8. Sweet Seventeen

10.7K 720 29
                                    

Motor Ray masih setia melaju membelah jalan raya yang seperti biasa, bising. Gedung-gedung terlihat berlarian mengejar mereka, tapi akhirnya jauh tertinggal di belakang. Sudah lima menit motor Ray menderu untuk mengantar pujaan hati majikannya. Sudah lima menit juga mereka diselimuti suasana hening tanpa pembicaraan. Ray yang merasa tidak enak pun membuka mulut, "Jangan pegangan di bahu dong, emang aku tukang ojek."

"Emang tukang ojek kok, wajah lo udah mendukung tuh."

Ray terkekeh. "Ojek cinta ya? Makanya wajahku ganteng." Rhea hanya mencibir. Gombalan klasik.

"Eh eh, udah berenti disini aja, cepet!" seru Rhea seraya memukul punggung Ray beberapa kali. Ray yang terkejut dengan perlakuan Rhea yang tiba-tiba segera mengerem mendadak, membuat tubuh gadis itu menubruk punggungnya.

"Ugh! Nabrak punggung lo lagi. Gue kan udah bilang jangan ngerem mendadak!" omel Rhea.

"Kamu yang tiba-tiba mukul aku." Ray menyeringai menatap Rhea dari spion. "Nggak papa deh, ada untungnya aku ngerem mendadak."

Rhea yang mengerti maksud ucapan Ray segera memukul pundak cowok itu. "Dasar mesum." Ia turun dari motor dan mengucapkan terima kasih, lantas menyerahkan jaket yang sudah sangat membantu untuk menutupi pahanya.

"Btw rumah kamu dimana?" Ray celingukan menyadari mereka tidak berhenti di depan sebuah rumah.

"Nggak usah berenti di depan rumah gue pas, entar bonyok gue curiga," Rhea membetulkan letak tasnya yang melorot. "Yaudah, sekali lagi thanks ya-"

"KAKAK!!!" Suara cempreng itu membuat jantung Rhea terasa ditimbun sekarung semen. Dengan gerakan slow motion dia menoleh, mendapati adik perempuannya yang baru berumur sembilan tahun menatapnya dengan wajah tercengang.

"Aduh mati gue," gumam Rhea nyaris seperti bisikan. "Anu. Lan, jangan beritahu Mama ya, oke? Ini cuma temen kok, bener."

"Ganteng, Kak." Bulan cekikikan, membuat Rhea melotot. "Aduin ke Mama ah, mumpung Mama belum ke rumah Nenek." Detik berikutnya Bulan berlari menuju rumahnya yang bercat putih.

"Lan, jangan!" Rhea mengalihkan pandangan pada Ray yang menatapya bingung, tidak mengerti dengan situasi yang terjadi. Tanpa berkata apa-apa lagi, Rhea berlari mengejar Bulan.

"MAMAAA KAK RHEA PUNYA PACAR...!" Terlambat. Tepat saat kaki Rhea menapak lantai rumahnya, Bulan sudah meluru ke pelukan ibunya. Ibunya menatap Rhea dengan tatapan menyelidik, membiarkan Rhea yang masih ngos-ngosan.

"Bener itu, Kak?" tanya ibu Rhea datar. Rhea menggeleng kuat-kuat.

"Enggak, Ma, Bulan bohong-"

"Gimana kamu bisa capai cita-cita kalo masih sekolah aja udah pacaran?" potong ibu Rhea datar tapi tegas, membuat Rhea mau tak mau hanya menunduk dan tidak berani menjawab. Ibu Rhea berjalan meninggalkan ruang tamu dengan sorot mata kecewa. Rhea mengangkat kepala dan mendesah frustasi, lalu berjalan memasuki kamar tanpa mempedulikan Bulan yang menjulurkan lidah padanya.

°°°

Ray membuka pintu rumahnya yang megah. Hening. Tidak satu orang pun disini, membuat suara derit pintu itu terdengar jelas sampai menggema ke ruang tamu yang besar. Tidak ada seorang pun yang menyambutnya, kecuali seseorang yang ia panggil Simbok. Wanita tua itu berjalan tergopoh-gopoh menghampiri Ray dengan senyum lebarnya.

"Den udah pulang? Simbok buatin minuman dulu-"

"Bawel diem lo." Mulut Simbok terkatup rapat mendengar kata-kata majikannya yang sedingin sembilu. Wanita itu menunduk melihat majikannya menatapnya tajam dan menusuk. Ray berjalan ke dapur dengan tas yang ia sampirkan di bahu kanan. Saat cowok itu mengambil minum, sebuah suara mengintrupsi dari balik punggungnya.

Senbazuru✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang