"Kita kemana nih, Bro?" tanya Dimas sembari merangkul Zidan.
"Mas, lo jangan rangkul-rangkul gue napa, geli tau!" Zidan berusaha menyingkirkan tangan Dimas yang bergelayut di bahunya. Bukan merasa risih saja, ia juga malu diperhatikan oleh murid-murid SMA Pelita yang berhilik mudik di halaman depan. Kalau ia disangka homo kan berabe urusannya, apalagi ia hanyalah sesiung jomblo yang sedang mencari jodoh.
"Kenapa sih, sayang? Kamu malu ya punya pacar kayak aku? Kalo kamu gini, mau dibawa kemana nasib hubungan kita?" Dimas berteriak sok dramatis, membuat orang-orang semakin memperhatikan mereka, lumayan ada FTV gratis. Mungkin ada beberapa yang mempercayai kebenaran tayangan ini.
"Sedeng lo." Zidan bergidik ngeri. "Eh, kita mau kemana?" Ia mengulang pertanyaan Dimas.
"Ke mall aja gimana? Sekalian lo sama Dimas bisa kencan." Dio menaik turunkan alisnya dan tersenyum menggoda.
"Iya nih, ayo, Baby, kita nonton bareng." Dimas menarik dan mengelus-elus lengan Zidan. Zidan menghempaskan lengan Dimas dan bergidik ngeri lagi.
"Mending gue nonton sama tante girang daripada sama lo." Dimas melengos, setelah itu meneloyor bahu Zidan. Gerombolan pembuat rusuh itu tertawa, termasuk Ray yang sedang merokok. Ketika mereka ada di depan gerbang sekolah seperti saat ini, mereka biasa menggoda siswi-siswi yang sedang lewat. Sebetulnya mereka tidak ingin berurusan dengan anak kelas XII, tapi ada saja cewek kelas XII yang malah ingin digoda.
"Reynando, berhenti kamu!" Ray, Rico, Zidan, Dimas, dan Dio menoleh ke sumber suara yang ditujukan pada salah satu dari mereka. Pak Salim menunjuk Ray dengan rotan andalannya sambil berjalan mendekati gerombolan itu. "Buang rokokmu!"
"Tapi ini sudah pulang," jawab Ray santai, karena dia adalah satu-satunya yang merokok diantara gerombolannya.
"Tidak peduli apakah ini sudah pulang atau belum, selama kamu masih ada di sekolah, kamu tidak boleh merokok! Dan ini, masukkan seragam kalian!" Pak Salim menunjuk baju lima siswanya yang tidak dimasukkan ke dalam celana. Lima tukang rusuh itu memutuskan untuk menurut. Guru yang rambutnya mulai botak itu menatap mereka tajam, kemudian berlalu meninggalkan mereka.
"Yodah, yok ke mall aja!" Mereka melangkahkan kaki menuju mall yang kebetulan dekat dengan sekolah.
Sampai disana mereka segera ribut sendiri, persis seperti induk ayam yang baru bertelur. Keributan yang diciptakan oleh mereka sampai mengundang perhatian para pengunjung, bahkan satpam sampai menahan mereka karena ramai sendiri dan menjadi pusat perhatian. Tapi dengan pintarnya Dimas menjawab kalau para pengunjung memperhatikan mereka karena terpesona dengan ketampanan mereka. Alhasil sang satpam memperbolehkan mereka masuk karena tidak kuat menghadapi lima bocah tengil yang cerdas membuat alasan tidak masuk akal.
°°°
"Ikan apa yang kepalanya gede?" Suara Dimas terdengar sedikit menggema di seluruh sudut restoran, walau sebenarnya kalah keras dengan musik jazz yang sedang diputar di restoran itu.
"Ikan paus?"
"Ikan buntal?" Zidan ikut-ikutan menerka dengan wajah sok mikirnya.
"Salah semua."
"Lah, terus apa dong?" Dio mulai menyerah.
"Ikan teri pakai helm," jawab Dimas tertawa terbahak-bahak setelah mengatakan jawabannya, tidak menyadari kalau teman-temannya malah menatapnya datar.
"Garing amat lo," komentar Rico masih dengan matanya yang tidak dialihkan dari layar ponsel. Sesekali cowok itu senyum-senyum samar membaca balasan konyol Diva di Line.
Dimas berhenti tertawa menyadari teman-temannya tidak ada yang tertawa sepertinya. Ia melihat Zidan memasang wajah berpikir, lalu cowok bertubuh kecil itu berbicara. "Kenapa cowok nggak perlu pake pembalut?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Senbazuru✔
Fiksi RemajaAda tiga fakta mengerikan yang tersemat dalam diri Reynando Prasraya Mahardika, cowok bebal yang berhasil bikin geger satu sekolah di hari pertamanya karena berani melawan OSIS. 1. Gonta-ganti cewek adalah hobinya. 2. Bermain sama cewek tiap malam a...