52. Interupsi di Tengah Malam

4.5K 384 36
                                    

"Mau kemana, Kak? Pagi banget," tanya Aldo melihat kakaknya menuruni tangga dengan seragam rapi, lengkap bersama kotak besar yang dibawanya sehingga menutupi sebagian wajah sang kakak.

"Ke sekolah lah, lo kira gue mau jualan cabe di pasar." Aldo melirik jam dinding putih yang menempel di dinding ruang tamu. Masih pukul setengah enam, apa kakaknya sedang kesurupan? Atau kakaknya ingin membantu tukang kebun menyapu halaman?

"Aneh lo, Kak. Masih jam berapa juga," komentar Aldo akhirnya, sedikit sinis.

"Suka-suka gue lah. Yang sekolah kan gue. Udahlah, gue mau berangkat. Bai." Rhea sedikit kesulitan membuka pintu akibat kotak yang menghalangi kebebasan pandangannya. Tak heran jika dirinya menutup pintu dengan sedikit kesulitan juga, terlalu konsentrasi pada kotak yang sepertinya berharga tersebut.

Aldo mengendikkan bahu tidak peduli. Seperti biasa, laki-laki memang tak banyak bertanya.

°°°

Koridor depan kelas XI-6 terlihat ramai siang ini, entah karena apa karena lingkaran yang dibentuk siswa-siswi terlihat menghalangi. Sungguh sebuah kebetulan karena trio cewek rempong yaitu Diva, Cinta, dan Safira sedang melewati koridor tersebut. Setelah berceloteh memberi opini masing-masing tentang apa yang sedang terjadi, langkah mereka melebar menelusup ke dalam kerumunan, tidak ingin dianggap ketinggalan zaman.

Rhea hampir saja menyumpah serapahi tiga sahabatnya yang meninggalkannya begitu saja. Tapi ia yakin, ada kejadian besar yang sedang terjadi. Menyerah karena tak kunjung melihat sesuatu yang menjadi perbincangan para siswa, Rhea menerobos gerombolan itu hingga bisa melihat langsung tanpa tertutupi orang lain.

Di depannya, seorang laki-laki tengah tersenyum di depan seorang perempuan. Rhea menatap lurus kedua wajah itu. Setelah otak dan matanya menyadari siapa mereka, tubuhnya mendadak membeku.

Laki-laki itu Ray, tapi yang lebih menyakitkan adalah, perempuan itu... perempuan itu adalah Farah.

Setelah suara riuh yang diciptakan teman-temannya tak lagi terdengar, Ray membuka mulut. "Gue suka sama lo, Far."

Rhea mengepalkan kedua tangannya rapat-rapat serta menggigit bibir bawahnya. Alam sadarnya berkata bahwa ini salah, ini terlalu salah dan tiba-tiba untuk dilihatnya. Namun, kakinya masih saja berpijak di sana, enggan untuk bergerak, apalagi berlari. Seakan tak membiarkan sedetik pun kejadian terlewat dari pandangannya.

Tak lama kemudian, Ray berlutut, menumpukan seluruh tubuhnya pada kaki kiri. Rhea yang melihatnya hanya bisa mengamati aksi laki-laki ini sambil berdiam diri.

Bodoh, kenapa gadis ini tak kunjung pergi? Malah, ia terus saja menorehkan luka di hati menggunakan belati yang ia ciptakan sendiri.

"Mau nggak jadi pacar gue?"

Keduanya bersitatap. Farah dengan wajah bingungnya dan Ray dengan wajah bahagianya. Sebenarnya melihat mereka berdua sampai sini sudah lebih dari cukup untuk Rhea menyiksa diri sendiri, tapi ia tak peduli. Ia ingin melihatnya sampai akhir. Ia ingin tahu jawaban Farah.

Apa ini karma untuknya? Apa ini yang dirasakan Cinta ketika Adnan mengungkapkan perasaannya padanya?

Dan... mengapa rasanya begitu sakit?

Tiba-tiba sebuah tangan menariknya menjauh dari gerombolan siswa-siswi SMA Pelita. Tangan laki-laki, dan tangan itu menariknya kuat, sehingga Rhea tidak dapat melawan. Gadis itu berusaha memberontak juga menarik tangannya sendiri supaya bisa kembali menonton pertunjukan di depan XI-6. "Lo apa-apaan sih?! Lepasin!"

Seakan tuli, laki-laki itu masih menariknya entah kemana, sesuka hatinya. Sampai di halaman sekolah, dia baru melepaskan tangan Rhea kasar. Rhea menoleh dan melihat wajahnya, sosok yang sangat dikenalnya.

Senbazuru✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang