34. Secret Admirer?

5.2K 414 31
                                    

Sekolah masih sepi ketika Rhea tiba. Tentu saja, ini masih pukul 05.35, waktu dimana sebagian besar siswa-siswi masih akan mandi atau bahkan baru bangun. Rhea menghirup oksigen yang belum terkontaminasi siswa-siswi lainnya dalam-dalam. Ia suka suasana pagi hari.

Ketika Rhea sampai di kelasnya, ia tidak menemukan siapa pun, kecuali Amir yang sudah duduk manis di bangkunya. Karena tidak terlalu akrab dengan Amir, Rhea hanya diam tanpa bicara sepatah kata pun. Amir juga begitu, ia hanya duduk sembari memainkan ponsel dengan posisi horizontal. Sudah dapat ditebak kalau dia sedang bermain game.

Rhea yang juga asyik stalker biasnya di Negeri Ginseng, mengerutkan dahi melihat notifikasi line datang dari Ray.

Reynando Prasraya: Udah bangun?

Rhea Maureen: Udah nyampe malah

Reynando Prasraya: Tumben rajin

Rhea Maureen: Gue emang anak rajin

Reynando Prasraya: Pasti sendirian di kelas

Rhea Maureen: Sotoy banget, orang disini ada Amir😝

Reynando Prasraya: Cie berdua

Rhea Maureen: Apaan sih

Reynando Prasraya: Berdua bersamamu mengajarkanku apa artinya kenyamanan, kesempurnaan, kebersihan, keindahan, kerapian, keagamaan, keamanan, ketertiban, kekeluargaan, Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dan Kemusyawaratan/Perwakilan, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia~~

Spontan Rhea tertawa, membuat Amir menoleh ke arahnya. "Berisik." Rhea segera menghentikan tawanya sedikit demi sedikit, dalam hati mengomeli Amir dengan banyak kata umpatan. Dipikir ini sekolah kakeknya kali ya, nglarang-nglarang seenaknya.

Tanpa mau ambil pusing dengan menanggapi ucapan Amir, Rhea kembali memainkan jari lentiknya di atas layar.

Rhea Maureen: Mulai deh gilanya

Reynando Prasraya: Biarin, toh kamu tetep suka

Rhea tersenyum geli.

Rhea Maureen: Kepedean😒

Tidak ada balasan. Rhea berpikir mungkin Ray sedang mandi atau bahkan tidur lagi. Tangannya meraba-raba kolong meja. Ada sesuatu di dalam sana.

Rhea menarik benda itu keluar dari kolongnya. Novel?, batinnya bingung.

Rhea mengerjap sambil membolak-balik benda tebal itu beberapa kali. Tiga novel karya Tere Liye berjudul Bumi, Bulan, dan Matahari. Perasaan, dirinya tidak pernah memesan tiga novel ini karena harganya yang tidak sembarangan. Maklum, karya penulis terkenal. Apa ini ditujukan untuknya? Kalau iya, ia harus berterima kasih pada sang pengirim, karena kebetulan Rhea tidak memiliki tiga novel itu.

"Mir, lo tau siapa yang naroh novel ini di dalam kolong gue?" tanya Rhea pada Amir seraya mengacungkan salah satu novel.

Amir melirik sekilas sebelum akhirnya kembali fokus pada ponselnya. "Mana gue tau," jawabnya jutek, membuat Rhea kembali memberengut sebal.

Sebuah kertas terjatuh di antara novel berjudul Matahari yang dia pegang. Rhea memungut kertas berwarna soft pink itu, warna kesukaannya. Ada sebaris kalimat yang tertulis di atas sana.

Baca ya, semoga suka :)

Hanya sebuah kalimat yang tidak terlalu jelas apa maksudnya. Bahkan tidak ada nama atau inisial pengirim. Rhea saja masih tidak mengerti dalam rangka apa si pengirim membelikan benda favoritnya itu. Masalahnya, hari ulang tahunnya, kan, sudah lama lewat.

Senbazuru✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang