menyusup masuk ke dalam ruangan. Seorang wanita paruh baya terbaring lemah di atas bangkar dengan alat bantu pernapasan terpasang di hidungnya. Ia duduk di samping bangkar, menggenggam tangan wanita yang masih tertidur dengan tenang. Tangan yang dingin dan pucat, membuat jantung Ray menghasilkan debaran-debaran tak menyenangkan.
"Masih belum sadar?" Beberapa detik suasana hening tanpa suara, Ray membuka mulut tanpa menatap siapa yang ia ajak bicara.
"Belum, tapi dokter bilang kondisinya mulai membaik. Tinggal menunggu dia sadar, setelah itu boleh pulang." jawab perawat yang berdiri di belakang Ray.
Ray menoleh, membuat perawat itu sedikit meringis melihat penampilannya yang kacau. Perawat yang masih muda itu menerka anak ini baru saja tawuran atau bertengkar hebat. "Apa Papa pernah kesini?"
"Enggak, saya nggak pernah lihat Pak Arya jenguk. Saya menjaga 24 jam disini." Rahang Ray mengeras seketika. Ia kembali dibuat kecewa dengan sikap ayahnya yang sepertinya sama sekali tidak pernah membahagiakannya.
"Itulah kenapa gue benci orang itu." gumamnya tanpa sadar, tapi masih bisa sedikit didengar oleh orang lain di ruangan ini. Perawat itu tidak menyangka akan ada seorang putra yang membenci ayahnya sendiri. Namun mengingat cerita dari nenek Ray, perawat itu memutuskan untuk keluar beberapa menit untuk memberi waktu pada pria muda di depannya.
"Mm... Saya permisi dulu." Perawat membungkukkan badan, berikutnya terdengar suara pintu dibuka dan ditutup. Merasa perawat itu sudah keluar dari ruangan, Ray mulai bermonolog, aktivitas sederhana yang biasa dilakukannya untuk berbicara dengan Lisa. Dan sekarang ia melakukannya untuk berbicara dengan Sang Bunda.
"Ma, Ray udah disini," Jeda sejenak. "Udah lama ya Ray nggak kesini? Maaf, habisnya Ray sibuk sih." Cowok itu tersenyum. "Mama nggak kangen? Ray kangen Mama, makanya Mama cepet sembuh dong. Mama nggak capek tidur terus?" lanjutnya parau seolah wanita di depannya dapat membalas pertanyaannya.
"Kalo Mama udah sadar, jangan bertengkar sama Papa lagi. Kalau Papa buat Mama nangis, Ray bakal jadi tangan yang ngusap air mata Mama. Kalau Papa buat Mama sedih, Ray bakal hibur Mama sampai Mama senyum lagi." Tanpa sadar, setetes air mata jatuh dari pelupuk mata laki-laki itu. Ia tidak peduli lagi dengan komentar orang-orang di luar sana. Entah mereka berkata kalau Ray adalah laki-laki cengeng karena mudah meneteskan air mata, ia tidak peduli. Menangis untuk ibu tidak salah, bukan?
"Ma.. Kenapa sih Mama diem aja setiap Papa marahin Mama? Papa selalu menyakiti Mama, apa yang Mama suka dari dia? Ray aja nggak suka sama Papa. Setiap hari Ray sendirian di rumah, masa cuma ada Simbok sama Pak Mukhlis. Papa jarang pulang, jarang ngasih kabar," Ray tertawa sumbang. "Itu sebabnya Ray benci Papa."
"Ma, Ray tadi berantem sama temen, sampe babak belur kayak gini," Ray menunjuk wajahnya yang berdarah dan lebam, memberikan pengaduan pada seseorang yang jelas-jelas tidak bisa membalas semua kata-katanya. "Sakit lho, Ma. Ray pengen Mama yang obatin."
"Ray di skors empat hari. Besok juga ada pemanggilan orang tua. Mama cepet sadar dong, biar bisa ke sekolah besok. Sebenarnya Ray nggak pengen ngomong ke Papa. Papa nggak pernah mau dateng ke sekolah. Papa selalu nyuruh asistennya buat ke sekolah."
"Cepet sembuh, Ma. Jangan sakit lagi. Jangan buat Ray nangis lagi. Jangan buat Ray sedih lagi. Ma, Ray ngantuk nih. Ray tidur dulu ya. Nice dream, Ma." Ray mencium punggung tangan ibunya, lama, sebelum akhirnya tertidur pulas.
°°°
"Ray, bangun, ini udah malem. Kamu nggak pulang?" Tidur lelap Ray terpaksa terhenti karena sebuah suara menyuruhnya untuk bangun, ditambah dengan sebuah guncangan di bahunya. Perlahan matanya terbuka. Ia mengangkat kepala, mengerjap beberapa kali, dan menguap. Matanya yang masih setengah terpejam menatap jam dinding yang tertempel di dinding rumah sakit. Pukul tujuh malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senbazuru✔
Teen FictionAda tiga fakta mengerikan yang tersemat dalam diri Reynando Prasraya Mahardika, cowok bebal yang berhasil bikin geger satu sekolah di hari pertamanya karena berani melawan OSIS. 1. Gonta-ganti cewek adalah hobinya. 2. Bermain sama cewek tiap malam a...