32. Ayah Aura

6K 415 51
                                    

Enaknya pakai apa ya?

Rhea mengambil satu per satu pakaiannya yang sebelumnya sudah terlipat rapi di dalam lemari. Merasa tak ada yang cocok, ia memeriksa pakaian yang berbaris rapi di hanger. Masih merasa tak ada yang memadai, ia kembali mengobrak-abrik pakaian yang tergeletak tak berdaya di atas kasur. Rhea menggaruk rambutnya yang tidak gatal, tampak kebingungan.

Duh, pakai apa yaa? Kok gue ngerasa gak ada baju?

Rhea mengerang frustasi. Detik berikutnya, ia menjatuhkan tubuhnya begitu saja di atas ranjang. Menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih polos sangatlah membosankan dan membuat siapa pun mengantuk cepat atau lambat.

Seiring dengan tatapannya yang menerawang, ia tersadar sesuatu. Bukannya ia hanya akan membeli novel dan kamus, mengapa malah kalang kabut begini? Rhea bangkit dari posisi telentangnya, mengambil pakaian apa saja yang ada di dekatnya, untuk kemudian dipakainya. Hanya beli buku, tidak masalah walaupun dirinya memakai kaos sekalipun.

Merasa siap, Rhea keluar dari kamar, duduk di sofa depan televisi yang sedang menayangkan iklan susu sapi cap beruang dengan naga sebagai bintang iklannya sembari menunggu jemputannya datang. Oh, bahkan malam ini ia seperti tuan putri yang sedang menunggu seorang pangeran tampan.

Seperti biasa, ia mendapati ketiga adiknya berkumpul di ruang keluarga yang merangkup sebagai ruang tamu. Brina dan Sandra yang sedang belajar, juga Aldo yang malah asyik menonton TV, menonton pertandingan sepak bola tim favoritnya.

"Lo nggak belajar? Tadi gue ditelepon Mama, semuanya suruh belajar," kata Rhea melihat Aldo berjingkrak-jingkrak melihat tim favoritnya berada di ambang kekalahan. Kadang Rhea tidak mengerti, apa menariknya menonton bola yang ditendang kesana kemari. Seandainya bola itu bernyawa, pasti dia sudah mengumpat beberapa kali karena perlakuan manusia yang semena-mena terhadapnya.

"Bentar, nunggu selesai." Hanya itulah jawaban yang dilontarkan Aldo, lelaki yang terlihat sempurna di mata siapa pun yang melihatnya. Setidaknya, Rhea bangga memiliki adik yang sering dielu-elukan masyarakat karena kecerdasan dan sifatnya yang berwibawa, walaupun sisi negatifnya, Aldo adalah siswa yang malas belajar.

Rhea merebut remote yang kebetulan tergeletak di sisinya, menekan sebuah tombol, dan bergantilah acara sepak bola itu dengan acara berita. Aldo menoleh ke arah Rhea dengan sorot mata menyebalkan. "Jangan diganti, Kak, lagi seru-serunya elah!" Cowok itu menjauhkan pantatnya dari sofa, berusaha merebut benda hitam itu dari tangan kakaknya.

"Belajar dulu, baru boleh liat lagi."

"Bentaran doang, Kak, sumpah. Tinggal tiga puluh menit lagi."

"Itu lama, o'on!"

Tiin!

Tangan Rhea terhenti di udara mendengar suara klakson mobil. Segera dilemparnya remote tak berdosa itu ke sofa, berlari keluar dari rumah, tidak memedulikan Aldo yang dalam hati bersyukur karena aktivitas menontonnya tidak lagi terganggu. Sementara Brina dan Sandra pura-pura tidak peduli, seakan sudah tahu kakaknya akan pergi kemana dan bersama siapa.

Rhea membuka pintu penumpang mobil hitam mulus yang terparkir di depan rumahnya tanpa ada rasa ragu sedikit pun, lantas duduk di sana, di sebelah pria muda berkaos abu-abu dengan panjang lengan di bawah siku. Oh, bahkan style manusia yang satu ini lebih simpel darinya. Untunglah dia masih tampan dengan gaya sederhana seperti itu. Setidaknya itulah yang terbesit di pikiran Rhea.

"Malem," sapa Ray dengan senyuman khas-nya.

Rhea ikut tersenyum. "Malem juga."

"Langsung ke toko buku?" Rhea hanya mengangguk sebagai jawaban. "Udah makan? Kalau belum, makan dulu ya." Rhea mengangguk lagi.

Senbazuru✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang