42. Tetesan Tanpa Ucapan

4.7K 393 29
                                    

"...Kita putus."

Napas Ray terasa begitu berbeban kala rongga pendengarannya menangkap dua kata yang terucap dari bibir gadis di depannya. Intonasi bicaranya sedikit bergetar, sesuai dengan kelopak matanya yang mulai meluncurkan bulir-bulir yang tidak Ray sukai. Ray benci melihat perempuan menangis karena dirinya. Teringin menghapus kristal bening gadis itu dan membawanya ke dalam rengkuhannya, tapi apa daya? Ray hanya duduk mematung seperti orang bodoh.

Rhea berjalan, tidak, berlari sejauh mungkin dari jarak pandang Ray, berharap mampu melupakan segala kesedihan dengan terus melangkah dengan kecepatan tinggi. Sorot netra Ray berubah sendu, mengangkat kepala menatap dedaunan pohon yang sedikit menutupinya dari panas matahari. Kembali mengingat peristiwa kemarin malam yang amat membuatnya ingin segera melarikan diri dari dunia yang seakan menertawakannya.

"Es krim di malam hari enak juga ya," komentar Farah sambil terus menjilat es krimnya yang masih tersisa banyak. Saat itu mereka berada di sebuah taman pada malam hari setelah pergi ke makam Lisa dan rumah sakit tempat Linda dirawat.

"Baru kali ini makan es krim malem-malem?" tanya Ray yang juga memegang es krim cola-nya. Mengobrol tanpa henti sambil terus berjalan mengitari taman yang selalu bercahaya pada malam hari adalah hal yang sedang dilakukan mereka.

Farah mengangguk. "Sebelumnya gue mikir kalo makan es krim malem-malem itu bikin pilek atau tambah kedinginan, eh ternyata enggak hehe." Gadis itu terkekeh pelan. "Lo pernah makan es krim malem-malem?"

"Pernah lah, sama...." Ray menggantung kalimatnya, menunduk cukup dalam mengingat salah satu dari sekian banyaknya kenangan yang terputar dalam kepalanya. "...Sama Rhea."

Farah menyadari perubahan air muka yang ditampilkan lelaki di sebelahnya. Entah mengapa hatinya ikut tertekan melihat Ray menekuk wajah, sekaligus sakit menerima kenyataan Ray masih memikirkan perempuan lain, walaupun Farah tahu dengan jelas, ia hanya berperan sebagai teman sekelasnya. "Udah, nggak usah mikirin dia lagi," katanya lembut seraya mengelus bahu lelaki di sampingnya.

"Nggak bisa, Far, gue sayang sama Rhea. Tapi, gue ini apa? Cuma bajingan yang nggak pantes buat jadi pelindung dia. Gue nggak yakin dia bisa nerima gue setelah tau keadaan gue gimana." Ray menoleh untuk melakukan kontak mata langsung dengan Farah. "Lo tau sendiri hasil tesnya tadi gimana kan? Kalo tiba-tiba gue sekarat dan tiba-tiba mati, gimana reaksi Rhea waktu gue tinggalin di saat dia belum siap?"

Farah membisu, berusaha mencerna seluruh kalimat Ray dengan baik. Merasa jeda yang diciptakannya cukup, ia berkata, "Gue punya solusinya. Gue tau ini berat banget buat lo, tapi cuma ini satu-satunya jalan supaya Rhea bisa sedikit terbiasa hidup tanpa lo."

"Apa? Gue akan ngelakuin apa pun itu, asal Rhea bisa bahagia tanpa perlu mikirin gue."

"Buat Rhea mutusin lo."

Ray tersenyum samar. Sungguh, semua permainan takdir ini membuatnya gila. Ia terus memejamkan mata, menahan sebulir cairan yang akan keluar. Namun percuma, karena nyatanya cairan itu lolos keluar dari mata Ray yang terpejam rapat. Tak tahan dengan kepala dan kelopak matanya yang panas, Ray menyiramkan sebotol air yang dibawanya tepat di wajahnya, tidak peduli dengan keadaan kepala dan seragam atasnya yang basah kuyup.

"Gue udah putus sama Rhea, Far, gue harap keputusan kita nggak salah..."

°°°

Sesuai prediksi, berita putusnya Ray dan Rhea telah menyebar ke seluruh sudut sekolah hanya dalam kurun waktu satu jam. Seluruh siswi yang mengetahui kabar tersebut segera berbondong-bondong menanyai Rhea bak wartawan. Apa benar ia putus dengan Ray, apa alasannya, siapa perusak di balik semua ini –walaupun sebenarnya mereka mencurigai Farah-, dan seambruk pertanyaan tidak penting lainnya. Diva, Cinta, dan Safira juga termasuk dalam wartawan dadakan tersebut. Mereka bertanya bagaimana bisa Rhea putus setelah sebelumnya izin memisahkan diri dari mereka bertiga untuk menemui Ray. Tapi, Rhea sama sekali tidak berminat menjawab rentetan pertanyaan tersebut, karena tidak ingin bertambah sakit kepala.

Senbazuru✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang