19. Gagal Total

6.1K 461 42
                                    

Problematika cewek zaman sekarang, punya baju selemari tapi bilang tetep nggak punya baju. Terlebih saat akan berangkat kencan dengan si Doi, dapat dipastikan kamar mereka akan berubah menjadi seperti rumah habis terkena gempa.

Begitupun Rhea, sudah hampir tiga puluh menit cewek itu mengobrak-abrik isi lemarinya, bimbang ingin memakai baju apa. Aneh memang, padahal dirinya adalah anak yang cenderung cuek dalam berpakaian.

Setelah sekian lama bergelut dengan pikirannya, Rhea memilih kaos tanpa lengan berwarna blaster hitam-putih yang ditutupi cardigan biru tua serta celana jeans. Untuk make up, ia hanya memakai sedikit perona pipi dan eyeliner serta lip gloss. Rambutnya ia biarkan tergerai. Tak lupa juga flat shoes berwarna putih dan sling bag bergambar panda untuk mempermanis penampilannya.

"Gotcha!" Rhea berteriak puas di depan cermin melihat penampilannya dari atas sampai bawah. Ia membalikkan badan dan seketika mata gadis itu membulat. "Demi apa kenapa kamar gue kayak gini?!" pekiknya. Rasanya dia hampir pingsan melihat seluruh pakaiannya sudah keluar dari lemari dan ada di atas kasur, bahkan ada juga yang berserakan di lantai. Baru saja Rhea akan membereskan kamarnya yang sudah tidak berbentuk, ponselnya berdering memunculkan nama Ray di layar. Rhea menggeser tombol hijau dan menempelkan ponselnya ke telinga. "Ya?"

"Udah di luar nih. Capek nungguin."

"Oh, oke." Rhea memasukkan ponsel ke dalam sling bag, lantas melangkah keluar kamar. Di ruang tamu ia disambut dengan pemandangan ketiga adiknya yang sedang serius belajar materinya masing-masing.

"Mau kemana, Kak?" tanya Aldo melihat kakaknya sibuk membenahi rambut. Padahal rambutnya tidak apa-apa, tidak berantakan.

"Ada kerja kelompok. Nanti gue beliin oleh-oleh, kok. Do, jaga rumah sama mereka berdua. Brina, kalo ada yang lo nggak ngerti, tanya aja ke Aldo. Bulan juga kalo nggak tau tanya Kak Aldo atau Kak Brina." Setelah memberi amanah pada adik-adiknya, Rhea membuka pintu lalu menutupnya kembali. Sebuah mobil hitam terparkir di depan rumahnya beserta Ray yang berdiri bersandar di mobil. Ray mengenakan kemeja kotak-kotak biru tua berlengan panjang yang ditekuk sampai ke siku. Demi apapun, cowok itu ganteng maksimal!

Ray mengamati penampilan Rhea dari atas sampai bawah dengan teliti, membuat cewek yang diamatinya tersenyum kikuk. Ray tersenyum lebar dan berkata, "Sama-sama biru tua ya. Mungkin emang jodoh." Kalimat yang terdengar biasa, namun dapat membuat Rhea salah tingkah. Pipinya merona merah, tubuhnya memanas.

"Apaan sih, cepet berangkat." Rhea menunduk untuk menyembunyikan rona merah sialan yang menghiasi pipi mulusnya. Ray hanya terkekeh. Ia membukakan pintu untuk Rhea, membuat cewek itu harus menyembunyikan pipinya yang semakin merah dengan rambut panjangnya. Setelah memastikan Rhea masuk dengan aman, Ray mengitari mobilnya dan duduk di kursi pengemudi.

"Ke McDonald, mau?" tanya Ray saat mereka sudah sampai jalan raya. Rhea hanya mengangguk. Setelah itu suasana sunyi senyap, mereka diselimuti oleh keheningan selama beberapa menit.

"Mama sakit." Entah mengapa tiba-tiba cowok itu membuka sedikit aib keluarganya. Tanpa sadar tangannya mulai mengeluarkan keringat dingin. Matanya sedikit menggenang.

"Sakit apa?" tanya Rhea pelan.

"Mama koma selama beberapa hari, sekarang ada di rumah sakit. Dia punya penyakit paru-paru yang membuatnya suatu saat sulit bernapas." Ray tersenyum samar. "Dan kayakya penyakit itu nular ke anaknya."

"Kok bisa? Apa lo pernah periksa?"

Ray menggeleng. "Tapi sejak kelas sepuluh, kadang aku ngalamin apa yang Mama alamin, sesak napas."

"Tapi Ray, kalo emang itu penyakit turunan, harusnya lo udah ngalamin itu sejak kecil, bukannya baru kelas sepuluh." Hening. Ray berusaha mencerna argumen Rhea. Cewek itu benar. Jika dia memiliki penyakit yang sama dengan ibunya, harusnya ia sudah merasakannya sedari kecil.

Senbazuru✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang