38. Suara Dalam Irama

4.9K 380 12
                                    

Tumben banget buat a/n di bagian atas wkwk:v Jadi di chapter sebelumnya ada yang bilang kalo ada beberapa bagian yang kayak scene di drama Thailand Hormones the Series. Iya emang bener, karena gue mikirnya kalo misalnya ada beberapa adegan yg mirip, bakalan lebih nge-feel ke visualnya, soalkan kan visual-visual Senbazuru diambil dari sana. Fyi aja, di chapter ini juga ada adegan yang mirip, tapi cuma satu adegan(?) Untuk bab selanjutnya Insya Allah beda, soalnya -buat sedikit bocoran- di bab selanjutnya itu masalah-masalahnya udah terpecahkan, alias udah mau kelar. Okelah selamat membaca ❤

---------------------------------------------------------

Kriiingg! Kriiingg!

Alarm berbentuk balok itu telah berbunyi hingga tiga kali, yang mana seharusnya si pemilik sudah menjauh dari tempat tidurnya. Namun tidak untuk si pemilik alarm yang satu ini. Ia masih saja tengkurap di atas ranjang empuknya, seolah alarm yang berbunyi itu sama sekali tak mencapai indra pendengarannya.

Kesimpulannya, seandainya alarm itu bernyawa, ia pasti sudah menangis karena teriakannya tidak dihiraukan.

“Ray, bangun! Ini sudah pagi.” Seseorang mengetuk pintu, sedikit membuat Ray menggeliat karena merasa terganggu. Tapi bukan berarti Ray bangun begitu saja, karena ia menggeliat untuk mengubah posisi, bukan untuk bangun. Tubuhnya masih terasa pegal setelah semalaman menghabiskan waktu di bar.

“Cepat bangun, nanti keburu kesiangan!”

“Ray, bangun, Nak, nanti kamu telat ke sekolah.”

“Ray!”

“Ray, bangun!”

“Ray!”

“Ray!”

“Arrgghh, iya, Ma, aku bangun!” Ray bangun dari tidurnya, berteriak kesal pada seseorang yang memanggil namanya berkali-kali tanpa henti. Sedetik kemudian ia merasa bersalah karena telah membentak wanita yang seharusnya sangat dihormatinya.

Setelah dua menit diam dengan posisi duduk, Ray berdiri untuk segera mandi.

***

Ray duduk di salah satu dari empat kursi yang terletak di sisi meja makannya selagi menunggu makan paginya datang. Matanya terfokus pada foto yang dikirim Farah kemarin malam. Foto yang mampu membuatnya naik pitam.

Foto Rhea yang sedang tertawa bersama Adnan.

Dan Ray bertekad akan menghajar siapa pun yang berani mendekati gadisnya itu.

Tak peduli jika orang yang mendekati Rhea adalah anak kesayangan para guru karena bakat fotografinya.

Sepiring nasi terhidang di depan mata, membuat Ray mendongak. Terlihat di depannya, Linda sedang menyiapkan berbagai macam makanan untuknya. Ray hanya menatap wanita itu sekilas, kemudian menumpukan kepalanya menggunakan sebelah tangan setelah mematikan ponsel. Tatapannya terhadap ibunya sendiri sudah jauh berbeda, tidak seperti ketika ibunya koma dan baru sembuh, dimana Ray sangat menghormati dan menyayanginya.

“Apa kamu pusing, Ray?” tanya Linda sambil memulai makannya.

Ray melirik Linda sekilas, berusaha menahan amarahnya yang meledak-ledak. “Nggak, Ma.”

Linda hanya mengangguk paham. Ia menusuk sepotong ayam yang terhidang di piring besar menggunakan garpu, meletakkannya di piring putra satu-satunya. “Coba cicipi ayam ini. Mama yang buat sendiri,” katanya riang, namun tidak dengan remaja di hadapannya yang hanya diam dan sama sekali tidak menyentuh makanannya. “Ray, kamu lagi nggak nafsu makan?” tanyanya khawatir.

Senbazuru✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang