37. Sindiran Pilu

4.8K 364 46
                                    

"Udah? Ayo pulang." Rhea mengangguk antusias tak luput dari raut wajahnya yang berseri-seri. Mereka kembali berjalan beriringan keluar dari lingkungan sekolah.

"Pinjem kamera lo bentar." Adnan memberikan kamera kesayangannya pada Rhea, benda yang selalu menemaninya kapanpun dan dimanapun. "Kenapa lo pakai kamera film padahal ada kamera digital yang jauh lebih mudah?" tanya gadis itu penasaran sembari mengutak-atik kamera cowok di sampingnya.

Adnan diam sejenak, memikirkan kalimat apa yang pantas dilontarkannya. "Nyokap gue meninggal sejak gue masih umur dua tahun. Waktu itu, gue sama sekali nggak inget bagaimana wajah dia, bagaimana dia merawat gue, dan bagaimana dia menemani gue di saat gue takut dalam kegelapan dan kesendirian.

"Saat usia gue menginjak tujuh tahun, Bokap ngasih kamera itu." Adnan menatap dalam kamera yang masih ada di tangan Rhea. "Dia bilang, itu dari Nyokap. Dia bilang, Nyokap suka sama fotografi, sedangkan Bokap gue enggak. Itu sebabnya Bokap ngasih kamera itu ke gue, dengan harapan bisa menjadi lebih baik dari Nyokap. Sejak itu, gue terus berusaha supaya hasil foto gue bagus dan diminati banyak orang."

Adnan tersenyum samar. "Selain itu, hasil foto yang ditangkap oleh kamera film nggak bisa dihapus begitu saja."

Rhea mengangguk mengerti. Ia tahu jika Adnan tidak memiliki ibu sejak kecil, mengingat laki-laki itu adalah teman masa SMP-nya. "Alasan yang menarik dan panjang. Gue suka."

"Thanks." Langkah mereka sama-sama terhenti di tempat parkir, dimana hanya ada satu mobil yang tersisa. Mobil Adnan. "Lo dijemput siapa? Ray?"

"Nggak, gue mau minta jemput adek gue. Bentar." Rhea merogoh saku roknya utnuk mengambil ponsel, kembali membuka aplikasi line. Tapi bukan Ray yang menjadi tujuannya mengetikkan sesuatu di atas layar, melainkan Aldo.

Rhea Maureen: Lagi ngapain lo?

Aldo: Maljuman sama gebetan

Rhea Maureen: Heh, masih kecil juga

Aldo: Kan malming besok gue ada pertandingan, jadi nggak bisa ngajakin jalan. Yaudah diganti maljum aja

Rhea Maureen: Songong lo

Aldo: Biarin songong yang penting cakep

Rhea Maureen: Iyain aja dah. Jemput gue sekarang di sekolah

Aldo: Lah, kok belum pulang? Jangan-jangan lo habis 'nganu' karena sekarang maljum? Gue bilangin Mama abis lo, Kak

Rhea Maureen: Iya gue habis 'nganu', kerja kelompok. Udah ah cepet jemput

Aldo: Males. Ini si gebetan lagi nyender di bahu gue, sayang kalo kesempatan ini dibuang. Inget kata Mama? Rejeki tuh jangan disia-siain

Rhea Maureen: Duh jangan bikin gue pusing pala berbi dong. Udah ah cepet jemput(2) [read]

"Ini anak nggak tau terima kasih," omel Rhea bersungut-sungut mendapati Aldo hanya membaca pesannya. Kalau saja ini bukan pembicaraan melalui chat, ia pasti sudah menimpuk Aldo dengan benda yang digenggamnya, yaitu ponselnya sendiri.

Adnan menatap Rhea dengan alis bertaut. "Kenapa?"

"Ini, adek gue nggak mau jemput." Ia mendesah pelan. "Gimana nih cara gue pulang?"

"Gue anter, gimana?" Wajah Rhea yang semula tertekuk langsung mendongak mendengar tawaran laki-laki di hadapannya.

"Nggak ngerepotin?"

Adnan terkekeh. "Nggaklah. Ngapain. Yuk ah buruan, keburu makin malem." Rhea mengangguk, kemudian mengikuti langkah Adnan memasuki mobilnya. Tepat ketika Adnan baru menyalakan mesin mobilnya, ponsel Rhea menyala, tanda ada sebuah notifikasi.

Senbazuru✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang